Selasa, 15 Mei 2012
KEINDAHAN
Aku adalah seorang pria single fighter, sebenarnya statusku saat ini
adalah seorang duda. Aku mengaku seorang pria single fighter dikarenakan
aku sekarang sudah tidak beristri lagi. Aku dahulu seorang suami yang
sangat bahagia karena aku mempunyai seorang istri yang cantik dan begitu
sayang kepadaku. Di istanaku saat itu tinggal aku, istriku, ibu
mertuaku dan seorang pembantu perempuan. Sebelum aku menceritakan kisah
dilema mahligai rumah tanggaku, aku ingin menceritakan tentang
pengalamanku dengan sekretarisku. Sebut saja namaku Hendi, usiaku saat
ini baru menginjak 28 tahun. Profesiku Presiden Direktur, tentu saja di
perusahaanku sendiri. Aku tinggal di perumahan Kelapa Gading. Pada suatu
ketika perusahaanku mengadakan acara liburan untuk karyawan, acara ini
selalu rutin dilakukan untuk menambah gairah kerja para karyawanku.
Karena aku boss di perusahaan tersebut aku harus ikut, sedangkan istriku
pada saat itu sedang ada halangan katanya sih ada urusan keluarga. Jadi
aku memutuskan untuk pergi sendiri.Aku mempunyai sekretaris Sari
namanya, aku merasa bahwa aku harus memilikinya. Kalau di kantor dia
selalu mencoba bertingkah genit dari kerling matanya itu atau dari
caranya berpakaian, dari situ aku tahu kalau dia suka padaku. Seperti
biasanya aku pulang memang agak sore, Sari sudah gelisah ingin pamit
pulang tapi aku masih saja berkutat dengan laporanku.“Sari kalo udah mau
pulang duluan aja, nggak pa-pa kok, sekarang udah jam 5 lewat 20, entar
ketinggalan kereta lho lagian udah mendung kalo hujan kan entar
kebasahan”, kataku sambil tersenyum.“Iya Pak”, sambil berkemas dan
secara tidak sengaja pulpennya jatuh dan dia memungutnya, otomatis dari
posisi duduk dia berputar, roknya tersingkap dan secara tidak sengaja
aku melihatnya, wah memang benar terawat sampai ke ujung pahanya begitu
pula dengan dengan segitiganya yang berwarna putih. Sambil memungut
pulpen dia nunduk dan serta merta dia menutup bajunya yang otomatis
terlihat kalau nunduk.“Sar, lain kali pake bajunya yang ketutup aja biar
nggak repot”, kataku.“Nggak enak Pak, saya justru nggak seneng pake
baju yang kerahnya terlalu tertutup”, katanya sambil tersenyum, karena
dia tahu maksudku ngomong seperti itu. Tak lama kemudian Sari pergi, dan
aku terus bekerja.Sari memang betul-betul merupakan wanita ideal di
benakku. Ia bertubuh tinggi, dengan pinggul yang indah dan pantat
menjungkit seperti penari Bali. Aku ingat pengalaman pertama bercinta
dengannya. Dan kesempatan pun tiba pada acara tahunan tersebut, saat
acara sudah hampir selesai, kuajak Sari keluar dari ruangan itu.“Sar,
temenin Bapak keluar jalan-jalan yuk?” Ajakku.“Iya Pak, Sari juga sudah
sumpek di sini sejak tadi sore”, jawab Sari.Kita pun keluar dengan
mobilku, tak terasa sudah jam 1.00 malam. Kita pun kembali ke Villa
perusahaan.Setelah sampai, aku memberanikan diri menggandeng seketarisku
yang genit itu, kita menyusuri lorong kamar-kamar karyawan. Dan
akhirnya tiba di depan pintu kamar Sari.“Pak, malam ini mau nggak bapak
nemanin saya.. soalnya Sari takut kalau tidur sendirian”, kata
Sari.“Tapi kamu kan bisa minta ditemanin sama karyawan cewek yang lain”,
jawabku, tapi dalam hatiku berharap agar Sari memaksaku untuk
menemaninya malam ini, yang sebenarnya sangat kuharap-harapkan.“Mana ada
yang mau Pak? Orang sudah pada tidur semua, lagipula mereka kan sudah
ada yang menemani malam ini”, desak Sari.Memang sih pada acara tahunan
kali ini karyawan perempuan yang masih single dan ikut ke acara tersebut
hanya Sari, sedangkan karyawan yang lain sudah membawa pasangannya
sendiri-sendiri.“Tapi nanti jam 7.00 pagi kamu bangunin Bapak yah.
Soalnya kalau ketahuan karyawan yang lain kan nggak enak kita, apalagi
bapak kan atasan mereka”, jawabku.Akupun masuk mengikuti Sari, tapi
sebelumnya aku minta izin pada Sari untuk ganti baju tidur dulu di
kamarku. Pertama kali sangat canggung dan hanya berbincang-bincang saja
di kamar. Ketika tiba saat untuk tidur, aku bermaksud tidur di sofa. Aku
merasa harus menghargainya, toh kami belum menikah. Namun ia menarikku
ke tempat tidur.“Kita tidur pelukan boleh kan Pak, asal nggak lebih dari
itu”, katanya manja.Aku menuruti kemauannya dengan kikuk. Beberapa
menit kami berbaring diam dalam satu selimut. Sari hanya mengenakan
t-shirt tipis dan kain sarung, begitu juga aku. Saat kulit kami
bersentuhan, jantungku berdesir. Tanpa terasa pipi kami saling menempel.
Udara dingin membuat ia mengetatkan pelukannya dan akhirnya bibir kami
saling berpagut. Awalnya sangat canggung, namun tak lama gerakan kami
menjadi lebih luwes dan lidah kami pun saling bergulung. Ciuman yang
ketat membuatku kehilangan kendali, lalu tanganku menjadi liar meraba ke
payudaranya. Nafas Sari pun semakin memburu.Lalu aku berusaha melucuti
t-shirtnya. Sari tidak menolak, bahkan tangannya juga berusaha melucuti
bajuku. Dengan satu sentakan kutarik BH-nya sehingga kulihat tubuhnya
yang indah itu hanya berbalut celana dalam tipis. Aku menikmati beberapa
saat pemandangan itu, Sari yang berbaring telentang, dengan pandangan
mata yang sulit kulupakan. Lalu kucium lagi bibirnya perlahan. Sari
mengerang perlahan, “Ooohhh..”, bibirnya setengah terbuka dan basah
sangat membuatku terangsang. Lalu tanganku mulai bermain di payudaranya,
membuat ia makin menggelinjang. Ketika tanganku kuturunkan hingga
mencapai gundukan kewanitaannya dan bibirku meluncur mengulum puting
susunya, tiba-tiba ia mendorongku dengan keras. Lalu tangannya bergerak
cepat menarik celanaku sambil berdesah, “Pak, buka celananya..” Dengan
satu gerakan aku melepas celana dalam, dan ia melakukan hal yang sama.
Kini dapat kulihat tubuh indah itu tanpa penghalang apapun.Sari
menarikku ke dalam pelukannya dan kami kembali bercumbu dengan
hangatnya. Aku menyisir seluruh tubuhnya dengan bibirku. Mulai dari
ubun-ubunnya, turun ke bibirnya, lalu ke lehernya yang jenjang. Sari
berbaring telentang dengan kedua pahanya yang putih dibuka lebar,
sementara aku menindih dan mengulum bibir dan lehernya, batang
kemaluanku yang telah keras dan liang senggamanya yang terasa basah
tanpa sengaja bersentuhan. Betapa nikmatnya. Lalu aku mulai menyisir ke
payudaranya dan mulai mengulum puting payudaranya yang mengeras. Aku
jilati puting susunya dan melingkari areolanya, membuat Sari
menggelinjang dengan hebat sambil merintih keras, “Aduh.. nikmat.. Pak..
teruss.. ooohh..” Karena posisiku agak merendah ke bawah maka aku dapat
merasakan kehangatan liang kewanitaannya yang basah di perutku.Sari
terus merintih sambil sesekali pahanya yang jenjang menghentak naik
turun di atas pinggangku, sementara pelukannya semakin erat. Lalu ia
menarik tubuhku ke atas hingga bibir kami kembali berpagut. Sambil
tersengal ia mendesah dengan penuh birahi, “Pak, Sari pingin disentuh
dengan punya bapak..” Aku mengerti yang ia inginkan. Aku lalu mulai
menggesek-gesekkan batang kemaluanku ke liang kenikmatannya. Liang
senggamanya terasa makin membanjir dan terbuka. Aku terus menggesek dan
menyibak labia mayoranya dan merasakan klitorisnya yang semakin
membengkak. Sari menggoyangkan pinggulnya dengan kencang sambil
merintih, “Teruus.. Pak.. nik.. matt…, ooohhh..” Tangannya memeluk
kencang di bahuku dan kukunya membenam di kulitku hingga membuatku
sedikit perih. Namun rasa perih itu terkalahkan oleh buaian kenikmatan
yang luar biasa. Gerakan itu semakin kencang dan aku sudah tidak tahan
untuk segera memasuki tubuhnya.Aku berhenti menggesek klitorisnya dan
mulai mencari jalan untuk memasuki lubang kemaluannya yang sudah banjir
oleh cairan kewanitaannya. Aku menatap Sari sebentar dan menemukan
hasrat yang sama di matanya. Dengan perlahan tangannya membimbingku
memasuki lubang kenikmatannya. Dengan satu dorongan pelan aku mulai
memasuki tubuhnya, sedikit demi sedikit. Aku tahu ia sedikit kesakitan,
karena ini pertama kali baginya, namun kebasahannya sangat membantu
batang kemaluanku menemukan jalannya. Ketika batang kemaluanku hampir
separuh masuk dalam liang kenikmatannya, tangannya memelukku dengan amat
keras dan tubuhnya bergetar hebat. Aku merasakan cairan lebih banyak
lagi membanjiri kemaluannya dan dengan satu dorongan aku menusuk hingga
bagian terdalam dari kemaluannya. Tubuhnya menggigil dan mulutnya
meracau, “Eeeenak.. Pak.. ooohh.. tekan yang.. dalaam.. ooohh..” ketika
aku mulai menggerakkan batang kemaluanku naik turun. Pada setiap gerakan
menusuk aku menekan dengan begitu dalam. Sari menggoyangkan pinggulnya,
kedua kakinya menjepit pinggulku begitu keras.Aku akhirnya tak tahan
lagi dan merasa sudah hampir tiba waktunya. Pada gerakanku yang
terakhir, aku merasakan seluruh tubuhnya menggeletar, menyambut spermaku
yang memenuhi rongga kewanitaannya saat ejakulasi. Kukunya makin dalam
terbenam di punggungku dalam satu pelukan yang ketat dan tubuh kami
sama-sama menggeletar. Untuk beberapa saat hanya kenikmatan tiada tara
yang kami rasakan dan entah berapa lama kami terus berpelukan menikmati
keindahan itu dengan mata terpejam, dengan batang kemaluanku tetap
kubiarkan di dalam liang kenikmatannya. Ketika getar-getar keindahan itu
akhirnya harus berakhir, aku membuka mata dan melihat Sari yang masih
tetap terpejam dengan wajahnya yang penuh keringat. Betapa cantiknya
melihat dia dalam keadaan sesudah orgasme. Lalu ia membuka matanya dan
tersenyum lembut melihatku sedang memandanginya. Kucium lembut bibirnya
dan kami berbaring berpelukan. Kami tahu malam masih panjang dan kami
tak akan menyia-nyiakan kesempatan indah itu untuk menikmatinya
bersama-sama.Itulah kisah perselingkuhanku dengan Sari, sekretarisku
yang cantik dan genit dan acara kucing-kucingan itu berlangsung hingga
kini.Setelah acara selesai aku pulang ke rumah dan mendengar suara atau
hal-hal yang tidak enak dari para tetangga tentang istriku. Tapi aku
saat itu belum mau percaya begitu saja dengan cerita jelek yang beredar
di daerahku itu, sampai sahabatku sendiri yang mengatakannya padaku.
Barulah aku mempercayai cerita tersebut.Selama tiga hari aku tidak mau
bicara dengan istriku, sikapnya padaku yang kurasakan sepertinya agak
beda semenjak aku datang dari acara tahunan yang diadakan perusahaanku
itu.“Yang.. kamu kenapa sih?” kenapa kamu diam saja.. kenapa kamu
diamkan aku? Apa salahku?” Tanya Yenni, istriku pura-pura tidak mengerti
duduk persoalannya.Ditanya seperti itu aku masih tetap diam tidak mau
bicara, sikap Yenni semakin merajuk saja. Dia mencoba untuk melemahkan
emosi jiwaku, Yenni memang paling pandai dalam hal menundukkan emosiku.
Sehingga aku selalu saja kalah olehnya, apakah karena aku terlalu
mencintainya? sehingga diriku begitu lemah terhadapnya.“Jika Yayang
selalu diam begini, aku sebaiknya pergi saja dari rumah ini! Percuma
punya suami juga, selalu mendiamkan aku tanpa tahu persoalannya!” kata
Yenni dengan suara yang ketus dan tajam. Aku kaget dengan kata-katanya
itu, maka kutarik lengannya ketika dia hendak melangkah keluar.“Katakan!
Siapa lelaki yang pernah ke mari sewaktu aku sedang di luar kota
kemarin?!” tanyaku sambil mencengkeram lengannya lebih erat lagi.“Siapa
yang Yayang maksud? Aku benar-benar tidak mengerti?” ujarnya mencoba
mengelak.“Jangan pura-pura lagi, Yenni! Aku sudah tahu semuanya. Sewaktu
aku tidak ada, rumah ini kedatangan tamu kan?” gertakku.“Memang benar
Yang, Tapi mereka itu teman Mamaku. Lagi pula, nggak mungkin aku berani
mengkhianati kamu Yang!” ujar Yenni sambil matanya melotot tajam ke
arahku.“Kamu berani untuk di sumpah?” tanyaku lagi.“Aku berani di sumpah
dengan cara apa saja, Yang! Karena aku tidak merasa
bersalah!”Kata-katanya cukup tandas dan tajam. Dia seolah-olah tidak
menerima kutuduh begitu, aku sendiri akhirnya tidak bisa berbuat banyak.
Karena menuduh tanpa bukti itu sama halnya dengan memfitnah, lagi pula
setelah aku pikir apapun yang dilakukan istriku ini tidak mungkin kalau
Yenni berani berbuat seperti itu kecuali semua ini memang kelakuan dari
mertuaku itu. Apalagi saat itu Yenni menangis pilu dan aku merasa tidak
tega melihatnya sebab bagaimanapun juga aku masih begitu
mencintainya.“Maafkan aku Sayang. Aku telah menuduh yang tidak-tidak
padamu, aku percaya kok kalau kamu masih mencintaiku dan setia padaku”,
Kataku sambil memeluk tubuh istriku dengan lembut dan mesra. Dan suasana
yang tadinya tegang telah berubah menjadi suasana yang begitu romantis,
apalagi aku sudah lama tidak merasakan cumbuan permainannya, dan saat
itu Yenni istriku begitu erat mendekapku seakan tidak mau terpisah
dariku lagi. Kurebahkan tubuh istriku di atas ranjang, kubiarkan dia
terbaring dengan bebas.Aku berdiri sejenak memandanginya, ada getar aneh
menjalari sekujur tubuhku saat itu. Yenni tersenyum penuh arti padaku,
dia memang mengerti apa yang aku butuhkan saat ini. Benar-benar
menggairahkan dan penuh daya tarik tersendiri tubuh istriku. Ia begitu
menantang dan pasrah. Buah dadanya yang masih dilapisi gaun tidur itu
membusung, laksana bukit salju yang lembut, kulitnya bersih dan mulus.
Pinggulnya padat dan berisi. Kedua pahanya juga putih, laksana kain
sutra kalau di sentuh. Segera saja aku melepaskan semua pakaianku dan
langsung naik ke atas ranjang. Rasanya saat itu kami seperti berada di
malam pengantin saja, begitu mesra dan romantis.Kemudian aku duduk di
pinggir kasur sambil mendekap tubuh istriku. Sungguh lembut tubuh mungil
istriku. Kupeluk dengan gemas sambil kulumat mesra bibir ranumnya.
Tanganku meraba seluruh tubuhnya. Sambil memegang puting susunya,
kuremas-remas buah dada yang kenyal itu. Kuusap-usap dan kuremas-remas.
Nafsuku terangsang semakin hebat. Batang kemaluanku menyentuh pinggang
istriku. Kudekatkan batang kemaluanku ke tangan istriku. Digenggamnya
batang kemaluanku erat-erat lalu diusap-usapnya. Tanganku terus mengusap
perutnya hingga ke celah selangkangannya. Terasa berlendir basah di
kemaluannya. Aku beralih dengan posisi 69.Aku mulai mendekap tubuhnya
sehingga seluruh badannya menekan tubuhku, dan Yenni mengarahkan liang
kewanitaannya yang terbuka ke wajahku. Dapat kulihat liang kewanitaannya
yang kemerahan yang tidak dihiasi oleh sehelai bulupun, bersih. Yenni
menaikkan pantatnya sedikit, sehingga makin jelas terlihat liang
kewanitaannya, aku tahu maksudnya dengan perlahan kutempelkan wajahku ke
liang kewanitaannya, kuciumi bibir luarnya, dia sedikit menggelinjang
tapi tetap menghisap dan menjilat batang kemaluanku, dapat kuhirup aroma
yang keluar dari liang kewanitaannya tersebut bau yang khas.Aku jilati
seputar bibir luarnya, Yenni semakin melengkungkan tubuhnya ke belakang,
sehingga terbenamlah wajahku di liang kewanitaannya. Aku mengatur
nafas, kubuka bibir luarnya dengan jari tanganku, kumasukkan lidahku ke
dalam liang kewanitaannya dan kumainkan lidahku di dalamnya, Yenni
menggelinjang kuat, “Eeeggghh.. shhh.. aaachh.. terusin Yang”. Kukecup
dan kutarik klitorisnya dengan lidah dan bibirku, dapat kurasakan cairan
wanitanya sudah mulai membasahi liang kewanitaannya, Yenni mengejang
saat kuhisap liang kewanitaannya yang sudah basah. Kujilat bibir
kemaluannya dan kupilin-pilin klitorisnya.“Ohhh.. arggghh.. ohhh..
terusin Yang.. ohhh.. arggghh”. Dan aku merasakan batang kemaluanku
digigit dengan kedua bibirnya. “Eeggghh.. sshhh… Sayang”. Aku pun
menggeliat, Yenni melepaskan batang kemaluanku dari mulutnya, mengangkat
dan memutar badannya, menciumi bibirku dengan panas dan nafas
terengah-engah.Kemudian Yenni jongkok menghadapku persis di atas batang
kemaluanku yang terlihat mengkilap basah, dipegangnya batang kemaluanku
dan Yenni mulai menurunkan posisi jongkoknya dengan menuntun batang
kemaluanku masuk perlahan ke dalam liang kewanitaannya, “Bleesss..”
“Aaahhh.. ggghh!” kami berdua bersamaan mengerang. Yenni mulai
menggerakkan pinggulnya naik turun, liang kewanitaannya sangat banyak
berair, sampai berbunyi, “Plok.. plok.. cipak.. plok..” sesekali dia
menggelinjang dan meletakkan tangannya ke belakang memegang kedua
pahaku, diputarnya pinggulnya ke kiri dan ke kanan, kali ini giliranku
yang menggeliat, kutarik tangannya ke bawah sehingga dia terkelungkup
kuciumi bibirnya dengan hangat Yenni membalas, kupeluk badannya dan
Yenni sekali lagi memutar-mutar pinggulnya.“Shhh.. gghhh..” aku kembali
mengerang. “Enak, Yang..” bisiknya. Aku tak menjawab dan langsung
kuciumi bibirnya sementara tanganku mencoba untuk melepaskan gaun
tidurnya, Yenni membantuku, dia bangun dan melepaskannya. Kulihat
payudaranya, aku mulai merabanya, meremasnya, kuhisap puting payudara
kanannya. ” Ohhh.. arghah.. aaah.. ahhh.. oh Yang terusin.. ohhh..
aghhh..” Yenni mendesah dan mempercepat gerakan pinggulnya naik turun
kiri kanan. Puting payudaranya yang merekah itu kujilat berulangkali
sambil kugigit perlahan-lahan. Puting susunya terlihat berair karena
liur hisapanku tadi. Kuperkuat remasanku di payudaranya, Yenni
merebahkan badannya dengan tetap menggerakkan pinggulnya dan kubalas
dengan gerakan menusuk dari bawah.“Aaahh.. Yang.. terusin, Yang..
shshsh…” desah Yenni menggeliat. Aku tak peduli, kujilati dan kugigit
putingnya yang sudah dekat dengan wajahku, Yenni kembali mendesah dengan
cepat mengikuti irama goyangan pinggulnya dan tusukan batang
kemaluanku, “Aaahhh… ahhh… eeghh…” Aku merasakan ada sesuatu yang siap
keluar dari dalam batang kemaluanku, kupercepat gerakan batang
kemaluanku dalam liang kewanitaannya, badan Yenni mulai mengejang kuat
seiring kubangunkan badannya sambil meremas kedua payudaranya. Yenni
juga mempercepat gerakan pinggulnya, sementara aku merasakan bahwa air
maniku sudah tak tertahankan lagi, dengan hitungan sepersekian detik,
kulepaskan batang kemaluanku dari dalam liang kewanitaannya. Yenni kaget
dan keluarlah cipratan pertama yang diiringi oleh luberan air maniku
yang selama hampir dua minggu kupendam.Yenni terperangah, kemudian dia
mencubit perutku.“Kok, nggak bilang-bilang?!” aku tersenyum malu,
kemudian dia menguatkan cubitannya.“Aku kan juga hampir sampai, kenapa
nggak dikeluarin di dalam aja?” dengan tampang innocent.Aku meringis
menahan sakit, “Sorry Yang katanya kamu lagi KB…” jawabku enteng sambil
membersihkan sisa-sisa air mani dari tubuhku.Yenni mulai memperlihatkan
cemberutnya ketika dia melihat juniorku yang lunglai. Aku melirik ke
arah jam dinding dan tersenyum sambil merebahkan kepalaku ke bantal yang
empuk, Yenni keheranan tapi kembali cemberut.“Curang.. mentang-mentang
udah enak trus nyantai gitu, aku gimana dong? masih tanggung nih!”
dengan nada kesal-kesal manja. Kemudian kutarik badannya untuk rebahan
di sebelahku. Kuambil tangannya lalu kebelaikan perlahan di sekitar
daerah batang kemaluanku, mulai dari paha, memutar ke bagian bawah perut
sambil memainkan bulu kemaluanku, ke paha sebelahnya, kemudian kedua
biji pelirku, batang kemaluanku dan balik lagi ke paha yang pertama.
Yenni heran tapi setelah dua kali kuulang kulepas tanganku dan dia mulai
memainkan tangannya sendiri mengikuti gerakan yang baru saja
kuajarkan.Tak beberapa lama batang kemaluanku mulai bergerak dan semakin
halus gerakan tangan Yenni, batang kemaluanku juga semakin menegang.
Yenni melemparkan senyum nakalnya padaku, aku balas senyumannya dan
Yenni terlihat kembali bersemangat ketika melihat batang kemaluanku
sudah berdiri tegak, dia bangkit dari rebahannya dan mulai menggenggam
batang kemaluanku, diusap-usapnya perlahan dan semakin lama semakin
kuat. “Cihuuii!” teriakan kecilnya membuatku tertawa.Yenni mulai bangun
dan bersiap untuk menaiki tubuhku lagi, tetapi aku cepat-cepat
menghadangnya dengan membangunkan badanku dan menghempaskan tubuhnya ke
kasur, Yenni kembali keheranan tapi tak lama kemudian ia tersenyum
begitu aku meregangkan kedua kakinya dan mulai meraba daerah liang
kewanitaannya yang tak dihiasi selembar bulu. “Sudah siap ronde kedua?”
tanyaku sambil mengambil posisi di hadapannya, belum sempat Yenni
menganggukkan kepalanya, kepala batang kemaluanku sudah menusuk liang
kewanitaannya “Eghkhkshsh..!” Yenni mendesah berat dan badannya
menggelinjang hebat. Kubenamkan terus batang kemaluanku sampai habis ke
dalam liang kewanitaannya, Yenni terus menggelinjang. “Shshsh..
terushin.. Yang..” desahnya. Kutarik batang kemaluanku keluar sampai
habis dan kubenamkan lagi ke dalam liang kewanitaannya dengan cepat,
Yenni terbelalak, “Aakkkhh…” kali ini suaranya tak
tertahankan.Sayup-sayup kudengar suara wanita cekikikan dari luar kamar
tapi tak kuperdulikan. Kembali kutarik batang kemaluanku dan kubenamkan
lagi, lalu kukocokkan batang kemaluanku keluar masuk di dalam liang
kewanitaannya yang mulai melebar dan basah, nafas Yenni mulai
terengah-engah mengikuti gerakan batang kemaluanku. “Enaak.. lagii..
masukin semuaa.. tekan dong.. bagian kiri yang ditekan… aahh… laaggii..
tekann.. ahh…” dengan mata merem melek keasyikan, selang beberapa lama
kutarik batang kemaluanku keluar dan kuangkat kedua kakinya ke atas dan
kusandarkan di dadaku, Yenni membuka matanya yang terpejam. Belum sempat
ia berpikir, kembali kubenamkan batang kemaluanku ke dalam liang
kewanitaannya yang menyempit.“Aaakkhh.. shhh…” aku menyeringai sementara
Yenni mendesiskan nafasnya seperti menahan sakit, tapi tak lama
nafasnya kembali terengah seiring kocokan batang kemaluanku dalam liang
kewanitaannya. Kembali kudengar suara wanita cekikikan, tapi aku tetap
tak perduli. Aku masih tetap mempertahankan irama kocokan batang
kemaluanku, tak beberapa lama kupalingkan penglihatankan ke jendela
kamar yang mengarah ke balkon luar, walau tertutup tirai tapi aku dapat
melihat bayangan kepala orang di luar sana. Aku terkaget. “Gila!
ternyata permainan seks-ku dengan Yenni diintip mertuaku sendiri”,
pikirku dalam hati. Perasaan kaget coba kuhilangkan dengan menarik
batang kemaluanku dan membalikkan badan Yenni yang mulai terasa berat
kelelahan.Aku bangun dari tempat tidur dan kutarik pinggulnya ke atas,
Yenni menolehkan kepalanya ke belakang, aku meraba liang kewanitaannya
yang sudah sangat basah, dia melemparkan senyum malasnya, tak lama
kutuntun batang kemaluanku ke liang kewanitaannya melalui daerah
bokongnya yang tak begitu besar. Setelah merasakan pas di depan lubang
kenikmatannya tanpa permisi kubenamkan batang kemaluanku dalam-dalam
sampai habis tak terlihat. “Eenggkk.. ssshh.. aakhkh !” kami sama-sama
mendesah. Badan Yenni kembali menggelinjang hebat dan nyaris melepaskan
batang kemaluanku dari dalam liang kewanitaannya, kutahan pinggulnya
dengan kedua tanganku, kupegang erat pinggulnya, dan tak lama kukocok
batang kemaluanku di dalam liang kewanitaannya keluar masuk, terdengar
suara yang khas ketika bokongnya beradu dengan perutku. Aku semakin
menikmati permainan ini.“Akh.. egkh.. sshsh.. aagkh..” nafas kami
bersahutan mengikuti irama kocokan batang kemaluanku, tapi suara Yenni
mulai mengeras “Eeggh.. .Aaakkkh.. teerrus Yang.. teerruss…” kupercepat
kocokan batang kemaluanku sehingga menimbulkan suara gesekan perut dan
bokong yang semakin cepat. Tak lama kemudian Yenni mendesah panjang,
“Ssshh.. aaakkhh.. eegghhm.. ohhh.. augh.. Yang.. Yenni mau
keeellluuaarrr…”. Tiba-tiba liang kewanitaannya seperti menghisap-hisap
batang kemaluanku dan akhirnya, “Crooottt.. crotttt.. crotttt.. crot”
aku bisa merasakan klimaksnya tapi aku tetap menusukkan batang
kemaluanku ke dalam liang kewanitaannya. Tangan Yenni kelihatan sudah
tidak dapat menahan badannya, kepalanya jatuh lunglai sesaat, dia
menoleh ke belakang menatapku dan tersenyum manis seakan memberi tanda
kepuasan. Kubalas senyumnya dan kuperlambat gerakan batang kemaluanku
dan Yenni mengikuti gerakan batang kemaluanku dengan memutarkan
pinggulnya ke kiri dan ke kanan.“Uuugh… eegkh…” aku menyeringai, batang
kemaluanku terasa sedikit ngilu.“Kenapa, enak ya?” candanya sambil terus
memutar pinggulnya perlahan sementara batang kemaluanku yang masih
tertancap dalam liang senggamanya yang sangat basah. “Uugghmm..
sshhshh.. aaakgh..” Yenni mendesah keenakan menikmati permainannya
sendiri. Rupanya ia ingin menikmati klimaksnya lebih lama dengan
memutar-mutar batang kemaluanku di dalam liang kenikmatannya yang
sedikit melebar dan basah. Lalu kukecup bibirnya, ia pun membalasnya
sambil berbisik, “Kamu hebat deh Yang…” Senyum manis menghiasi wajahnya
yang bersemu merah, pertanda ia telah mengalami orgasme yang hebat. Kami
pun tidur berdekapan sampai pagi.Begitulah, kami sebenarnya hidup dalam
rumah tangga yang rukun dan romantis. Namun karena pengaruh ibunya
Yenni (mertuaku red) cukup besar, maka rumah tangga kami sering goncang.
Aku mencoba untuk dapat mempertahankan dan mengendalikan mahligai rumah
tanggaku, berkali-kali aku bisa menyelamatkannya. Namun terpaan badai
yang dihembuskan ibu mertuaku semakin kuat saja, sehingga aku tidak
mampu lagi untuk menahannya. Akhirnya Yenni mengajukan gugatan cerai
padaku.Setelah menjalani sidang perceraianku dengan istriku yang
berjalan begitu lama, karena memang aku masih mencintainya dan berharap
Yenni kembali ke pelukanku. Tapi apa dayaku karena kenyataannya tidak
seperti yang kuharapkan, setelah pembagian harta gono-gini. Aku sekarang
sebatang kara dalam mengarungi hidup ini, setelah Yenni yang selama ini
menjadi istriku telah tiada lagi di sisiku.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar