Aku bangkit dari tempat dudukku, masuk ke dalam. Sampai di depan
pintu kamarku, aku punya ide. "Mmm harusnya pintu depan kututup ya,
terus aku pasangkan kaleng krupuk di bagian dalam, biar kalo kebuka dari
luar kalengnya kegeser dan bikin suara brisik." pikirku.Cepat-cepat
kukembali ke ruang tamu dan melakukan rencanaku. Setelah itu, aku
kembali lagi ke kamar, hati-hati kuintip ke dalam kamarnya Ana, ternyata
dia masih pulas tertidur. Aku berjingkat masuk ke kamarnya, perlahan
aku duduk di samping tidurnya. Dia tidurnya mengorok hingga aku mau
tertawa waktu itu, tetapi kutahan karena takut dia terbangun. Dengan
hanya diterangi lampu baca (kamarnya tidak ada jendelanya), kupandangi
wajahnya lama. 5 menit lebih kupandangi dia, semakin lama semakin
manis."Gila ya, dengan adik sepupu kok seperti itu?" tapi pikirku,
"Biarin aja lah, iseng-iseng berhadiah."
Kemudian aku
mulai mencoba membelai rambutnya, pelan tetapi pasti. Dia tidak
bereaksi, dia tidurnya brukut (memakai selimutnya sampai menutupi
leher). Aku berusaha membuka selimutnya perlahan, kutarik ke bawah dan
dia tetap tidak bereaksi. Kumasukkan tanganku ke dalam selimutnya sambil
berusaha mencari payudaranya. Dengan tanpa kesulitan, tanganku sudah
memegang payudaranya, tetapi masih terhalang dasternya."Eit.. nanti
dulu.. ternyata dia ngga pake BH! Berarti semalam dia ngga pake BH-nya
lagi dong, wah asik nih.." pikirku.Lalu kumasukkan tanganku melalui
lubang di antara kancing dasternya. Tidak susah juga, tanganku sudah
memegang daging empuk dengan tonjolan di puncaknya.
Ana
menggeliat, agak keras menggeliatnya, dia terbangun."Mampus gua,"
pikirku.Dia melotot sambil teriak, "Lepasin dong Mas.. apa-apaan nih
Mas?"Aku gelagapan berusaha mencari alasan, "An.. kamu ngga inget
semalem ya?""Lupain aja Mas! Ana ngga mau lagi, ngga boleh, entar dosa
Mas!""Tapi Ana semalem udah ngelakuin dosa lho.. kenapa ngga sekalian
aja?" rayuku.Kali ini dia benar-benar marah. Ana teriak-teriak
menyuruhku keluar dari kamarnya. Aku turut saja, untung letak rumahnya
berjauhan dengan tetangga, jadi aku tidak takut teriakannya terdengar
tetangganya.
Wah.. gagal nih ceritanya.., aku akhirnya
hanya meraba-taba batang kemaluanku yang menganggur karena tidak jadi
dipakai. Aku duduk di ruang TV lagi. Melihat acara tarian Bangkok,
lumayan lah buat obat, melihat penyanyi Thailand yang cantik-cantik.
Sebentar kemudian Ana keluar dari kamarnya, dia menuju ke arahku. Aku
berusaha tidak peduli, dia lalu duduk di dekatku.Katanya, "Mas maapin
Ana ya? Ana udah bentak-bentak Mas..""Ngga papa An.., Mas yang salah."
balasku."Sebenarnya Ana sayang sama Mas, tapi kita kan masih bersaudara,
apalagi nanti kalo ketahuan ama Papa-Mama kan bisa berabe Mas!"
jelasnya."Ya sudah.. lupain aja An, toh kamu masih muda. Nanti juga
pasti ada cowok lain yang lebih pantas buat kamu." lanjutku."Iya Mas,
Mas.. Ana mau ngasih sesuatu buat Mas.""Apa An?" tanyaku."Liat sini deh
Mas.." (dia mulai tidak kaku lagi)
Aku menoleh ke arahnya,
tiba-tiba dia mendekatkan bibirnya ke arah bibirku."Mmpphh..""Plas!"
jantungku spontan berdegup keras, "Kok tau-tau nyium sih?" pikirku,
tetapi kunikmati saja, enak sih.Pertamanya dia hanya mau mengecup saja,
tetapi kulingkarkan tanganku di lehernya, dan kudekap dia. Dengan lembut
kukecup bibirnya, dia tidak berontak ternyata, aku pererat dekapanku,
dada kami sudah saling menempel. Aku merasakan kalau dia masih belum
memakai BH-nya. Dengan perlahan kubelai punggungnya, dasternya yang
terbuat dari sutera terasa halus sekali, sensasinya justru membuatku
jadi semakin ON saja. Coba saja pasangan anda disuruh pakai lingerie
yang bahannya sutera, ditanggung kalau diraba pasti enak sekali. Lama
kami berciuman dengan posisi itu, akhirnya capai juga aku. Kulepas
pelukanku dan mengakhiri ciuman.
Aku berkata pada Ana,
"Sini An.. Mas pangku..""Ngga ah Mas.. nanti kayak tadi malem deh
jadinya..!""Percaya deh sama Mas.. ngga sampe ngelakuin yang ngga-ngga
kok, okey?"Dia akhirnya mengalah, mungkin dia masih ada rasa ingin juga,
dia juga tahu kalau sekarang kami hanya berdua saja di rumah, So? Why
not?. Dia duduk di pangkuanku menghadap TV, tanganku bergerak dengan
bebas di dadanya.Kuraba dadanya sambil berkata, "An.. Ana ngga
marah-marah lagi nih?""Biarin lah Mas.. udah terlanjur nih, tapi janji
ya jangan kebablasen.." pintanya."Okey An!"Dari belakang, sambil
tanganku membelai payudaranya, kulihat dia memejamkan matanya menikmati
belaian tanganku. Tanganku meraba payudaranya dengan hati-hati, penuh
perasaan aku membelainya, aku sendiri memejamkan mataku jadinya. Pelan
tapi pasti, tanganku bergerak turun menuju perutnya. Agak dekat dengan
V-nya kugunakan kuku jariku yang agak panjang untuk membangkitkan
rangsangan di perutnya. Kulirik dia, terlihat dia menahan perutnya
dengan membuat kaku daerah itu.
Dia menikmati perbuatanku,
perlahan dasternya kutarik ke atas, dia diam saja, ujung dasternya
sudah sampai ke pahanya. Sedikit lagi pasti aku bisa meraih celana
dalamnya. Akhirnya sampai juga, CD-nya sudah tidak tertutup lagi,
sekilas kulihat bercak basah di ujung V-nya. Tanpa berpikir lama,
kupindahkan tanganku ke sana, tanganku merasakan memang di daerah itu
sudah basah. Kusimpulkan pasti dia sudah terangsang berat. Lalu
kuselipkan tanganku ke dalam CD-nya, tetapi dia kali ini menahan
tanganku supaya tidak masuk ke sana. Aku urungkan niatku untuk itu,
tanganku hanya menggosok-gosok dari luar saja. Kemudian terlihat dia
mengeluarkan lenguhan dan badannya menegang, seperti menahan sesuatu.
Orgasme rupanya. Lalu badannya melemas lunglai di pelukanku.
Tanganku
yang masih berada di selangkangannya merasakan kalau CD-nya bertambah
basah. Kemudian Ana memandangiku. Lama kami berpandangan.Ana kemudian
bicara, "Mas, kita lakukan yuk. Ana udah ngga tahan.."Wah, benar-benar
kejutan..! Ana tiba-tiba berubah pikiran. Hal ini tidak akan
kusia-siakan. Tanpa bicara lagi, langsung kucium dan kuremas dadanya
yang masih tertutup daster. Ana melenguh keenakan karena remasan itu.
Kemudian aku melepas remasannya. Kupandangi dadanya di balik dasternya,
kupandangi seluruh tubuhnya, kulitnya yang sawo matang. Kemudian aku
melepas dasternya karena akan merepotkan saja.
Kini ia
polos tanpa satu benang pun menutupi tubuhnya. Kemudian aku membopongnya
ke kamar tidurku dan kubaringkan ia di tempat tidur, lalu kuciumi
seluruh tubuhnya. Tubuh Ana bergetar hebat, menandakan bahwa dia baru
pertama kali ini melakukan hubungan seks dengan lawan jenisnya. Kemudian
aku mencium dan menjilat bagian perutnya dan mulai ke bawah dan mulai
meraba serta membuka kedua pahanya degan kedua tanganku. Tangan kananku
membuka belahan vaginanya sedangkan seluruh bagian mulutku mulai
mengolah bibir-bibir vaginanya. Tangan kiriku masih meremas buah dadanya
yang sebelah kanan. Aku merasakan adanya cairan yang mulai membasahi
permukaan bibir vaginanya. Aku terus menyedot dan menggigit-gigit
perlahan labia mayoranya dengan asyik, sedangkan tangan kiriku sekarang
meraba-raba klitorisnya dengan cairan pelumas dari lubangnya.
Asyik
sekali, karena terlalu keasyikannya, secara tidak sadar, ada dua tangan
menjambak rambutku, aku tidak menghentikan aktivitasku. Mulanya kupikir
hanya gerakan kenikmatan yang diterimanya secara erotis. Eh, kok tambah
lama terasa ada goyangan perlahan di bagian selangkangannya. Begitu
pula tanpa kusadari, ada suara-suara nafas tertahan dan jambakan di
rambutku bukan lagi jambakan pasif, tetapi mulai membelai dan memegang
kupingku. Aku tiba-tiba sadar. Dia benar-benar menikmatinya. Aku
termanggu duduk di antara selangkangannya dan melihat ke arah
wajahnya."Kok.., berhenti Mas..?" suaranya berat perlahan dengan tatapan
wajah yang sayu."Ehh.. terusin Mas.. hh.. kurang dikit lagi..!"
suaranya tertahan.
Aku masih terduduk bingung dan
memandangnya dengan pandangan bodoh. Dan yang menjengkelkan, batang
kejantananku tidak berkompromi. Dia tegak mengacung, sehingga mencuat di
antara kaosku. Kepalanya tampak licin karena cairan bening yang keluar.
Sebenarnya batang kejantananku lumayan besar dan panjang, sehingga
tampak mencuat tinggi. Tiba-tiba Ana bangun, dan duduk di hadapanku,
memandangku dengan sayu. Tiba-tiba tangannya mulai bergerak ke arah
batangku, dan memegang lama sambil tersengal-sengal sehabis melumatnya.
Kemudian memandangku perlahan dan meletakkan dirinya telentang di
ranjang. Ana berdiri di atas tempat tidur dan berjongkok di depanku.
Kemudian dia membuka kedua pahanya dan mengangkat lututnya ke atas
sehingga lubangnya terlihat.
Ia meraba permukaan vaginanya
sambil perlahan memandangku dan berkata, "Ayo Mas.. masukin..!"Aku
seperti tersihir, antara bingung dan nafsu, menggerakkan diri untuk
berlutut di antara kedua pahanya dan memegang kepala batangku yang licin
terkena ludahnya dan mengarahkannya ke lubang merah mengkilat itu.
Sejenak aku lupa bahwa dia masih belasan tahun, yang kurasakan secara
reflek setelah dikenyot habis-habisan olehnya, ialah bahwa ia sudah
tidak perawan lagi.Dan, "Ssleepp.." ketat tetapi tidak begitu menjepit
dan tanpa hambatan sama sekali (benar dugaanku). Aku menusukkan seluruh
panjang batangku ke dalam lubang itu, dan hebatnya seluruh panjangnya
batang kejantananku itu masuk total ke dalamnya serta membiarkannya
sejenak merasakan denyutan hangatnya. Ana melenguh agak keras. Aku
khawatir juga karena dia akan merasakan sakit di bagian dalam vaginanya.
Tetapi karena malaikat nafsu lebih berkuasa, ya sudah aku santai saja
dan mulai menarik batangku itu dari dalam lubangnya dan memasukkannya
lagi seluruhnya.
Entah karena apa, aku tidak begitu
merasakan rasa nikmat yang cepat naik. Memang terasa basah, licin dan
enak tetapi, ya lebih karena ini memang sedang bersetubuh. Aku mulai
berpraktek dengan berbagai macam cara menusuk dan arah tusukan ke dalam
lubang vaginanya. Yang mulai mencemaskanku, Ana sama sekali tidak
berusaha menahan suaranya. Ia mulai melenguh dan mengerang keras-keras
ketika aku mulai mempercepat gerakanku. Aku antara cemas dan mulai
nikmat, tidak peduli lagi. Lagi pula suaranya mulai merangsangku dan ini
membuatku menusuk-nusuk dengan gerakan yang cepat dan keras."Aaahh..
aayoo Mass.. aaduhh.. cepat Mass..!" pintanya dengan nafsu.Dia
mengangkat kedua tangannya ke atas kepalanya. Bunyi beradunya kemaluan
kami mulai terdengar keras, berkecepak-kecepak dan aku mulai merasakan
lereng gunung telah kucapai. Tinggal mendaki cepat dan sampai di puncak.
Tiba-tiba
Ana menghentikan gerakanku, dan menutup kedua pahanya sehingga terasa
ada jepitan yang luar biasa di sekujur batangku. Kemudian dia
memandangku sayu. Aku tahu apa yang dimaksudkannya dan mulai menggenjot
lagi. Aku menjepitkan kedua betisnya di antara leherku dan bertumpu pada
kedua tangan, sedang aku membentuk busur dengan tubuhku, merapatkan
kedua pahaku sehingga terasa batangku membesar dan mulai
menusuk-nusuknya cepat."Aaahh.. ss.." terdengar bunyi-bunyian antara
suaranya yang merangsang dan bunyi kecepakan kemaluan kami yang beradu,
sedangkan aku sendiri mengeluarkan suara helaan nafas yang
cepat.Beberapa menit kemudian, aku merasakan aliran yang semakin cepat
memenuhi pinggul dan seluruh tubuhku. Keringatku telah mengucur deras.
Dan,
"Ann.. Annaa.. aadduuhh.. ss.. Ann..!" spermaku menyemprot deras ke
arah perutnya. Aku mengerang keras dan terus mengocok batang kemaluanku.
Kemudian tanganku yang mulai begerak ke arah vaginanya segera
menusuk-nusukannya. Lama aku terus menusuk-nusuk lubangnya karena rasa
nikmatnya terus mengalir hingga tidak berapa lama kemudian Anna berkata,
"Mass.. aa.. Maass.. sshh.. aadduuhh..!"Ana menaikkan pelvisnya dan
menerima tusukan-tusukan terakhirku dengan denyutan dinding vagina yang
terasa cepat dan kenyal. Aku menindih tubuhnya yang kecil dan merasakan
detak jantung yang cepat di dadanya dan dengusan nafas hangat di
ubun-ubunku. Jariku masih menancap dalam di dalam vaginanya dan
merasakan denyutan yang tidak kunjung reda.
Kemudian aku
tergeletak di sampingnya, aku berkata kepada Ana, "An.. kamu sekarang
mandi saja ya..? Kayaknya kamu bau deh..""Sialan.. iya deh, Ana mandi,
makasih ya Mas.. Ana udah dikasih pelajaran sama Mas.""Sama-sama
An.."Aku tidak merasa menyesal karena tidak dapat seperti yang
kubayangkan (gadis yang benar-benar perawan). Yah, lumayanlah bisa
meraba-raba kan? Ana lalu berdiri hendak menuju ke kamar mandi, sebelum
dia pergi dia menoleh ke arahku lalu menunduk dan menciumku sebentar.
Aku belaikan tanganku ke dadanya dan V-nya. Dia tersenyum memandangku,
lalu bergegas menuju kamar mandi. Saat dia menutup kamar mandi, aku
sempat dengar langkah kaki berlari menjauh dari arah pintu ruang tamu.
Aku cepat-cepat menuju ruang tamu ingin mengetahui siapa yang baru saja
dari sana. Sempat kulihat warna bajunya, biru seperti yang dipakai Reni.
"Mungkinkah..?" batinku.
Aku kembali ke ruang TV, sambil
menebak-nebak, "Apa iya.. tadi itu si Reni, terus kalau benar, berarti
dia tahu dong kita lagi ngapain..? Waduh, terlalu serius sih tadi..
jadinya begini deh."Kurang lebih 20 menit, Tante dan Reni datang dari
pasar, Tante katanya mau masak Sop buntut dan membuat Rujak cingur.
Siang jam 12:30, Ana mengajakku untuk makan. Saat makan, Reni kelihatan
agak canggung melihatku, pikiranku lalu menghubungkan dengan peristiwa
yang tadi kualami."Berarti tadi memang benar Reni.." pikirku.Kami tidak
bicara banyak saat di meja makan. Akhirnya sore pun tiba, Omku sudah
datang sejak jam 3:00 tadi. Aku lewatkan seharian dengan bermain
playstation dengan Ana, sedangkan Reni dari tadi berada di dalam
kamarnya. Tidak tahu sedang berbuat apa dia, betah-betahnya di dalam
kamar terus. Tante sendiri ke rumah tetangga untuk membantu masak,
kebetulan tetangga ada yang sedang punya hajat.
Jam 8:00
malam, aku membaca-baca majalah di ruang tamu. Ana dan Reni di ruang TV
sedang nonton HBO, tidak tahu apa film-nya. Tante sudah tidur di kamar
belakang, lelah sehabis membantu tetangga. Si Om malam ini mendapat
tugas jaga malam. Jam 9:00, Ana ke ruang tamu, dia bicara padaku kalau
mau tidur duluan, Reni masih mau nonton TV menunggu opera sabun
kegemarannya di HBO kata Ana. Ana suruh aku menemani Reni di ruang TV,
soalnya si Reni anaknya sedikit penakut katanya. Jadi aku pindah ke
ruang TV, kubawa majalah yang sedang kubaca. Aku rebahkan badanku di
sofa panjang di depan TV. Reni sendiri duduk di kursi favoritnya, tanpa
sekali pun menengok ke arahku. Aku teruskan baca artikel yang sempat
terputus tadi, sambil sekali-sekali aku melihat ke arah televisi. Aku
lihat ke arah jam tanganku, ternyata sudah jam 11:13.
Aku
berkata kepada Reni, "Ren.. kamu ngga ngantuk?"Dia tidak menjawab,
kuulangi lagi dua kali baru dia menjawab, "Belum ngantuk kok Mas, lagian
film-nya barusan mulai nih.""Oke.. kalau gitu Mas pergi tidur dulu
ya..?""Ntar dulu dong Mas, tunggu film-nya abis.. kan Reni takut nonton
sendirian, film-nya agak horor nih!" pintanya."Sofanya dibuka aja..
jadiin tempat tidur, Mas tidur di situ aja." katanya lagi."Emang bisa
Ren..? Oke deh Mas coba."Aku coba deh usul Reni, dan aku akhirnya tidur
di sofa yang sudah diubah menjadi tempat tidur itu. Tidak tahu berapa
lama aku tertidur di situ, tiba-tiba aku terbangun merasakan tanganku
ada yang memegang. Aku buka mataku sedikit-sedikit, terlihat olehku Reni
memegang tanganku, digosok-gosokkannya tanganku ke selangkangannya.
Terasa olehku bulu-bulu halus di ujung jariku. Kulirik mukanya, dia
mendesah amat pelan. Wajahnya menghadap ke arah televisi, aku jadi
curiga, jangan-jangan?
Aku lalu mencoba melihat ke layar
televisi, ternyata di sana terlihat film-nya sudah bukan HBO lagi.
Kesimpulanku, si Reni ternyata suka nonton sampai malam berarti hanya
untuk menyetel VCD porno. Wow! berarti kakaknya kalah dong sama adiknya.
Perlu diketahui, jarak umur antara Ana dengan Reni hanya 1 tahun lebih
sedikit, apalagi Reni anaknya agak bongsor, tingginya sepundakku, tidak
begitu gemuk tetapi cukup berisi. Singkat kata, aku beruntung kali ini,
karena mendapat daun muda nih. Perlahan, tanganku yang masih bebas
berusaha melorotkan celana dalamku ke bawah. Sementara Reni masih asyik
dengan kegiatannya yang semakin lama semakin menjadi, dia seperti
terobsesi dengan film dari VCD tersebut. Lenguhannya kadang-kadang
terdengar keras.
Lalu perlahan-lahan tanganku yang dia
pegang kutarik ke arah kemaluanku. Setelah dekat, tanganku yang satunya
dengan cepat kurangkulkan ke pinggangnya dan menariknya ke atas tubuhku.
Dia kaget sekali, hampir dia berontak, tetapi selanjutnya dia justru
memegang batang kejantananku dan mulai mengocok-ngocok dengan lembut.
Aku pun lalu mengimbanginya, kuubah posisiku agar lebih enak dengan
bersandar ke belakang, ke sandaran sofa. Dia menoleh ke arahku, terlihat
wajahnya yang khas ABG, mengingatkanku kepada cewek-cewek yang suka
nongkrong di mall-mall. Posisi tubuh kami akhirnya saling berhadapan,
dia menggesekkan tubuhnya naik turun. Payudaranya ditempelkan ke dadaku.
Nafasnya terdengar keras, khas orang yang sedang terangsang berat,
"Sshhsshhsshhss.." seperti itu deh kalau tidak salah.
T-shirtnya
yang gombrong mulai basah terkena keringatnya, memang malam itu udara
terasa sangat panas, aku sendiri juga merasa kepanasan. Aku peluk dia,
tanganku kutelusupkan ke dalam t-shirtnya dari belakang, sedangkan
bibirku tidak tinggal diam begitu saja, kucium belakang kupingnya dengan
pelan, kuhembuskan nafas secara perlahan ke daun telinganya. Terasa
olehku Reni semakin menggila, terasa dari gerakan tubuhnya yang turun
naik dengan cepat, digesekkannya dadanya ke dadaku, juga selangkangannya
dia gesek-gesekkan ke kemaluanku dengan bernafsu. Tanganku yang berada
di punggungnya, akhirnya kugeser ke pantatnya, dari atas punggung
kugerakkan ke bawah, masuk ke celananya sebelum sampai ke pantat.
Kuputar ke samping dengan agak cepat, lalu kuteruskan ke pinggang
mencari celana dalamnya, kuraba dari luar celana dalamnya, pantatnya
yang empuk kuremas dengan gemas. Aku menyesuaikan dengan irama
gerakannya yang maju mundur. Kontan dia makin menggila, tangannya naik
ke atas, rambutnya menyuguhkan gerakan yang erotis sekali. Dia berusaha
menanggalkan t-shirtnya.
Setelah t-shirtnya lepas, dia
pegang kepalaku, menariknya ke arahnya dan melumat bibirku dengan sangat
bernafsu. Reni tidak memakai BH, payudaranya yang berukuran lumayan
besar terlihat mengkilat karena basah oleh keringat. Aku menjilat-jilat
payudaranya, kukulum putingnya yang kecil dan tidak begitu menonjol.Dia
berteriak pelan, "Mas..!"Aku lalu berpindah ke bibirnya yang mungil,
kulumat dengan bernafsu bibirnya itu. Dia mendesah keenakan, akhirnya
dia tidak tahan lagi."Ayo Mas, kayak yang di VCD itu lho Mas.."
pintanya.Kujawab, "Yang gimana Ren..?""Cepetan dong Mas.. Reni udah ngga
tahan nih..""Emang Reni udah pernah..?""Belum Mas.. makanya Reni pengen
coba, cepetan dong Mas.."
Kami lalu berdiri berhadapan,
aku melepas pakaian yang melekat di tubuhku, dia begitu juga melepas
semua pakaian di tubuhnya. Dengan bernafsu dia pegang batang kemaluanku
untuk dikocok-kocok, sensasinya, wuah! Tidak tergambarkan. Dipegang oleh
anak baru umur 18 tahun! Lalu sebentar kemudian, dia melepas batang
kemaluanku dan membalikkan tubuhnya, berpegangan pada lemari buku.
Posisinya sekarang agak menungging membelakangiku, pantatnya yang belum
begitu besar terlihat kenyal. Dari belakang, aku melihat kemaluannya
sudah merekah, ada daging yang keluar dari kemaluannya, entah apa itu
namanya. Mungkin itu kli yang dinamakan clitoris. Tetapi pemandangan itu
menjadikan batang kejantananku menjadi berdenyut-denyut ingin
merasakannya.
Kudekati dia, kugesek-gesekkan kepala
senjataku ke daging yang menyembul keluar itu. Tangan Reni dengan
tergesa-gesa menarik batang kejantananku untuk segera dimasukkan ke
dalam liang kemaluannya. Terasa agak sulit untuk memasukinya, kutusukkan
dengan keras karena aku sudah sangat bernafsu. Aku melihat ke arah
wajahnya. Pandangannya ternyata ke arah layar televisi, sambil sesekali
bibirnya mengeluarkan desahan-desahan merangsang."Gila!" pikirku, "Dia
ternyata maniak sama VCD porno."Aku tingkatkan kecepatanku dalam
menggoyang. Lama-lama aku merasa pinggangku capek, dan aku coba
mengarahkan dia untuk mengganti posisi classic, aku tiduran dan dia yang
di atasku. Dia menurut. Sambil memegang pantatnya, aku tiduran dan
menikmati goyangannya. Badannya terlihat mungil bila dibandingkan dengan
tubuhku, suara desahannya terdengar melengking lirih di telingaku.
Pada
puncak kenikmatannya, dia melengkungkan tubuhnya ke belakang, tangannya
menahan berat badan tubuhnya dengan gemetar. Rasa hangat yang terasa
oleh batang kejantananku menjadi bertambah seiring dengan tercapainya
puncak kenikmatannya. Sedangkan aku sendiri belum merasakan puncak. Reni
merangkulku dengan lemas. Setelah itu, dia berbisik ke
kupingku."Makasih ya Mas, Mas telah memberi Reni melebihi dari Mbak
Ana..""Jreng! Terkuaklah kebenaran peristiwa siang tadi, ternyata memang
benar. Reni telah melihatku bermesraan dengan kakaknya." daliam
hatiku."Loh, jadi tadi Reni ngelihat Mas padi gituan sama Mbak Ana
to?""Heeh Mas.. Reni kepingin, lagian Reni sering ngeliat di VCD.
Kayaknya enak banget deh Mas.. dan ternyata memang bener.""Oke deh, tapi
Mas Padi belom sampai puncak nih.. gimana dong? Kan kasihan Reni udah
capek."
"Begini aja Mas.. dari tadi siang emang Reni udah
merencanakan ini, gini rencana Reni, tadi waktu Reni ngeliat Mas sama
Mbak Ana gituan, sebenarnya Reni mo ngambil Dompet Mama yang
ketinggalan. Trus Reni punya rencana, Reni beli CTM (obat tidur) buat
dikasih ke minuman Mama ama Mbak Ana, nah.. tadi Mbak Ana sama Mama udah
minum obatnya (dicampur sama teh) masing-masing 3 butir..
hehehe.""Terus gimana dong?" sahutku."Sekarang Mbak Ana kan pasti pules
banget tidurnya, diapa-apain pasti ngga bangun deh. Kan tempat tidur
sebelahnya lagi kosong..""Heh!" aku spontan tahu apa yang
dimaksudkannya, "Sip deh! Oke Ren! Sekarang kita pindah aja ke
kamarmu..""Ayo..!"
Kemudian kami berdua berdiri dan menuju
ke arah kamar Ana. Memang benar Ana tertidur lelap. Hanya iseng saja,
aku membuka dasternya dan menyentuh kewanitaannya Ana dan memasukkan
jari telunjuk dan tengah. Ternyata memang tidak bangun! Hanya saja dia
mengeluarkan sedikit lenguhan-lenguhan nikmat yang dia rasakan. Kemudian
aku mulai memainkan vaginanya sampai basah. Tetap saja Ana tidak bangun
sama sekali."Mas, udah dong. Kok malah Mbak Ana yang dimaenin. Giliran
Reni doong.." keluh Reni karena sudah terbalut nafsu yang tinggi.Padahal
tadi sudah puas. Lagipula aku juga sudah bernafsu karena tadi dalam
permainan pertama belum selesai.
Kemudian aku melepaskan
jilatan pada vagina Ana dan berpaling ke Reni ysng sudah mulai memuncak
nafsunya. Kemudian aku mulai naik ke atas ranjang dan menidurkan Reni.
Secara intense, kami pun mulai pagutan. Tetapi ketika kami berciuman,
beda sekali dengan yang pertama. Seperti disirap, kucium pipinya,
mulutnya, berhenti lama di situ. Mulut kami berpagut seperti memecah
ribuan rindu. Lidah kami bermain di sana. Tidak lama kemudian,
kuturunkan lidahku ke arah lehernya, dia menggelinjang, matanya
terpejam, tangannya bergidik seperti menahan gelombang perasaannya
sendiri. Ketika putingnya kuraba, dia mulai melenguh. Dengan gerakan
halus, aku mulai meremas-remas sehingga Reni merasa keenakan. Sementara
bibirku sudah beralih, tidak lagi di bibirnya tetapi sudah menjilati
telinga, dan lehernya.
Karena buah dadanya sudah terbuka,
mulutku pun bergeser ke puting susunya yang sudah menegang. Ketika
kumainkan dengan lidahku, lenguhannya semakin panjang. Tangan kananku
pindah ke arah vaginanya dan mulai meremasnya. Sambil memainkan
klitorisnya, aku terus menjilati kedua payudaranya. Ketika aku merasakan
kemaluannya sudah sangat basah, aku mulai bernafsu untuk melakukan
foreplay yang lebih lama. Tidak lama kemudian, mulutku menjilat ke arah
perut, pinggang dan sasaran terakhir adalah klitorisnya yang merah.
Karena tidak tahan, Reni berontak dan ingin merubah posisi."Ren, duduk
di depan mukaku.." pintaku sambil menolongnya berpindah posisi.Dia pun
kemudian duduk dan menempatkan liang kenikmatannya tepat di wajahku.
Lidah dan mulutku kembali memberikan kenikmatan baginya. Responnya
mengejutnya."Aughh.." setengah berteriak dan kedua tangannya meremas
buah dadanya. Kuhisap dan kujilati terus, semakin basah liang
kenikmatannya.
Tiba-tiba Reni berteriak, keras sekali,
"Aahh.. ahh," matanya terpejam dan pinggulnya bergerak-gerak di
wajahku."Aku.. keluar," sambil terus menggoyangkan pinggulnya dan
tubuhnya seperti tersentak-sentak.Mungkin inilah orgasme wanita yang
paling jelas kulihat. Dan tiba-tiba, keluar cairan membanjir dari liang
kenikmatannya. Ini bisa kurasakan dengan jelas, karena mulutku masih
menciumi dan menjilatinya.
"Aduh.. Mass.. enak banget.
Lemes deh." katanya. Dia terkulai menindihku."Enak?", tanyaku."Enak
banget, kamu pinter yah. Ngga pernah lho aku klimaks kayak tadi.""Akh,
yang bener..? Kamu kan tadi udah ngerasain." kataku mengingatkan pada
permainan pertama kami.""Tapi, uuhh.. lebih enak yang ini.."Ternyata
Reni masih menikmati sisa-sisa klimaksnya. Tetapi karena belum puas,
langsung saja kujilat kembali liang kemaluannya. Semakin lama semakin
asyik dan sangat enak, dan dia pun merintih-rintih kecil."Mass.. nakal
ahh.. kok.. akkhh.. dimaenin lagi.. ouuchh.. siich.. uwuuhh oo.. sstt
akhs.. akhs.. akhs.. oohh aahh.. sstth," sambil tubuhnya agak bergerak
tidak karuan, mungkin jilatanku tidak seberapa tetapi kulihat dia sedang
keasyikan menikmati jilatanku.
Lalu dia berdiri dan
menarik tubuhku ke lantai. Di situ kami berciuman lagi, entah kenapa aku
merasakan sesuatu yang hangat di sekitar liang kemaluannya, kuingin
batang kemaluanku dimasukkannya ke lubang kemaluannya. Soalnya aku masih
ragu. Walaupun tadi sih berani. Tetapi takut si Ana bangun. Kemudian
aku memberanikan untuk bicara."Ren, aku masukin lagi yaa.. Tadi kan
belum puass.."Reni tidak menjawab. Dia hanya merintih keenakan. Karena
malas bermain sambil berdiri, aku mendorong Reni hingga tertindih oleh
badanku. Reni mengerang keras karena vagina tertindih oleh adikku yang
sudah menegang tinggi. Kemudian mulai lagi kugerakkan tanganku mencakar
halus pinggangnya sampai ke payudaranya. Reni meremas kedua tanganku,
menahan geli yang ditimbulkannya.
"Ssshh.. sshh!" Reni
mendesis berkali-kali menahan kenikmatan itu.Kembali aku memainkan
klitorisnya dengan tanganku, sementara kujilati kedua pahanya."Aaahh..
sshh," Reni mengerang lirih.Aku menikmati aroma kewanitaannya yang
semerbak bersamaan keluarnya cairan dari liang kemaluannya. Kubenamkan
wajahku ke liang kemaluannya sambil menjilati bibir kemaluannya.
Klitorisnya yang berwarna merah jambu kukulum sambil kumainkan dengan
lidahku. Tubuh Reni menggelinjang bergetar."Uuuhffss.. aahh!" Reni
menjerit menahan kenikmatan sambil tangannya menggenggam tepi
ranjang.Kurasakan cairan kemaluannya deras mengalir dan kuhisap dengan
penuh kepuasan.
"Mass.. masukin sekarang.. aku ngga tahan
nih.." Reni lirih memohonku untuk segera memasuki tubuhnya.Aku segera
menempatkan tubuhku di atas tubuhnya yang ramping, seksi serta kencang
itu. Berdesir darahku melihat Reni terbaring polos telanjang. Ini bukan
kesekian kalinya aku mengaguminya. Badan Reni kurus tetapi kencang dan
atletis seperti pelari sprinter tetapi untungnya tidak sampai
berotot."Maass.. cepat doong.. aakkhh.. ngga tahan nih..""Ok, tenang
aja.."
Sejenak sempat kudengar Reni mendesis saat meraih
kemaluanku."Uuu.. besar dan kuat.." ujarnya setengah berbisik seperti
berbicara pada dirinya sendiri.Begitu ujung kepala batang kejantananku
menempel di bibir kewanitaannya, kurasakan getaran listrik yang mulai
menjalar di seluruh tubuhku. Lalu perlahan kudorongkan ke dalam liang
kemaluannya."Uuhhss.. yess, Mass.. uuffssh," Reni mengerang sambil
mendongakkan kepalanya.Dengan satu dorongan berikutnya, batang
kemaluanku sudah masuk secara penuh ke dalam liang kenikmatan Reni yang
hangat dan tebal. Reni mengalungkan kedua tangannya di leherku dan kedua
kakinya melingkar di pinggangku.
Aku mulai gerakan
memompa liang kemaluannya."Yess.. uff Maas.." Reni menjerit halus sambil
memejamkan matanya.Gerakanku semakin lama semakin cepat dengan tekanan
yang semakin kuat menerobos kedalaman liang kemaluan Reni yang merespon
dengan berdenyut-denyut seperti memijit batang kemaluanku.Tiba-tiba Reni
membuka matanya dan berbisik lirih, "Mas ganti posisi.. aku mau nih
keluar nih.."Kami segera ganti posisi, badan Reni membalik dalam posisi
menungging (doggy style). Katanya dia biasa orgasme dalam posisi ini.
Aku
menuruti permintaan Reni yang jelas dalam posisi ini aku jadi bisa
melihat postur Reni lebih lengkap. Biarpun Reni ramping, tetapi dia
memiliki pantat yang padat dan berisi sehingga dengan pinggangnya yang
ramping makin membuat pantatnya montok. Aku segera mengarahkan batang
kemaluanku kembali, kali ini penetrasi dari belakang."Srrt.." makin
lancar penetrasiku kali ini soalnya bagian luar liang kemaluan Reni
makin basah.Reni menggenggam pegangan ranjang degan kedua tangannya. Aku
menciumi lehernya dari belakang sambil kadang-kadang menggigit
pundaknya. Ternyata Reni sangat aktif dalam posisi ini. Dia semakin
aktif bergerak, selain mengikuti gerakan maju mundurku, pinggulnya pun
bergoyang mengocok batang kemaluanku.
"Reni.. pinggul kamu
hebat banget," aku berbisik terengah-engah.Reni menjawabnya dengan
erangan-erangan, dia menoleh kepadaku sambil menggigit bibir bawahnya.
Terlihat peluh membasahi wajahnya yang makin memerah.Sesaat kemudian dia
berbisik kepadaku, "Ouuchh.. sayang.. lebih cepat!" suaranya diikuti
deru nafas yang memburu. Rupanya dia sudah semakin mendekati klimaks.Aku
pun meresponnya dengan gerakan yang lebih cepat dan keras. Kutusukkan
batang kemaluanku makin dalam ke liang kemaluannya seiring perasaan
klimaks yang sudah di ambang."Aaahh Uuuh Sssh.. teruus Mas.. ahh.." Reni
menjerit sambil bergerak makin liar sampai ranjangnya berderik-derik.
Kuteruskan
gerakanku dengan mengerahkan sekuat tenaga mengimbangi gerakan liar
Reni.Ana masih tidur ketika Reni tiba-tiba menjerit, "Aaah..
uuhhffsshh.. Mass.." kepalanya mendongak, tubuhnya bergetar hebat dan
kurasakan semburan hangat dari liang kewanitaannya merembes sampai ke
buah kemaluanku.Aku pun melepaskan jutaan spermaku menyemprot kencang
memenuhi karet kondom yang kupakai."Uuu.. yess.." Reni mengakhiri
gelombang kenikmatan dan mengerang sambil menikmati sisa-sisa
orgasmenya."Ouuhh.. Mass, kamu hebat sekali.. aahh.."Mungkin bisa
dibilang ini adalah permainan terbaikku dibandingkan dengan Ana.
Kemudian kami pun sempat tertidur berpelukan di kamar Ana.
Jam
5 pagi Reni balik ke kamarnya dan aku pun tidur di kamarku sendiri.
Pukul 10:00, aku bangun dan mempersiapkan diri untuk kembali pulang ke
kotaku. Aku diantar Om ke terminal bus, aku tidak sempat pamit dengan
Ana dan Reni karena mereka belum bangun. Reni kelelahan karena habis
bertempur denganku sepanjang malam, sedang Ana masih terpengaruh CTM.
Tante sendiri belum bangun juga. Si Reni memang gila seks. Hari itu hari
Kamis, jadwalku adalah harus berobat ke dokter spesialisku. Tetapi
sial, di jalan perutku terasa sakit, sepertinya diare. Aku terpaksa
turun di jalan dan mencari restoran terdekat untuk buang hajat. Sampai
di rumahku pukul 8 malam dan itu berarti aku tidak jadi ke dokter.
Tetapi aku tetap tersenyum simpul, kalau mengingat baru saja aku
mendapatkan dua perawan ting-ting.
TAMAT
Tidak ada komentar:
Posting Komentar