Dari semua gadis itu, Lia bisa digolongkan berbeda. Penampilannya
yang tomboy lah yang membuatnya berbeda. Meski begitu tidak ada yang
membantah kalau Lia jugalah gadis yang paling menawan dalam rombongan
itu. Lia memiliki wajah bulat dengan hidung mancung. Matanya sedikit
sipit karena ada darah campuran Cina di dalam tubuhnya. Giginya putih
bagaikan mutiara membuat senyumnya terlihat menawan. Rambutnya dipotong
pendek makin mengesankan sifatnya yang tomboy, meskipun justru bagi
sebagian orang Lia terlihat semakin manis dan feminin dengan potongan
rambut pendeknya. Hal itu masih ditambah dengan tubuh yang langsing tapi
padat dan putih bersih. Tinggi badannya yang 169 cm tidak tampak
terlalu jangkung karena proporsinya yang ideal. Jika dia berjalan, maka
yang menjadi perhatian, terutama kaum lelaki adalah pantatnya yang padat
dan payudaranya yang terlihat kenyal meski tidak terlalu besar.
Pakaiannya yang hampir selalu ketat membuat cetakan menonjol di
bagian-bagian itu.
Siang itu, di tengah cuaca yang
panas menyengat, terlihat Lia berjalan sendirian menyusuri jalan desa
dengan langkah agak terburu-buru. Dia memakai pakaiannya yang ketat,
kaus warna putih yang pas sebatas pinggang dan celana jins yang juga
ketat yang jika bergerak membuatnya repot setengah mati karena bagian
pinggangnya yang putih mulus jadi terbuka, mengintip diantara sela-sela
pakaiannya. Lia terlihat membawa setumpuk map yang berisi kertas, yang
membuatnya agak repot.
Tanpa diduga dari arah
belakang, sebuah mobil jeep butut berwarna putih kusam –tampak kotor
berdebu- dan berkarat di sana-sini berhenti tepat di depannya. Seorang
pria menengok dari jendela mobil. Pria itu sudah cukup tua, terlihat
dari wajahnya yang gemuk berminyak sudah berkerut, dan rambutnya yang
agak botak hampir semuanya beruban. Kumisnya yang juga sebagian beruban
tampak melintang sebesar jempol. Pria itu memakai seragam pegawai
kelurahan.
“Lho Neng Lia..” kata bapak itu sambil nyengir. Karena terkejut Lia menoleh cepat, sampai seolah lehernya terpuntir.
“Oh..
Pak Kades..” kata Lia agak kaget. Pria itu rupanya adalah Kepala Desa.
Saat perkenalan, Lia tahu namanya adalah Wirya, sering disapa dengan
sebutan Kades Wirya. Lia tidak terlalu mengenal Kades Wirya, tapi dia
sering mendengar penduduk membicarakannya. Desas-desus yang Lia sering
dengar adalah, Kades wirya adalah seorang mata keranjang yang doyan
kawin cerai. Dari cerita orang Lia pernah mendengar kalau istri Kades
Wirya sudah lama meninggal, tapi dia masih memilii beberapa istri
simpanan di desa lain. Benar atau tidaknya Lia tidak tahu, dan tidak
peduli.
“Neng Lia mau ke mana?” tanya Kades Wirya, dengan nada ramah dibuat-buat.
“Eh.. itu..” Lia jadi agak gugup. “Saya mau ke kecamatan. Ada laporan yang harus saya ambil buat program nanti.”
“Oh..”
Kades Wirya mengangguk mengerti. “Kalau begitu kebetulan. Saya juga mau
ke kecamatan, ada pertemuan dengan Pak Camat. Neng ikut Bapak saja
sekalian.”
Lia agak bimbang sesaat mendengar
tawaran itu. Tapi setelah dipikir-pikir dia akhirnya menerima tawaran
itu, mengingat jarak ke kantor kecamatan, apalagi jarang ada kendaraan
umum yang bisa ditumpanginya. Penduduk biasa menggunakan sepeda atau
berjalan kaki kalau ke kecamatan. Sementara Lia yang terbiasa dimanja
teknologi jelas tidak akan mau membuang tenaganya untuk jalan kaki kalau
ada yang bersedia memberinya tumpangan.
Sepanjang
perjalanan, Kades Wirya lebih banyak diam. Hanya sesekali ida bercerita
tentang masa lalunya. Lia hanya mendengarkannya sambil lalu. Dari apa
yang didengarnya, Pak Kades ini sebetulnya sedang ingin memamerkan
dirinya waktu masih muda. Tapi Lia tidak menyadari kalau selama
perjalanan itu Kades Wirya tidak hanya bercerita, tapi juga beberapa
kali mencuri-curi mengamati bagian-bagian tubuhnya.
Mereka
baru saja mencapai batas desa ketika mobil yang mereka tumpangi
tiba-tiba berdecit-decit dan berjalan tersendat-sendat dengan suara
mesin benderum kasar. Sesaat kemudian asap tipis mengepul keluar dari
kap mesin diiringi dengan matinya mesin mobil secara total.
“Kenapa mobilnya Pak?” tanya Lia.
“Tidak tahu Neng.” Kades Wirya menggelengkan kepalanya dengan sedikit gugup. “Kayaknya sih mesinnya ngadat.”
“Bisa diperbaiki nggak Pak? Soalnya kita kan musti ke kecamatan..” Lian betanya dengan nada sedikit cemas.
“Wah,
nggak tahu Neng, saya bukan ahli mesin..” jawab Pak Kades pelan. Lia
makin cemas, dia melihat ke atas, cuaca mulai gelap karena mendung.
“Kalau
begitu sebaiknya saya pergi ke kecamatan sendiri saja.” Kata Lia
setelah memeutuskan. Tapi Pak Kades mencegah langkah Lia sambil mencekal
pergelangan tangannya.
“Jangan Neng. Soalnya sebentar lagi hujan. Lagipula kantor kecamatan masih jauh dari sini.” Ujar Pak Kades.
Lia
mendadak menjadi gelisah mendengar ucapan Pak Kades Wirya, apalagi dia
melihat cuaca yang memburuk. Dan tepat seperti perkiraan Pak Kades,
gerimis mulai turun membuat pola bintik-bintik basah pada baju yang
mereka pakai.
“Wah.. sial..” Pak Kades memaki
pendek sambil menoleh ke arah Lia. “Kita sebaiknya cari tempat berteduh
Neng. Kebetulan rumah saudara saya ada di dekat sini.”
Lia
yang tidak tahu harus berbuat apa menghadapi situasi seperti ini
tampaknya hanya bisa menurut. Mereka berlarian menyusuri jalan yang
mulai becek oleh siraman air hujan yang makin lama makin lebat. Tak
berapa lama mereka sampai di sebuah rumah kecil separo tembok dan separo
kayu. Rumah itu terletak agak menjorok dan jauh dari rumah-rumah yang
lain, bahkan bisa dibilang itulah rumah satu-satunya yang ada di sekitar
situ. Agak jauh ke belakang rumah sudah berbatasan dengan hutan yang
menjadi pembatas desa.
Keduanya basah kuyup saat
masuk ke rumah itu. Rumah itu ternyata tidak dikunci. Pak Kades
membimbing Lia masuk ke rumah kecil itu. Mereka memasuki ruang depan
yang kecil dan suram karena jendelanya tertutup. Hanya ada sepasang
kursi kayu dan sebuah meja kayu kusam di situ. Lantainya terbuat dari
ubin dingin agak berdebu. Pak Jamal meraih lampu minyak di meja dan
menyalakannya. Seketika ruangan jadi terang oleh nyala lampu.
Eh..
Pak Kades.. apa ada kain atau baju ganti buat saya?” tanya Lia polos
setelah menggigil karena bajunya yang basah kuyup. Pak Kades tidak
langsung menjawab, dia untuk sesaat hanya memandangi Lia dengan tubuhnya
yang indah sedang terbalut kaus basah, kaus itu begitu basahnya
sehingga menempel di kulit Lia membuat kaus itu menjadi semi transparan
sehingga Pak Kades bisa melihat lekuk tubuh Lia yang mulus. Selama
beberapa detik Pak Kades memandangi tubuh Lia dengan sorot mata yang
aneh.
“Oh.. ya.. ada.” Pak Kades menjawab, tapi
suaranya menjadi berubah, tidak seperti suara Pak Kades yang asli,
seolah Pak Kades sedang menahan sesuatu yang menggebu di dalam tubuhnya.
“Di dalam kamar situ.” Pak Kades menunjuk kamar yang ada di sebelah
ruang depan.
Tanpa berpikir panjang lagi Lia
langsung bergegas masuk ke kamar itu. Kamar itu sempit dan sesak oleh
sebuah ranjang kayu berlapis kasur usang berseprai usang yang warnanya
sudah tidak jelas. Di dekatnya ada sebuah lemari kecil dari kayu yang
sama usangnya. Lia melihat ada sebuah jendela dengan terali besi kokoh
tepat di seberang pintu kamar. Tidak ada daun jendela di sana, hanya ada
sebuah tirai tipis berwarna putih kekuningan, sinar matahari yang suram
tertutup mendung menerobos masuk.
Lia mengaduk
isi lemari usang itu. Di sana ditemukannya sebuah kemeja berwarna putih
yang kelihatannya terlalu besar untuknya, dan itu adalah satu-satunya
pakaian bersih yang ada di sana karena sisanya hanya kain-kain tua yang
sudah bau apak.
Untuk sesaat dipandanginya kemeja
itu seperti menimbang apakah cocok untuk dirinya. Kemudian tanpa
memperhatikan kiri kanan, Lia mulai melepaskan kaus dan celana jinsnya
yang sudah basah kuyup, sekarang hanya tinggal BH dan Celana dalam
berwarna putih berenda-renda yang tampak sangat lembut. Sekujur tubuhnya
yang seksi itu nyaris telanjang, payudaranya yang sekal dan padat
terlihat menonjol dengan putingnya yang membayang di balik mangkuk BH
nya, sementara pinggangnya yang ramping ditambah pinggul yang bulat
padat bertemu membentuk segitiga yang tertutup celana dalam. Saat Lia
baru saja akan memakai kemeja yang didapatnya di lemari, Tiba-tiba Pak
Kades menyerbu masuk lalu menutup pintu dan menguncinya. Tubuh Lia saat
itu masih terbalut bra dan celana dalam. Lia kaget bercampur marah.
“Ada
apa, Pak? Saya kan baru ganti pakaian…?” katanya dengan nada
melengking, campuran antara marah dan malu. Tapi Pak Kades menanggapinya
dengan seringai liar.
“Tenang saja Neng… Bapak
cuman pingin melihat keindahan tubuh Neng Lia dari dekat… Soalnya jarang
sekali Bapak ketemu wanita secantikNeng Lia… Bapak hanya ingin lihat…”
kata Pak Kades dengan kalem..
“Keluar Pak… Jika
tidak saya akan berteriak…” jawab Lia sengit sambil menutup dengan
kemeja di tangannya, belahan payudaranya yang menonjol dari sela-sela BH
nya.
“Ayolah Neng.. Jangan marah begitu… Silakan berteriak sekerasnya… Tidak ada yang akan menolong Neng Lia di sini…”
“Jangan Pak, Jangan..” Lia mundur menjauhi Pak Kades. “Tolong Pak.. jangan sakiti saya..”
“Tenang
Neng, Bapak tidak akan menyakiti Neng Lia kalau Neng Lia nurut sama
Bapak,” jawab Pak Kades masih dengan ketenangan yang sama seperti
sebelumnya. Mendengar itu Lia benar-benar nekad melaksanakan ancamannya
untuk berteriak, tapi Pak Kades menggelengkan kepala.
“Percuma
juga Neng teriak, tempat ini jauh dari mana saja.” Kata Pak Kades.
“Lagipula kalau Neng teriak, apakah penduduk akan percaya pada Neng yang
orang asing? Mereka tentu lebih percaya pada saya.”
Hal inilah yang tidak diperhitungkan oleh Lia, seketika itu Lia menghentikan usahanya untuk berteriak.
“Ma.. maksud Bapak…?” Lia mulai gemetar.
“Gampang
saja kan Neng? Bapak bisa dengan mudah memutarbalikkan fakta, Bapak
bisa saja menuduh Neng berbuat mesum di tempat terlarang. Mereka pasti
lebih percaya pada Bapak, karena Bapak adalah Kepala Desa.”
Lia
seolah kehilangan keseimbangan, tubuhnya mendadak lemas, kakinya
menjadi gemetar. Dia tidak berpikir sampai sejauh itu. Otaknya mendadak
buntu oleh ketakutan dan kekalutan.
“Bagaimana
Neng..?” tanya Pak Kades dengan senyum penuh kemenangan. Lia diam saja.
Hatinya terasa sedih dan sakit. Pak Kades menganggap diamnya Lia sebagai
tanda setuju, karena itulah dia segera meraih tangan Lia dan membawa
Lia ke arah tubuhnya untuk dipeluknya. Lia terpaksa menurut karena tak
bisa melawan. Dalam pelukan Pak Kades, Lia menangis membayangkan petaka
yang akan ia alami. Tapi Pak Kades tidak mempedulikan tangisan Lia, dia
meraih dagu Lia dan mengulum bibirnya yang kecil mungil. Lia berusaha
mengatupkan bibirnya agar tidak bisa dikulum oleh Pak Kades. Namun
segala upayanya sia-sia. Pak Kades mendekap tubuhnya dengan begitu erat.
Secara spontan, gadis itu pun berusaha melepaskan dirinya. Apa daya,
rontaan tubuh Lia di dalam pelukan Pak Kades malah menimbulkan kontak
dan gesekan-gesekan dengan tubuhnya yang pada gilirannya malah semakin
memberikan kenikmatan dan menaikkan birahinya.
Tiba-tiba
dengan sekali sentakan Pak Kades berhasil menarik BH Lia sampai
terlepas dari tubuhnya, Lia menjerit kecil, payudaranya yang bulat dan
padat menggantung telanjang begitu menggairahkan. Bentuknya sangat bagus
dan masih kenyal dengan puting susu yang merah segar.
“Whuua..ternyata
lebih indah dari yang Bapak bayangkan, mimpi apa Bapak bisa merasakan
pentilnya gadis kota secantik Neng Lia..” pujinya ketika melihat
payudara Lia yang sudah tidak tertutup apa-apa lagi. Kini dengan leluasa
tangannya yang kasar itu menjelajahi payudara Lia yang mulus terawat
dengan melakukan remasan, belaian, dan pelintiran pada puting susunya.
Pak Kades berganti-ganti melumat dan mengulum puting susu Lia . Lia
mengejang mendapat perlakuan itu. Kesadarannya mulai hilang, dirinya
sekarang sudah dikuasai oleh dorongan seks yang makin kuat. Lia selama
ini belum pernah berhubungan dengan laki-laki sampai sejauh ini, dengan
pacarnya dia hanya berani berciuman, karena itu mendapat perlakuan Pak
Kades, desakan birahinya perlahan meledak.
Perlahan
Pak Kades membaringkan tubuh Lia di atas kasur yang lusuh itu sambil
terus meremas-remas kedua belah payudaranya. di hadapan Pak Kades
sekarang tampak sepasang paha yang panjang dan mulus yang berakhir pada
celana dalam putih berenda. Lalu dengan kasar Pak Kades menarik celana
dalam Lia sampai lepas. Dan Lia sekarang benar-benar sempurna telanjang
bulat terbaring di depan Pak Kades.Pak Kades memandangi kemulusan tubuh
telanjang itu dengan takjub.
“Ohh.. tidak Bapak
sangka ternyata Neng Lia lebih cantik jika ditelanjangi seperti ini, “
kata Pak Kades dangan deru nafas memburu. Lalu Pak Kades mulai
menelusuri sekujur tubuh telanjang itu dengan bibir dan tangannya. Bibir
Lia yang merah segar tidak henti-hentinya dilumat sementara tangan Pak
Kades tidak berhenti menggerayangi dan meremas payudara Lia. Pak Kades
lalu menjilati bagian perut Lia yang rata dan licin. Kemudian dia
membuka paha Lia lebar-lebar hingga terkuaklah liang vagina Lia yang
licin tak berbulu. Rupanya Lia secara rutin selalu mencukur rambut
kemaluannya.
Lalu Pak Kadespun mendekatkan
wajahnya dan menyapu liang vagina itu dengan lidahnya yang panjang juga
kasar. Lidah Pak Kades mencari klitoris yang ada di sela liang itu. Lisa
masih terus menangis namun kini tubuhnya telah terbuka seluruhnya dan
gairah yang dari tadi ia tahan akhirnya meledak juga.
“Oohhh…
aahhh… oohhhh …. aahssss… ehhsss…” Tanpa sadar Lia mulai mendesah
merasakan kenikmatan yang baru pertama kali dia rasakan. Pak Kades
mengetahui Lia mulai terangsang makin buas menggeluti tubuh yang putih
mulus itu. Dia mengangkangkan kaki Lia dan membenamkan wajahnya ke
vagina Lia. Bibir dan lidahnya terus-menerus mengorek liang kemaluan
Lia, sementara tangannya yang kekar dan berbulu meremas-remas payudara
mulus Lia.
“Oooooooohhhhhhh………….” Tak tahan lagi
Lia akhirnya mengalami orgasme, tubuhnya mengejang sesaat sebelum
akhirnya melemas lagi, dari vaginanya mengucur cairan bening kewanitaan.
Melihat
calon korbannya sudah tidak berdaya, Pak Kades tersenyum puas karena
berhasil menaklukkan gadis kota itu. Pak Kades meluia mmebuka pakaiannya
satu-persatu sampai telanjang bulat, penisnya yang sudah tegang
mengacung dengan begitu keras. Lalu dengan gerakan kasar, Pak Kades
menarik tubuh Lia yang bugil di atas ranjang, perlahan diangkatnya
tangan Lia ke atas, lalu Pak Kades melebarkan kedua belah kaki Lia
sehingga mengangkang lebar, membuat tubuh Lia sekarang seperti sebuah
huruf X, huruf X yang sangat membangkitkan nafsu karena terbuat dari
tubuh seorang gadis cantik dengan kulit putih mulus dalam keadaan bugil
di atas ranjang.
Pak Kades semula haya menatap
keindahan tubuh bugil yang ada di depannya dengan berkali-kali meneguk
ludah. Dia lalu naik ke atas ranjang dan menempatkan dirinya tepat di
antara kedua kaki Lia. Pak Kades sekarang sudah siap sepenuhnya untuk
menyetubuhi Lia. Sementara Lia yang baru saja mengalami orgasme hanya
bisa pasrah. Orgasmenya telah membuat tubuhnya tidak mampu lagi mematuhi
perintah otaknya, yang bekerja sekarang hanyalah dorongan seksnya yang
menggelora. Pelan-pelan Pak Kades mulai merebahkan dirinya menindih
tubuh mulus Lia sambil sesekali mencium bibir Lia. Lia hanya menggeliat
sesaat tapi kemudian dia mulai merasakan nikmatnya sentuhan liar dari
bibir Pak Kades di bibirnya. Pak kades lalu membimbing penisnya dengan
tangan kanan menuju ke liang vagina Lia. Sentuhan ujung penis Pak Kades
di bibir vagina Lia membuatnya menggeliat. Lia mengetahui sebentar lagi
keperawanannya akan direnggut secara paksa, tapi dia sudah terlanjur
dikuasai nafsu birahi sehingga dia tidak melawan sedikitpun. Dan
perlahan tapi pasti, Pak Kades mulai mendorong pantatnya maju, membuat
penisnya menyeruak masuk ke dalam vagina Lia secara perlahan-lahan. Lia
meringis menahan sakit pada vaginanya. Vaginanya yang masih perawan
terlalu sempit untuk dimasuki penis Pak Kades yang berukuran di atas
rata-rata itu. Pak Kades sendiri merasa kesulitan saat memasukkan
penisnya ke dalam vagina Lia. Dia merasakan jepitan vagian Lia begitu
kuat, seperti melawan desakan penisnya, tapi dengan satu dorongan kuat,
penis Pak Kades akhirnya amblas seluruhnya di dalam vagina Lia.
“Ahhhkk………….”
Lia merintih kecil merasakan sesuatu yang besar memenuhi liang
vaginanya yang sempit. Perlahan air matanya mengalir membasahi pipinya
yang mulus.
“Ehhh…… akhirnya masuk juga..” Pak Kades mengerang lirih. “Gila, tempiknya Neng Lia masih kenceng banget..”
Tapi
Pak Kades hanya membiarkan penisnya terbenam di dalam vagina Lia.
Selama tiga menit tidak ada pergerakan apapun dari Pak Kades. Rupanya
Pak Kades sedang memberikan waktu agar Lia dapat mengambil napas dan
agar Lia terbiasa dengan keadaan dimana penis Pak Kades yang besar
berada didalam vaginanya. Pak Kades sendiri sebenarnya sedang meresapi
nikmatnya jepitan lian vagina Lia yang masih perawan itu untuk beberapa
lama. Baru kemudian secara perlahan Pak Kades mulai menggoyangkan
pantatnya, membuat penisnya tertari keluar dari Vagina Lia. Lia merintih
saat penis itu lolos dari vaginanya. Tapi rintihannya berubah menjadi
jeritan kecil saat Pak Kades mendesakkan penisnya dengan gerakan liar.
Lia menggigit bibirnya merasakan sakit tapi sekaligus kenikmatan pada
vaginanya. Pak Kades lalu mulai melakukan gerakan memompa untuk
menggenjot vagina Lia dengan penisnya, mula-mula pelan, tapi saat vagina
Lia mulai terbiasa oleh penisnya, Pak Kades mulai mempercepat
genjotannya. Badan Lia terguncang-guncang keras maju mundur, kakinya
mengejang-ngejang dan menyentak-nyentak, tangannya dengan keras
memegangi seprei sampai berantakan, kedua payudaranya bergoyang cepat,
kepala terdongak ke atas dan bibirnya terkatup rapat antara menahan
sakit dan sensasi yang dirasakan di dalam vaginanya.
Melihat
hal itu Pak Kades menjadi makin bernafsu, sambil terus menggenjot
vagina Lia, dia juga menciumi dan menjilati payudara Lia sambil sesekali
bibirnya mengulum puting susunya seperti bayi yang sedang menyusu pada
ibunya. Kenyotan bibir Pak Kades pada payudara Lia menimbulkan sensasi
baru dalam tubuh Lia membuat gerkannya menjadi semakin liar.
“Aaahhh..ooohhhhh…
aaahhhh… ooohhhh..” desahan keras Lia mulai terdengar manja. Rasa sakit
pada vaginanya sudah dilupakan dan digantikan oleh kenikmatan yang luar
biasa.
Setelah selama sepuluh menit, Pak Kades
merasa bosan dengan gaya konvensional itu, dia perlahan bangkit. Dia
tertegun saat melihat bercak darah di sekitar vagina Lia.
“Astaga, jadi Neng Lia masih perawan ya..?” tanya Pak Kades yang dijawab Lia oleh anggukan lemah.
“Wah..
kalu begitu Bapak beruntung banget hari ini, bisa memerawani seroang
gadis kota, cantik lagi..” kata Pak Kades senang. Lia hanya diam saja
mendengar ocehan Pak Kades.
“Nah sekarang Neng Lia
ganti gaya doang..” pinta Pak Kades. Dia menyuruh Lia menungging di
atas ranjang, lalu kembali diserangnya vagina Lia dari belakang seperti
seekor anjing. kedua tangan kekarnya memegang pinggul Lia dan menariknya
hingga posisi pantat Lia kini merapat dengan pinggul Pak Kades mambuat
penis Pak Kades membenam seluruhnya di dalam vaginanya. Lia menjerit
lirih, matanya terpejam sambil menggigit bibirnya sendiri dan badannya
kembali menegang keras.
Lalu mulailah Pak Kades
menggenjot kembali vagina Lia dengan kedua tangan memegangi pinggul Lia.
Dia mulai memaju-mundurkan kemaluannya mulai dari irama pelan kemudian
makin cepat sehingga membuat tubuh Lia tersodok-sodok dengan kencangnya.
“Aahh..
aahh.. aahhh.. oohh….. oohh..” Lia kembali menjerit-jerit saat Pak
Kades menggenjotnya lagi. Tubuhnya sekarang basah oleh keringat.
Payudaranya yang menggantung indah bergoyang-goyang seirama genjotan Pak
Kades. Perlahan Pak Kades mulai menjamah payudara Lia dari belakang,
sambil terus menggenjot vagina Lia, Pak Kades juga meremas-remas
payudara Lia. Erangan-erangan Lia semakin keras, badan dan kepala
semakin bergoyang-goyang tidak beraturan mencari titik-titik nikmat di
dalam vaginanya. Tidak tahan lagi, lia akhirnya mengejang dan mengerang.
“AAHHHHHHHHHHGGHHHH…………”
kembali Lia mngalami orgasme, kali ini bahkan lebih dahsyat dari
sebelumnya. Melihat Lia orgasme lagi, Pak Kades makin brutal. Dia
mendorong Lia sampai tersungkur lalu membalikkan tubuh Lia dengan kasar
dan dipentangkannya kaki Lia selebar yang dia mampu sambil diangkat ke
atas sehingga kaki Lia sekarang membentuk huruf V membuat vagina Lia
terkuak sangat lebar. Pak Kades lalu kembali melesakkan penisnya ke
dalam vagina Lia dan kembali menggenjotnya, kali ini gerakannya sangat
liar dan tidak teratur membuat tuuh Lia tersentak-sentak dengan kasar.
“AHHKHHH…
OOOHHHHHHKK.. AAHHHHH……..” Lia menjerit-jerit merasakan penis Pak Kades
menggenjot vaginanya dengan kasar, kepalanya bergoyang keras ke kiri
dan ke kanan, matanya terpejam sambil menggigit bibirnya menahan sakit
dan nikmat yang luar biasa. Tak tahan mendapat rangsangan sedemikian
hebat, tubuh Lia kembali mengejang sampai melengkung ke atas membuat
tulang rusuknya menjiplak di kulitnya.
“AAAAAAAAAGGGGGGGGGGGGGGGGGGGH…
… … ..” teriak Lia saat mengalami orgasme untuk ke sekian kalinya.
Bersamaan dengan itu Pak Kades juga menekan keras penisnya ke dalam
vagina Lia.
“AAGGHHHHHHHH… ” Pak Kades melenguh
keras, sensasi yang sedari tadi ditahan akhirnya dilepaskan dengan
sangat dahsyat sambil memuncratkan spermanya ke dalam vagina Lia.
Keduanya kembali lemas setalah mengalami orgasme secara bersamaan. Pak
Kades ambruk sambil mendekap tubuh mulus Lia.
“Oohhhh….
Bapak sangat puas Neng…” Pak Kades berbisik di telinga Lia, lalu sambil
mencium bibir Lia, Pak Kades bangkit meninggalkan Lia terbaring tanpa
busana di atas ranjang.
Pak Kades lalu memakai pakaiannya lagi. Dia kemudian mendekati Lia yang masih terbaring di atas ranjang.
“Ingat ya Neng.. Neng harus menuruti setiap keinginan Bapak, kalau tidak Neng bakal celaka.. mengerti kan Neng..?”
Lia hanya menjawabnya dengan anggukan lemah.
“Sekarang
Neng Lia mandi yang bersih ya..” kata Pak Kades. Dia lalu menarik
tangan Lia sampai Lia bangun dari ranjang. Lalu dibimbingnya Lia yang
masih dalam keadaan bugil menuju kamar mandi di belakang. Di sana di
amenyuruh Lia mandi sebersih-bersihnya untuk menghilangkan bekas-bekas
perkosaann yang melekat di tubuhnya. Lia kemudian dibawanya ke kamar
lagi. Dia diijinkan memakai pakaian lagi, tapi satu-satunya pakaian yang
boleh dipakainya hanyalah celana dalam, sedangkan tubuh bagian atasnya
dibiarkan telanjang.
Pak Kades lalu berjalan
keluar dari kamar sambil tertawa penuh kemenangan. Dia kembali ke
ruangan depan, di sana dia duduk santai di kursi sambil merokok.
Tak
seberapa lama, dua orang laki-laki setengah baya tampak masuk ke dalam
rumah, sebagian baju mereka yang lusuh terlihat basah. Yang seorang
bertubuh kurus dan bungkuk dengan rambut tipis beruban banyak, matanya
agak juling dan giginya sebagian sudah ompong. Yang satu lagi berkulit
hitam dengan wajah cacat seperti bekas terbakar dan agak cekung, rambut,
kumis dan janggutnya jarang-jarang dan beruban di mana-mana. Melihat
mereka, Pak Kades bangkit dari duduknya.
Aman! Jupri! Dari mana Kalian?” tanya Pak Kades.
“Tadi
kami pergi ke rumah istri Pak Kades yang satu lagi, tapi karena hujan,
kami jadi tertahan di sana,” Aman yang bungkuk menjawab.
“Iya Pak Kades..” timpal si Jupri.
“Dan dia bilang apa?” tanya Pak Kades
“Yah.. dia bilang sih mau balik ke Pak Kades..” jawab Aman lagi.
“Hehehehehe..” Pak Kades tertawa. “Bagus.. bagus.. tidak sia-sia kalian bekerja padaku..”
“Kalau gitu kami dapat hadiah dong pak..” kata Aman sambil nyengir.
“Hadiah?” Pak Kades berpikir sesaat. “Oh.. ya, kalian akan dapat hadiah, hadiah yang sangat menyenangkan.”
Pak
Kades masuk kembali ke dalam kamar diikuti tatapan Aman dan Jupri yang
bertanya-tanya dalam hati seperti apa hadiah yang akan mereka terima.
Dan sesaat kemudian, seolah mata mereka meloncat dari tempatnya, mereka
melotot leber-lebar saat Pak Kades keluar dari kamar sambil menuntun
seorang gadis yang sangat cantik yang nyaris dalam keadaan telanjang
bulat, hanya sehelai celana dalam yang masih melekat di badannya.
Aman
dan Jupri melongo seperti kemasukan jin menyaksikan pemandangan yang
sangat indah itu, Lia yang begitu cantik dan nyaris telanjang berdiri di
depannya. Tubuhnya yang seksi terlihat begitu menggairahkan, apalagi
Pak Kades melarang Lia untuk menutupi payudaranya membuat payudara yang
indah itu menggantung bebas, polos dan telanjang.
“Nah.. kalian suka dengan hadiah ini?” Pak Kades mendorong Lia ke depan, membuatnya nyaris terjungkal.
“Ohh.. suka banget Pak..” Aman menjawab tanpa mengalihkan pandangannya dari tubuh mulus Lia. “Ini hadiah yang paling indah..”
“Bahkan Neng Ani, kembang desa sebelahpun nggak ada apa-apanya kalau dibandingkan dia..” Jupri menambahi.
“Kalau
begitu, selama satu hari ini, kalian boleh nikmati dia..” kata pak
Kades ringan, yang disambut dengan tawa puas dari mereka berdua.
“Di dalam saja Man.. “ kata Jupri sambil menunjuk ke kamar. “ada kasurnya.. enak kan kalau nanti dia kita entotin di kasur..”
Aman setuju dengan usul Jupri, keduanya membimbing Lia masuk lagi ke dalam kamar dam negunci pintunya.
Kedua
orang penjaga rumah itu sekarang berjalan mengelilingi Lia sambil
berkali kali berdecak mengagumi keindahan dan kemulusan tubuh Lia.
“Astaga…
mulusnya.. montoknya..” Aman berdecak sambil membelai paha Lia yang
putih. Lia berdesir merasakan rabaan tangan kasar itu pada pahanya.
“Iya nih Man..” Jupri manambahi sambil meremas pantat Lia.
“Nama
Neng siapa sih..? Kok cantik banget..” tanya Aman sambil membelai
payudara Lia dengan kurang ajar. Lia merintih sesaat sambil meneteskan
air mata. Dia meras sangat terhina diperlakukan seperti itu, tapi dia
sama sekali tidak kuasa untuk menolaknya.
“Lia Pak..” jawab Lia pelan dengan sedikit tersedu.
“Oh..
namanya Lia.. cantik, secantik orangnya..” kata Aman sambil meremas
payudara Lia, membuat Lia merintih kecil. “Kalau nggak keliru, Neng Lia
kan cewek kota yang lagi KKN di sini ya..?”
“Ahhhhhh…
iya Pak… Oohhhhhhhh……” Lia menjawab sambil mendesah karena pada saat
itu Aman kembali meremas kedua payudaranya sementara pada saat yang
sama, Jupri sedang sibuk meremasi pantatnya sambil sesekali membelai
selangkangan Lia yang masih tertutup celana dalam.
“Neng Lia suka ngentot nggak..? “ tanya Aman lagi. Lia hanya mengangguk pasrah.
“Ditanya kok Cuma ngangguk saja, jawab dong Neng..” kata Aman lagi.
“Ehh..
iya.. Pak… saya.. suka ngentot..” jawab Lia sambil terbata, menahan
desakan nafsunya yang kembali bangkit akibat belaian dan cumbuan pada
paudara dan selangkangannya.
“Neng Lia mau nggak ngentot sama kami?” tanya Aman kalem sambil terus mencumbui payudara Lia.
“Iyaa…
mau.. mauuu…” Lia menjawab sambil mengerang, rupanya dia sudah hampir
mencapai klimaksnya lagi. Persetubuhannya dengan Pak Kades membuat nafsu
birahinya begitu mudah dibangkitkan.
Jupri yang
sedari tadi mengusap-usap kemaluan Lia merasakan jari tangannya menjadi
basah, menandakan vagina Lia sudah siap untuk dimasuki oleh penis, tapi
Jupri ingin membuat Lia mengalami orgasme, karena itu tiba-tiba dia
memelorotkan celna dalam Lia sampai ke batas lutut lalu merenggangkan
kaki Lia sehingga selangkangannya terbuka. Lia yang sudah terlanjur
terangsang tidak menolaknya, dia bahkan secara sukarela membuka pahanya.
Jupri langsung menyerang kemaluan Lia yang terbuka dengan jari-jarinya
sambil sesekali menusuk dan mengocok-ngocok jarinya di dalam liang
vagina Lia. Lia menjerit tertahan setiap kali jari Jupri mengocok
vaginanya. Tidak tahan lagi, Lia akhirnya mengejang. Lia benar-benar
sudah kembali mencapai orgasmenya, membuat vaginanya sangat basah.
“Heheheh…
enak kan Neng..? Neng suka nggak digituin?” tanya Aman sambil
cengengesan, seolah perbuatannya terhadap Lia barusan hanyalah sekedar
permainan anak-anak yang tidak berarti.
Lia masih terengah-engah merasakan orgasmenya yang meledak lagi. Dia hanya bisa mengangguk menjawab pertanyaan itu.
“Sekarang
giiran Neng yang muasin kami ya..” kata Aman. Kemudian Aman dan Jupri
membuka pakaiannya satu-persatu sampai telanjang bulat. Kedua penis
mereka menegang keras. Hitam, besar dan panjang.
“Sekarang
Neng emutin dong kontol kami..” kata Aman santai. Lia untuk sesaat
memalingkan mukanya menghindari menatap kedua penis itu. Tapi mau tidak
mau, Lia harus menuruti mereka. Maka perlahan Lia mulai berlutut di
hadapan Aman dan Jupri. Serentak kedua penis itu mengacung tegak di
depan wajah Lia. Perlahan Lia mulai melingkarkan genggamannya pada penis
kedua penjaga rumah itu. Besarnya pas satu genggaman tangan Lia yang
mungil. Lalu Lia mulai melakukan gerakan mengocok penis mereka, dan
secara bergantian, Lia kemudian mengulum penis mereka.
“Ahhhhgghh…..”
Aman mulai mengerang merasakan belaian tangan dan bibir Lia pada
penisnya. Dengan tangan kanannya Bella memegang batang penis Aman, dan
tangan kririnya menggenggam penis Jupri, sementara kepalanya bergerak
maju mundur berirama dengan berusaha membuka rahangnya lebar-lebar agar
giginya tidak bersentuhan dengan kepala penis mereka. Secara bergantian
Bibir Bella terus mengulum maju mundur pada kepala dan batang penis Aman
dan Jupri, sedangkan lidahnya terus begerak menjilati dan membasahinya.
‘Oohhhh…
Aaahhhh…. Aooooohhh….” Aman dan Jupri mengerang-erang nikmat merasakan
setiap sensasi pada penis mereka. Tapi tiba-tiba Aman menyuruh Lia
menghentikan kuluman pada penisnya. Dia berjalan ke belakang dan berdiri
di belakang Lia. Lia yang masih sibuk mengulum penis Jupri menjadi
tegang, apalagi saat Aman menyuruhnya berdiri. Masih dengan tangan dan
mulut sibuk mengulum dan mengocok penis Jupri, Lia berdiri. Hal itu
memaksanya berdiri sambil menungging, dan memang itulah yang diinginkan
oleh Aman. Dia kemudian menyuruh Lia merenggangkan kakinya. Tiba tiba
Lia merasa ada sesuatu yang basah di bawah sana, ternyata Aman sedang
menjilati bongkahan pantatnya yang montok. Tubuh Lia menggelinjang,
apalagi waktu mulut Aman bertemu dengan vaginanya, lidah itu beraksi
dengan ganas di daerah itu membuatnya semakin becek.
“Ahhhghhh…
ohhh..” Lia menreang pelan, nyaris saja dia menggigit penis Jupri.
Jupri melihat payudara Lia yang bergantung indah itu sekarang
bergoyang-goyang, tanpa pikir panjang lagi, Jupri mulai meraih payudara
lembut itu dan mulai meremasnya pelan, membuat Lia makin terangsang.
Tiba-tiba
Lia menghentikan kulumannya pada penis Jupri dan mengerang tertahan,
dia lepaskan sejenak penis Jupri dari mulutnya. Wajahnya meringis karena
di belakang sana Aman sedang berusaha mendorong penisnya masuk ke dalam
liang vaginanya.
“Aahhhh… oohh…oohh…!!” rintihnya
dengan menengok ke belakang melihat penis itu pelan-pelan memasuki
vaginanya. Tapi dengan cepat Jupri yang tidak mau kenikmatannya
berkurang meraih wajah Lia dan kembali memaksanya mengulum penisnya.
Lia
merasakan vaginanya penuh sesak oleh penis itu, benda itu bahkan
menyentuh dinding rahimnya. Aman mulai menggerakkan pinggulnya
maju-mundur, gesekan-gesekan nikmat langsung terasa baik oleh yang si
penusuk maupun yang ditusuk. Lia menggelinjang nikmat, tubuhnya
melengkung ke belakang, mulutnya mengeluarkan erangan. Erangan Fanny
lalu teredam karena Jupri menekan kepalanya dan menyuruhnya mengulum
penisnya kembali. Lia pun mencoba kembali berkonsentrasi pada penis
Jupri di tengah sodokan-sodokan Aman yang makin kencang.
“Pelan-pelan
aja Man, ntar anu saya kegigit gimana ?” kata Jupri melihat Lia agak
kesulitan mengulum penisnya karena tubuhnya berguncang terlalu hebat.
“Hehehe…maaf
deh Pri, keenakan sih sampai lupa..” Aman terkekeh lalu mulai
mengurangi sedikit kecepatannya. Dengan begitu Lia bisa lebih mudah
melayani penis Jupri sambil mengimbangi gerakan Aman. Lia
mengombinasikan hisapan dengan kocokan tangan pada penis Jupri membuat
Jupri merem melek merasakan kenikmatan yang tiada taranya itu.
Hampir
limabelas menit lamanya Lia diperlakukan sedemikian rupa. Tubuhnya yang
putih mulus sekarang kembali basah oleh keringat. Tiba-tiba Aman
melepaskan penisnya dari liang Vagina Lia. Perlahan dia mengarahkan
penisnya ke bagian anusnya.
“Jangann..! Jangan di
situ.. mmpphh..” Jerit Lia yang langsung teredam oleh sodokan penis
Jupri pada mulutnya. Aman sendiri tidak peduli dengan ucapan Lia
barusan, dia berusaha mati-matian mendesakkan penisnya ke dalam anus
Lia.
“AAHHKK..” Lia sontak mengejang dan
mendongakkan kepalanya, penis Jupri terlepas begitu saja dari
kulumannya. Aman rupanya telah berhasil memasukkan penisnya ke dalam
anus Lia. Selama beberapa saat Aman membiarkan saja Lia
menggeliat-geliat, seperti ingin menyiapkan anusnya agar bisa menerima
sodokan Aman. Aman lalu mulai menarik kembali penisnya keluar. Lia
meringis sekali lagi, air matanya makin deras mengalir, sakitnya luar
biasa seolah anusnya sedang diledakkan oleh kekuatan yang sangat besar,
tapi pada saat yang sama, Lia juga merasakan sensasi tersendiri dari
perbuatan Aman tersebut.
Pelan-pelan Aman mulai
mendorongkan penisnya lagi. Lalu dengan gerakan pelan, Aman mulai
menggenjot penisnya pada anus Lia. Lia merintih-rintih setiap kali Aman
menyodok anusnya. Tapi setelah agak lama, dia merasakan anusnya bisa
menampung penis Aman. Jeritannyapun mulai berubah menjadi
erangan-erangan lirih. Aman perlahan mulai meningkatkan tempo
genjotannya sehingga membuat tubuh Lia terguncang-guncang. Tiba-tiba
Aman melingkarkan kedua lengannya ke ketiak Lia dan menarik bahunya
sehingga kedua lengan Lia sekarang terkunci oleh lengan Aman dan
terentang ke samping, membuat Lia terpaksa melepaskan kulumannya pada
penis Jupri. Dalam posisi seperti itu Aman kemudian menarik tubuhnya ke
atas ranjang sehingga keduanya terlentang di atas ranjang dengan posisi
tubuh Lia ada di atasnya.
Melihat hal itu, Jupri
ikut maju, dipentangkannya kedua belah paha Lia dan ditekuknya ke arah
samping sehingga mengangkang seperti kodok, membuat vaginanya terkuak
lebar.
“Oohhh… janganh.. ahhh…” Lia menyadari apa
yang akan dilakukan oleh Jupri pada vaginanya. Pelan-pelan Jupri mula
mendekatkan penisnya ke vagina Lia. Dan.
“AAHHHHHKKK…”
Lia menjerit saat penis itu menembus liang vaginanya. Sekarang dua
batang penis besar memasuki tubuhnya dari depan dan belakang. Lia
meronta-ronta hebat saat secara bergantian Aman dan Jupri menggenjot
tubuhnya. Tubuh putih itu menggeliat-geliat di dalam himpitan kedua
penjaga rumah buruk rupa itu. Dan sambil menggenjot vagina Lia, Jupri
juga sibuk menciumi dan melumat bibir Lia. Lia merasa tersiksa dihimpit
kedua penjaga rumah yang memperkosanya dengan brutal, tapi sebenarnya
Lia juga merasakan sebuah sensasi hebat yang bergolak dari dalam
tubuhnya, bagaikan api besar yang membara dan meledak-ledak di dalam
tubuhnya, membuat Lia akhirnya tenggelam dalam permainan seks bertiga
itu. Apalagi ternyata Aman dan Jupri sangat lihai dalam urusan seks,
membuat sensasi dalam tubuh Lia meledak.
“aahhh…
ahhhh… mau nyampe…….. oohhh… udaaaahhh… oohhh… udaaahhh…” Lia
merintih-rintih merasakan orgasmenya setiap saat bisa meledak. Tapi
kelihaian Aman dan Jupri dalam bersenggama membuat mereka bisa menahan
orgasme Lia. Mereka tidak ingin Lia selesai dengan mudah. Setiap kali
Lia akan meledakkan orgasmenya, setiap kali pula mereka menghentikannya
dengan bermacam cara, seperti dengan menghentikan genjotan penisnya,
atau menjambak rambut Lia sampai kesakitan dan melupakan dorongan
orgasmenya. Lia benar-benar dibuat takluk oleh kedua penjaga rumah itu.
Wajahnya sampai merah keunguan merasakan sensasi orgasmenya berulang
kali berhasil digagalkan. Entah berapa lama tubuh Lia berada di dalam
himpitan dan genjotan kedua penjaga rumah itu. Lia sendiri sampai
terlalu payah untuk merintih, tubuhnya sekarang hanya tergetar dan
menggeliat setiap kali hendak orgasme.
“Gimana rasanya dientot berdua Neng? Ngomong dong..” kata Jupri sambil terus menggenjot vagina Lia.
“Eeegghh…
ennaaakkk… Oohhhh… Nikmathh… Ahhhhh…..” jawab Lia sambil membiarkan
kedua puting payudaranya dijilat dan digigit kecil oleh Jupri.
“Apa Neng mau kalau saya hamili..?” tanya Jupri.
“Ehhkkhh….
iyaahhh… mauuhhh… oohhh…” Lia menjawab asal saja. Mendengar hal itu
Jupri makin bersemangat menggenjotkan penisnya, seolah dia berharap
benar-benar bisa menghamili gadis kota secantik Lia. Sampai akhirnya
Jupri tidak tahan lagi untuk meledakkan orgasmenya.
“AAGGGHHH……….”
Jupri mengerang dan mengejang kuat, seketika spermanya menyembur deras
membanjiri rahim Lia. Jupri menggelepar merasaksn kenikmatan luar biasa
yang diperolehnya dari tubuh mulus Lia.
Setelah
Jupri selesai, giliran Aman sekarang menggenjot vagina Lia yang sekarang
ditelentangkannya di atas ranjang. Aman memang puny atenaga ekstra,
mungkin sudah lebih dari satu jam dia menyetubuhi Lia, tapi belum
sedikitpun ada tanda dia bakal selesai. Tubuh Lia yang sudah lemas hanya
bisa terhentak mengikuti setiap gerakan Aman yang menggenjot vaginanya.
Sambil terus menggenjot vagina Lia, Aman juga sibuk mencium dan melumat
bibir Lia. Karena sudah pasrah, Lia pun ikut membalas ciumannya, lidah
mereka saling membelit dan beradu, air liur mereka menetes-netes di
pinggir bibir.
“Ahhh… ahhhh…. oohhhhh… oohhhh…” Lia mengerang lirih setiap kali Aman menyodokkan penisnya secara brutal.
Lia
menggeliat antara sakit bercampur nikmat, perlakuan Aman yang kasar
ternyata justru membuat gejolak birahi Lia kian meledak. gaya bercinta
jon yang barbar justru menciptakan sensasi tersendiri. Di ambang
klimaks, tanpa sadar Astrid memeluk tubuh Aman dan memberikan ciuman di
mulutnya. Selama hampir lima menit kedua bibir itu saling bersatu
seperti terikat oleh benang yang tidak kelihatan sampai akhirnya Lia
mendesis panjang dengan tubuh mengejang, tangannya mencengkeram punggung
Aman dan menancapkan kuku-kukunya ke punggung itu membentuk bilur bilur
kemerahan.
“AHHHHHHHHKKHHHHHHHHH……….” Lia
menjerit keras. Orgasme yang sebegitu lamanya tertahan akhirnya meledak
juga, Lia mencengkeram punggung Aman dengan begitu kuat. Tubuhnya
melengkung seperti busur, kakinya menendang-nendang ke segala arah
dengan tidak terkendali. Sungguh dahsyat orgasme yang didapatnya. Selama
beberapa detik lamanya tubuh Lia yang mulus itu melengkung dan
menegang, vaginanya berdenyut dengan sangat kuat mencengkeram penis Aman
seolah ada sebuah tangan raksasa yang menjepit penis itu dan
menghancurkannya.
Aman tidak bisa bertahan
mendapatkan cengkeraman vagina Lia yang berdenyut hebat itu. Tubuhnya
ikut menegang. Aman menyodokkan penisnya dengan kuat, seolah mencoba
menahan ejakulasinya untuk terakhir kali, tapi dia tidak mampu lagi
bertahan.
“OOHHKKKKKKKHHH…….” Aman melenguh
panjang seperti banteng, tanpa bisa ditahan, spermanya menyembur deras
dan kembali mengisi rahim Lia. Perlahan tubuh mereka kembali melemas.
Aman langsung ambruk kelelahan menindih tubuh mulus Lia yang juga
kepayahan. Ketiganya terkapar tidak berdaya setelah mencapai kepuasan
seksual secara hampir bersamaan. Perlahan keduanya tertidur dalam satu
ranjang.
Malam sudah hampir turun saat Lia membuka
matanya. Tubuhnya teras sangat letih dan sakit seperti ada serombongan
orang yang baru saja memukuli tubuhnya. Dirasakannya ada sesuatu
menindih tubuhnya. Ternyata kedua penjaga rumah itu masih tertidur di
sampingnya dengan tangan mereka memeluk tubuhnya. Tangan Aman bahkan
masih mencengkeram payudaranya.
Dengan gerakan
pelan, Lia menyingkirkan kedua tangan nakal itu dengan harapan keduanya
tidak terbangun, tapi harapannya buyar saat Aman tiba-tiba membuka
matanya.
“Lho.. sudah bangun ya Neng..?” katanya sambil tersenyum. Sontak Lia mendekap kedua belah payudaranya yang masih telanjang.
“Ngapain juga ditutupin Neng, entar paling kebuka lagi..” kata orang di sebelahnya. Jupri rupanya sudah bangun juga.
“Benar
tuh Neng..” kata Aman sambil berusaha melepaskan dekapan tangan Lia
dari payudaranya, begitu juga dengan Jupri. Lia hanya bisa menangis tapi
tidak kuasa menolaknya, payudaranya kembali menggantung bebas
telanjang.
“Neng emang cantik dan pintar..” kata
Aman sambil meremas-remas payudara Lia sebelah kiri, sedangkan Jupri
menikmati payudara Lia yang sebelah kanan.
“Iya
nih.. Neng jago banget lho ngentotnya, Bapak jadi ketagihan nih..”
timpal Jupri. Lia hanya mendesah pelan merasakan payudaranya digumuli
oleh kedua pria itu. Keduanya lalu menyuruh Lia untuk mandi bersama
mereka, sambil mandi, sesekali mereka juga meraba dan meremas-remas
payudara dan pantat Lia, Jupri bahkan nekad menyabuni bagian
selangkangan Lia membuat Lia mendesah tertahan.
Selesai
mandi, mereka mengijinkan Lia untuk berpakaian, tapi hanya celana dalam
saja yang boleh dia pakai sementara tubuhnya yang lain tetap diharuskan
telanjang. Lia lalu dibawa ke ruangan tengah. Di sana sudah ada Pak
Kades yang menunggu.
“Wuah.. sudah cantik lagi
Neng kita satu ini..” komentar Pak Kades melihat Lia yang sudah bersih.
Wajahnya yang tanpa polesan kosmetik terlihat justru semakin cantik,
apalagi saat itu Lia hanya memakai celana dalam saja, sehingga tubuhnya
yang mulus terbuka, membuatnya menjadi semakin mengundang selera.
“Nah..
malam ini Neng Lia Bapak minta untuk menjadi pelayan kami. Neng Lia
harus melayani kami apa saja, mulai dari urusan dapur sampai urusan
kasur.” Kata Pak Kades. “Dan sekarang Neng ambilin makanan di dapur
sana..”
“I.. iya Pak..” jawab Lia tersedu, air matanya kembali mengalir.
“Sudah,
jangan nangis, sana cepat ke dapur!” perintah Pak Kades. Lia dengan
gugup menurut. Beruntung Lia tidak disuruh memasak pula, seumur hidup
Lia tidak pernah menginjakkan kakinya ke dapur apalagi memasak, sebagai
anak orang kaya semuanya selalu siap di depannya tanpa perlu bersusah
payah.
Lia membawa makanan dari dapur ke ruang
tengah. Tapi dia lupa membawa piring dan sendoknya membuat Pak Kades
marah. Lia segara berlari kembali ke dapur dengan tergesa-gesa.
Sambil
makan, mereka bertiga menyuruh Lia untuk menari sebagai hiburannya. Lia
terpaksa melakukannya, diiringi musik dangsut yang diputar dari sebuah
radio mini Lia mulai menari telanjang dengan gerakan luwes. Lia terbiasa
dugem sehingga gerakan-gerakannya mengalir begitu lancar. Ketiga orang
pria bejat itu bertepuk tangan sambil bersuit suit menikmati keindahan
tubuh telanjang Lia yang sedang meliuk-liuk erotis.
“Ahh..
yaa.. bagus Neng.. terus aja narinya,” Kata Pak Kades sambil tetap
makan. Mereka serasa sedang makan di restoran atau kafe dengan adanya
hiburan merangsang itu. Mereka paling suka saat Lia menari seperti
penari striptease sambil berpura-pura melakukan mastrubasi dengan
meremas-remas payudaranya sendiri.
Puas dengan
tarian telanjang itu, merekapun menyuruh Lia berhenti. Lia yang
kekelahan langsung terpuruk di lantai. Apalagi dia belum makan.
Kepalanya terasa pusing.
“Oh.. Neng mau makan
ya..?” tanya Pak Kades setelah mengetahui Lia melihat ke atas meja,
dimana di situ terhidang makanan yang masih tersisa.
“Iya Pak..” kata Lia penuh harap.
“Kalau Neng mau makan ada syaratnya Neng..” kata Pak Kades. “Turunin celana dalamnya Neng..”
Lia terkejut mendengar ucapan Pak Kades. Dia menggeleng sambil ketakutan.
“Terserah kalau Neng nggak mau nurunin celana dalamnya, nggak dapat makanan.” Kata Pak Kades kalem.
“Iya
Pak.. baik ..” Lia berkata cepat. Dia segera memelorotkan celana
dalamnya sendiri sampai sebatas lutut. Vaginanya sekarang telanjang.
“Hehehehehe…
Neng memang pintar.” Kata Pak Kades sambil memelototi vagina yang licin
bersih itu. “Sekarang pegangan ke meja. Lalu renggangin kakinya.”
Perintah Pak Kades sambil menunjuk ke arah meja. Liapun menurut membuat
tubuhnya membungkuk deangan pantat menungging. Lia tahu sebentar lagi
dirinya kembali akan diperkosa, tapi sedapat mungkin dia berusaha
pasrah.
“Hehehehe.. pintar.” Kata Pak Kades.
“Kalau mau makan, Neng lia harus bersedia dientotin sama kita.”
Tambahnya. ”Tapi kali ini Neng boleh pilih siapa berhak ngentotin Neng.”
Sejenak
Lia merasakan kebingungan yang luar biasa, memilih sesuatu yang buruk
dari yang terburuk bukan pilihan yang mudah. Sampai akhirnya Lia
menjawab.
“Saya pilih Pak Kades saja..” jawab Lia tersendat.
“Kenapa pilih saya?” tanya Pak Kades yang membuat Lia kebingungan tidak tahu harus menjawab apa.
“Ehh.. karena.. karena Bapak ganteng sih..” jawab Lia sekenanya. Pak Kades tertawa mendengar jawaban seadanya itu.
“Bagus
kalau begitu, sekarang siap ya Neng..” kata Pak Kades sambil berjalan
menuju ke belakang Lia. Vaginanya yang sudah terbuka sepetinya sudah
siap dimasuki oleh penis lagi. Pak Kades langsung memasukkan penisnya ke
dalam liang vagina Lia. Dan perlahan Pak Kades menggenjot vagina Lia
dengan penisnya. Lia merintih-rintih kesakitan karena vaginanya belum
siap menerima penis yang disodokkan dengan ganas. Tapi Pak Kades tidak
peduli. Dia hanya ingin mereguk kenikmatan seksual dari tubuh mulus
gadis kota itu sebanyak mungkin. Dan setelah sepuluh menit disetubuhi,
Liapun akhirnya kembali terangsang meskipun itu di luar kehendaknya.
“AHHHHH………
AHHHH………” Lia mengerang keras sambil menggeliat liar, tubuhnya
menegang, tangannya mencengkeram meja dengan kuat dan kemudian perlahan
mengendur lagi lalu melemas kehabisan tenaga, rupanya Lia kembali
mengalami orgasme. Pak Kades yang sedang menggenjotnya pun semakin
bernafsu, penisnya ditekan lebih dalam sampai bibir vagina Lia ikut
tertekan. Beberapa detik kemudian dengan erangan penuh kepuasan, Pak
Kades menumpahkan spermanya di dalam rahim Lia, genjotannya masih
berlanjut sekitar 1-2 menit ke depan, dari vagina Lia nampak menetes
cairan sperma yang kental, lalu Tubuh Lia kembali melemas. Tubuh Lia
langsung terpuruk di lantai setelah Pak Kades melepaskan pegangannyna
pada pinggul Lia.
“Hehehehe.. sekarang Neng baru boleh makan,” kata Pak Kades dengan wajah puas.
“Oh.. belum Pak..” Aman mencegah. “Neng cantik ini musti ngocokin kontol saya sama Jupri dulu.”
“Wah.. benar.. benar itu Man.. tapi jangan dimasukin ke tempiknya ya?” Pak Kades menyetujuinya.
Lia
tersedu-sedu, hanya untuk bisa makan dia harus merelakan dirinya
digagahi tiga orang pria buruk rupa. Tapi Lia tidak punya pilihan lain
selain menuruti setiap kemauan mereka. Dia segera melakukan perintah
Aman saat kedua penis besar itu menyodor di mukanya. Lia melakukannya
dengan sebaik-baiknya dengan kedua tangan maupun bibir dan mulutnya.
Secara bergantian mulutnya mengulum penis mereka bergantian, sementara
kedua belah tangannya tidak berhineti mengocok batang penis mereka.
“Sedot
teruss Neng… Ooohhhh…iyah…. begitu…ohhh.. !” kedua orang penjaga rumah
buruk rupa itu melenguh sambil meremas rambut Lia. Seperti sebelumnya,
Lia kembali menunjukkan keahliannya mengisap penis kedua orang itu. Kali
ini Aman dan Jupri tidak menahan diri lagi, saat mereka mencapai
klimaksnya, mereka memaksa Lia menengadah, lalu mereka berdua mengocok
penis masing-masing tepat di depan wajah Lia. Dan sesaat kemudian Aman
dan Jupri mengerang kuat, lalu sperma merekapun akhirnya menyembur
dahsyat menyemprot sekujur wajah Lia, wajah yang cantik itu sekarang
menjadi berlumuran sperma kental mereka berdua. Sebagian sperma mereka
mengalir masuk ke dalam mulut Lia, tapi mereka melarang Lia untuk
memuntahkannya, akhirnya Lia terpaksa menelan sebagian sperma yang
membasahi wajahnya. Barulah setelah itu mereka mengijinkan Lia untuk
makan.
Maka sepanjang hari itu, sampai menjelang
subuh, Lia dipaksa terus menerus merelakan tubuhnya dijadikan sarana
pelampiasan nafsu seksual ketiga pria bejat itu. Ketiganya menyetubuhi
Lia dengan berbagai macam gaya yang bisa mereka praktekkan. Lia sendiri
tidak ingat sudah berapa kali ketiganya memperkosa dirinya karena hampir
tiap jam mereka memaksanya untuk bersenggama secara bergiliran. Dirinya
tidak ubahnya sebuah piala bergilir yang dipaai untuk memuaskan nafsu
binatang ketiga orang itu. Lia merasa dirinya lebih hina daripada
seorang pelacur yang paling rendah sekalipun, sebagai anak orang kaya
harus merelakan tubuhnya dinikmati oleh tiga orang pria yang sangat jauh
bedanya dengan dirinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar