Selasa, 15 Mei 2012
MBAK LALA;ISTRI SEPUPUKU
Bekerja sebagai auditor di perusahaan swasta memang sangat melelahkan.
Tenaga, pikiran, semuanya terkuras. Apalagi kalau ada masalah keuangan
yang rumit dan harus segera diselesaikan. Mau tidak mau, aku harus
mencurahkan perhatian ekstra. Akibat dari tekanan pekerjaan yang
demikian itu membuatku akrab dengan gemerlapnya dunia malam terutama
jika weekend. Biasanya bareng teman sekantor aku berkaraoke untuk
melepaskan beban. Kadang di 'Manhattan', kadang di 'White House', dan
selanjutnya, benar-benar malam untuk menumpahkan "beban". Maklum, aku
sudah berkeluarga dan punya seorang anak, tetapi mereka kutinggalkan di
kampung karena istriku punya usaha dagang di sana. Tapi lama kelamaan
semua itu membuatku bosan. Ya..di Jakarta ini, walaupun aku merantau,
ternyata aku punya banyak saudara dan karena kesibukan (alasan klise)
aku tidak sempat berkomunikasi dengan mereka. Akhirnya kuputuskan untuk
menelepon Mas Adit, sepupuku. Kami pun bercanda ria, karena lama sekali
kami tidak kontak. Mas Adit bekerja di salah satu perusahaan minyak
asing, dan saat itu dia kasih tau kalau minggu depan ditugaskan
perusahaannya ke tengah laut, mengantar logistik sekaligus membantu
perbaikan salah satu peralatan rig yang rusak. Dan dia memintaku untuk
menemani keluarganya kalau aku tidak keberatan. Sebenernya aku males
banget, karena rumah Mas Adit cukup jauh dari tempat kostku Aku di
bilangan Ciledug, sedangkan Mas Adit di Bekasi. Tapi entah mengapa aku
mengiyakan saja permintaannya, karena kupikir-pikir sekalian
silaturahmi. Maklum, lama sekali tidak jumpa. Hari Jumat minggu
berikutnya aku ditelepon Mas Adit untuk memastikan bahwa aku jadi
menginap di rumahnya. Sebab kata Mas Adit istrinya, Mbak Lala, senang
kalau aku mau datang. Hitung-hitung buat teman ngobrol dan teman main
anak-anaknya. Mereka berdua sudah punya anak laki-laki dua orang. Yang
sulung kelas 4 SD, dan yang bungsu kelas 1 SD. Usia Mas Adit 40 tahun
dan Mbak Lala 38 tahun. Aku sendiri 30 tahun. Jadi tidak beda jauh amat
dengan mereka. Apalagi kata Mbak Lala, aku sudah lama sekali tidak
berkunjung ke rumahnya. Terutama semenjak aku bekerja di Jakarta ini Ya,
tiga tahun lebih aku tidak berjumpa mereka. Paling-paling cuma lewat
telepon. Setelah makan siang, aku telepon Mbak Lala, janjian pulang
bareng Kami janjian di stasiun, karena Mbak Lala biasa pulang naik
kereta. "kalau naik bis macet banget. Lagian sampe rumahnya terlalu
malem", begitu alasan Mbak Lala. Dan jam 17.00 aku bertemu Mbak Lala di
stasiun. Tak lama, kereta yang ditunggu pun datang. Cukup penuh, tapi
aku dan Mbak masih bisa berdiri dengan nyaman. Kamipun asyik bercerita,
seolah tidak mempedulikan kiri kanan. Tapi hal itu ternyata tidak
berlangsung lama Lepas stasiun J, kereta benar-benar penuh. Mau tidak
mau posisiku bergeser dan berhadapan dengan Mbak Lala. Inilah yang
kutakutkan..! Beberapa kali, karena goyangan kereta, dada montok Mbak
Lala menyentuh dadaku. Ahh..darahku rasanya berdesir, dan mukaku berubah
agak pias. Rupanya Mbak Lala melihat perubahanku dan –ini konyolnya-
dia mengubah posisi dengan membelakangiku. Alamaakk.. siksaanku
bertambah..! Karena sempitnya ruangan, si "itong"-ku menyentuh pantatnya
yang bulat manggairahkan. Aku hanya bisa berdoa semoga "itong" tidak
bangun. Kamipun tetap mengobrol dan bercerita untuk membunuh waktu.
Tapi, namanya laki-laki normal apalgi ditambah gesekan-gesekan yang
ritmis, mau tidak mau bangun juga "itong"-ku. Makin lama makin keras,
dan aku yakin Mbak Lala bisa merasakannya di balik rok mininya itu.
Pikiran ngeresku pun muncul, seandainya aku bisa meremas dada dan
pinggulnya yang montok itu.. oh.. betapa nikmatnya. Akhirnya sampai juga
kami di Bekasi, dan aku bersyukur karena siksaanku berakhir. Kami
kemudian naik angkot, dan sepanjang jalan Mbak Lala diam saja. Sampai
dirumah, kami beristirahat, mandi (sendiri-sendiri, loh..) dan kemudian
makan malam bersama keponakanku. Selesai makan malam, kami bersantai,
dan tak lama kedua keponakanku pun pamit tidur. "Ndrew, Mbak mau bicara
sebentar", katanya, tegas sekali. "Iya mbak.. kenapa", sahutku bertanya.
Aku berdebar, karena yakin bahwa Mbak akan memarahiku akibat
ketidaksengajaanku di kereta tadi. "Terus terang aja ya. Mbak tau kok
perubahan kamu di kereta. Kamu ngaceng kan?" katanya, dengan nada
tertahan seperti menahan rasa jengkel. "Mbak tidak suka kalau ada
laki-laki yang begitu ke perempuan. Itu namanya pelecehan. Tau kamu?!"
"MMm.. maaf, mbak..", ujarku terbata-bata. "Saya tidak sengaja. Soalnya
kondisi kereta kan penuh banget. Lagian, nempelnya terlalu lama.. ya..
aku tidak tahan" "Terserah apa kata kamu, yang jelas jangan sampai
terulang lagi. Banyak cara untuk mengalihkan pikiran ngeres kamu itu.
Paham?!" bentak Mbak Lisa. "Iya, Mbak. Saya paham. Saya janji tidak
ngulangin lagi" "Ya sudah. Sana, kalau kamu mau main PS. Mbak mau
tidur-tiduran dulu. kalau pengen nonton filem masuk aja kamar Mbak."
Sahutnya. Rupanya, tensinya sudah mulai menurun. Akhirnya aku main PS di
ruang tengah. Karena bosan, aku ketok pintu kamarnya. Pengen nonton
film. Rupanya Mbak Lala sedang baca novel sambil tiduran. Dia memakai
daster panjang. Aku sempat mencuri pandang ke seluruh tubuhnya. Kuakui,
walapun punya anak dua, tubuh Mbak Lala betul-betul terpelihara.
Maklumlah, modalnya ada. Akupun segera menyetel VCD dan berbaring di
karpet, sementara Mbak Lala asyik dengan novelnya. Entah karena lelah
atau sejuknya ruangan, atau karena apa akupun tertidur. Kurang lebih 2
jam, dan aku terbangun. Film telah selesai, Mbak Lala juga sudah tidur.
Terdengar dengkuran halusnya. Wah, pasti dia capek banget, pikirku. Saat
aku beranjak dari tiduranku, hendak pindah kamar, aku terkesiap. Posisi
tidur Mbak Lala yang agak telungkup ke kiri dengan kaki kana terangkat
keatas benar-benar membuat jantungku berdebar. Bagaimana tidak? Di
depanku terpampang paha mulus, karena dasternya sedikti tersingkap. Mbak
Lala berkulti putih kemerahan, dan warna itu makin membuatku tak
karuan. Hatiku tambah berdebar, nafasku mulai memburu.. birahiku pun
timbul.. Perlahan, kubelai paha itu.. lembut.. kusingkap daster itu
samapi pangkal pahanya.. dan.. AHH.. "itong"-ku mengeras seketika. Mbak
Lala ternyata memakai CD mini warna merah.. OHH GOD.. apa yang harus
kulakukan.. Aku hanya menelan ludah melihat pantatnya yang tampak
menggunung, dan CD itu nyaris seperti G-String. Aku bener-bener
terangsang melihat pemandangan indah itu, tapi aku sendiri merasa tidak
enak hati, karena Mbak Lala istri sepupuku sendiri, yang mana sebetulnya
harus aku temani dan aku lindungi dikala suaminya sedang tidak dirumah.
Namun godaan syahwat memang mengalahkan segalanya. Tak tahan, kusingkap
pelan-pelan celana dalamnya, dan tampaklah gundukan memeknya berwarna
kemerahan. Aku bingung.. harus kuapakan.. karena aku masih ada rasa
was-was, takut, kasihan.. tapi sekali lagi godaan birahi memang
dahsyat.Akhirnya pelan-pelan kujilati memek itu dengan rasa was-was
takut Mbak Lala bangun. Sllrrpp.. mmffhh.. sllrrpp.. ternyata memeknya
lezat juga, ditambah pubic hair Mbak Lala yang sedikit, sehingga
hidungku tidak geli bahkan leluasa menikmati aroma memeknya. Entah setan
apa yang menguasai diriku, tahu-tahu aku sudah mencopot seluruh
celanaku. Setelah "itong"-ku kubasahi dengan ludahku, segera kubenamkan
ke memek Mbak Lala. Agak susah juga, karena posisinya itu. Dan aku
hasrus ekstra hati-hati supaya dia tidak terbangun. Akhirnya
"itongku"-ku berhasil masuk. HH.. hangat rasanya.. sempit.. tapi licin..
seperti piston di dalam silinder. Entah licin karena Mbak Lala mulai
horny, atau karena ludah bekas jilatanku.. entahlah. Yang pasti,
kugenjot dia.. naik turun pelan lembut.. tapi ternyata nggak sampai lima
menit. Aku begitu terpukau dengan keindahan pinggul dan pantatnya,
kehalusan kulitnya, sehingga pertahananku jebol. Crroott.. ccrroott..
sseerr.. ssrreett.. kumuntahkan maniku di dalam memek Mbak Lala. Aku
merasakan pantatnya sedikit tersentak. Setelah habis maniku, pelan-pelan
dengan dag-dig-dug kucabut penisku. "Mmmhh.. kok dicabut tititnya.."
suara Mbak Lala parau karena masih ngantuk. "Gantian dong..aku juga
pengen.." Aku kaget bukan main. Jantungku tambah keras berdegup. "Wah..
celaka..", pikirku. "Ketahuan, nich.." Benar saja! Mbak Lala mambalikkan
badannya. Seketika dia begitu terkejut dan secara refleks menampar
pipiku. Rupanya dia baru sadar bahwa yang habis menyetubuhinya bukan Mas
Adit, melainkan aku, sepupunya. "Kurang ajar kamu, Ndrew", makinya.
"KELUAR KAMU..!" Aku segera keluar dan masuk kamar tidur tamu. Di dalam
kamar aku bener-bener gelisah.. takut.. malu.. apalagi kalau Mbak Lala
sampai lapor polisi dengan tuduhan pemerkosaan. Wah.. terbayang jelas di
benakku acara Buser.. malunya aku. Aku mencoba menenangkan diri dengan
membaca majalah, buku, apa saja yang bisa membuatku mengantuk. Dan entah
berapa lama aku membaca, aku pun akhirnya terlelap. Seolah mimpi, aku
merasa "itong"-ku seperti lagi keenakan. Serasa ada yang membelai. Nafas
hangat dan lembut menerpa selangkanganku. Perlahan kubuka mata.. dan..
"Mbak Lala..jangan", pintaku sambil aku menarik tubuhku. "Ndrew.." sahut
Mbak Lala, setengah terkejut. "Maaf ya, kalau tadi aku marah-marah. Aku
bener-bener kaget liat kamu tidak pake celana, ngaceng lagi." "Terus,
Mbak maunya apa?" taku bertanya kepadaku. Aneh sekali, tadi dia
marah-marah, sekarang kok.. jadi begini.. "Terus terang, Ndrew.. habis
marah-marah tadi, Mbak bersihin memek dari sperma kamu dan disiram air
dingin supaya Mbak tidak ikutan horny. Tapi.. Mbak kebayang-bayang titit
kamu. Soalnya Mbak belum pernah ngeliat kayak punya kamu. Imut, tapi di
meki Mbak kerasa tuh." Sahutnya sambil tersenyum. Dan tanpa menunggu
jawabanku, dikulumnya penisku seketika sehingga aku tersentak dibuatnya.
Mbak Lala begitu rakus melumat penisku yang ukurannya biasa-biasa saja.
Bahkan aku merasakan penisku mentok sampai ke kerongkongannya. Secara
refleks, Mbak naik ke bed, menyingkapkan dasternya di mukaku. Posisii
kami saat ini 69. Dan, Ya Tuhan, Mbak Lala sudah melepas CD nya. Aku
melihat memeknya makin membengkak merah. Labia mayoranya agak
menggelambir, seolah menantangku untuk dijilat dan dihisap. Tak
kusia-siakan, segera kuserbu dengan bibirku.. "SSshh.. ahh.. Ndrew..
iya.. gitu.. he-eh.. Mmmffhh.. sshh.. aahh" Mbak Lala merintih menahan
nikmat. Akupun menikmati memeknya yang ternyata bener-bener becek. Aku
suka sekali dengan cairannya. "Itilnya.. dong.. Ndrew.. mm.. IYAA..
AAHH.. KENA AKU.. AMPUUNN NDREEWW.." Mbak Lala makin keras merintih dan
melenguh. Goyangan pinggulnya makin liar dan tak beraturan. Memeknya
makin memerah dan makin becek. Sesekali jariku kumasukkan ke dalamnya
sambil terus menghisap clitorisnya. Tapi rupanya kelihaian lidah dan
jariku masih kalah dengan kelihaian lidah Mbak Lala. Buktinya aku merasa
ada yang mendesak penisku, seolah mau menyembur. "Mbak.. mau keluar
nih.." kataku. Tapi Mbak Lala tidak mempedulikan ucapanku dan makin
ganas mengulum batang penisku. Aku makin tidak tahan dan.. crrootts..
srssrreett.. ssrett.. spermaku muncrat di muutu Mbak Lala. Dengan
rakusnya Mbak Lala mengusapkan spermaku ke wajahnya dan menelan sisanya.
"Ndrewww.. kamu ngaceng terus ya.. Mbak belum kebagian nih.." pintanya.
Aku hanya bisa mmeringis menahan geli, karena Mbak Lala melanjutkan
mengisap penisku. Anehnya, penisku seperti menuruti kemauan Mbak Lala.
Jika tadi langsung lemas, ternyata kali ini penisku dengan mudahnya
bangun lagi. Mungkin karena pengaruh lendir memek Mbak Lala sebab pada
saat yang sama aku sibuk menikmati itil dan cairan memeknya, aku jadi
mudah terangsang lagi. Tiba-tiba Mbak Lala bangun dan melepaskan
dasternya. "Copot bajumu semua, Ndrew" perintahnya. Aku menuruti
perintahnya dan terperangah melihat pemandangan indah di depanku. Buah
dada itu membusung tegak. Kuperkirakan ukurannya 36B. Puting dan
ariolanya bersih, merah kecoklatan, sewarna kulitnya. Puting itu
benar-benar tegak ke atas seolah menantang kelelakianku untuk
mengulumnya. Segera Mbak Lala berlutut di atasku, dan tangannya
membimbing penisku ke lubang memeknya yang panas dan basah. Bless..
sshh.. "Aduhh.. Ndrew.. tititmu keras banget yah.." rintihnya. "kok bisa
kayak kayu sih..?" Mbak Lala dengan buasnya menaikturunkan pantatnya,
sesekali diselingi gerkan maju mundur. Bunyi gemerecek akibat memeknya
yang basah makin keras. Tak kusia-siakan, kulahap habis kedua putingnya
yang menantang, rakus. Mbak Lala makin keras goyangnya, dan aku
merasakan tubuh dan memeknya makin panas, nafasnya makin memburu. Makin
lama gerakan pinggul Mbak Lala makin cepat, cairan memeknya membanjir,
nafasnya memburu dan sesaat kurasakan tubuhnya mengejang.. bergetar
hebat.. nafasnynya tertahan. "MMFF.. SSHSHH.. AAIIHH.. OUUGGHH..
NDREEWW.. MBAK KELUAARR.. AAHHSSHH.." Mbak Lala menjerit dan mengerang
seiring dengan puncak kenikmatan yang telah diraihnya. Memeknya terasa
sangat panas dan gerakan pinggulnya demikian liar sehingga aku merasakan
penisku seperti dipelintir. Dan akhirnya Mbak Lala roboh di atas dadaku
dengan ekspresi wajah penuh kepuasan. Aku tersenyum penuh kemenangan
sebab aku masih mampu bertahan.. Tak disangka, setelah istirahat
sejenak, Mbak Lala berdiri dan duduk di pinggir spring bed. Kedua
kakinya mengangkang, punggungnya agak ditarik ke belakang dan kedua
tangannya menyangga tubuhnya. "Ndrew, ayo cepet masukin lagi. Itil Mbak
kok rasanya kenceng lagi.." pintanya setengah memaksa. Apa boleh buat,
kuturuti kemauannya itu. Perlahan penisku kugosok-gosokkan ke bibir
memek dan itilnya. Memek Mbak Lala mulai memerah lagi, itilnya langsung
menegang, dan lendirnya tampak mambasahi dinding memeknya. "SShh.. mm..
Ndrew.. kamu jail banget siicchh.. oohh.." rintihnya. "Masukin aja,
yang.. jangan siksa aku, pleeaassee.." rengeknya. Mendengar dia merintih
dan merengek, aku makin bertafsu. Perlahan kumasukkan penisku yang
memang masih tegak ke memeknya yang ternyata sangat becek dan terasa
panas akibat masih memendam gelora birahi. Kugoyang maju mundur
perlahan, sesekali dengan gerakan mencangkul dan memutar. Mbak Lala
mulai gelisah, nafasnya makin memburu, tubuhnya makin gemetaran. Tak
lupa jari tengahku memainkan dan menggosok clitorisnya yang ternyata
benar-benar sekeras dan sebesar kacang. Iseng-iseng kucabut penisku dari
liang surganya, dan tampaklah lubang itu menganga kemerahan.. basah
sekali.. Gerakan jariku di itilnya makin kupercepat, Mbak Lala makin
tidak karuan gerakannya. Kakinya mulai kejang dan gemetaran, demikian
pula sekujur tubuhnya mulai bergetar dan mengejang bergantian. Lubang
memek itu makin becek, terlihat lendirnya meleleh dengan derasnya, dan
segera saja kusambar dengan lidahku.. direguk habis semua lendir yang
meleleh. Tentu saja tindakanku ini mengagetkan Mbak Lala, terasa dari
pinggulnya yang tersentak keras seiring dengan jilatanku di memeknya.
Kupandangi memek itu lagi, dan aku melihat ada seperti daging kemerahan
yang mencuat keluar, bergerinjal berwarna merah seolah-olah hendak
keluar dari memeknya. Dan nafas Mbak Lala tiba-tiba tertahan diiringi
pekikan kecil.. dan ssrr.. ceerr.. aku merasakan ada cairan hangat
muncrat dari memeknya. "Mbak.. udah keluar?", tanyaku. "Beluumm..,
Ndreew.. ayo sayang.. masukin kontol kamu.. aku hampir sampaaii.."
erangnya. Rupanya Mbak Lala sampai terkencing-kencing menahan nikmat.
Akibat pemandangan itu aku merasa ada yang mendesak ingin keluar dari
penisku, dan segera saja kugocek Mbak Lala sekuat tenaga dan secepat aku
mampu, sampai akhirnya.. "NDREEWW.. AKU KELUAARR.. OOHH.. SAYANG..
MMHH.. AAGGHH.. UUFF..", Mbak Lala menjerit dan mengerang tidak karuan
sambil mengejang-ngejang. Bola matanya tampak memutih, dan aku merasa
jepitan di penisku begitu kuat. Akhirnya bobol juga pertahananku..
"Mbak.. aku mau muncrat nich.." kataku. "Keluarin sayang.. ayo sayang,
keluarin di dalem.. aku pengen kehangatan spermamu sekali lagi.."
pintanya sambil menggoyangkan pinggulnya, menepuk pantatku dan meremas
pinggulnya. Seketika itu juga.. Jrruuoott.. jrroott.. srroott..
"Mbaakk.. MBAAKK.. OOGGHH.. AKU MUNCRAT MBAAKK.." aku berteriak. "Hmm..
ayo sayang.. keluarkan semua.. habiskan semua.. nikmati, sayang.. ayo..
oohh.. hangat.. hangat sekali spermamu di rahimku.. mmhh.." desah Mbak
Lala manja menggairahkan. Akupun terkulai diatas tubuh moleknya dengan
nafas satu dua. Benar-benar malam jahanam yang melelahkan sekaligus
malam surgawi. "Ndrew, makasih ya.. kamu bisa melepaskan hasratku.."
Mbak Lala tersenyum puas sekali.. "He-eh.. Mbak.. aku juga.." balasku.
"Aku juga makasih boleh menikmati tubuh Mbak. Terus terang, sejak
ngeliat Mbak, aku pengen bersetubuh dengan Mbak. Tapi aku sadar itu tak
mungkin terjadi. Gimana dengan keluarga kita kalau sampai tahu."
"Waahh.. kurang ajar juga kau ya.." kata Mbak Lala sambil memencet
hidungku. "Aku tidak nyangka kalau adik sepupuku ini pikirannya ngesex
melulu. Tapi, sekarang impian kamu jadi kenyataan kan?" "Iya, Mbak.
Makasih banget.. aku boleh menikmati semua bagian tubuh Mbak." Jawabku.
"Kamu pengalaman pertamaku, Ndrew. Maksud Mbak, ini pertama kali Mbak
bersetubuh dengan laki-laki selain Mas Adit. tidak ada yang aneh kok.
Titit Mas Adit jauh lebih besar dari punya kamu. Mas Adit juga perkasa,
soalnya Mbak berkali-kali keluar kalau lagi join sama masmu itu"
sahutnya. "Terus, kok keliatan puas banget? Cari variasi ya?" aku
bertanya. "Ini pertama kalinya aku sampai terkencing-kencing menahan
nikmatnya gesekan jari dan tititmu itu. Suer, baru kali ini Mbak sampai
pipisin kamu segala. Kamu nggak jijik?" "Ooohh.. itu toh..? Kenapa harus
jijik? Justru aku makin horny.." aku tersenyum. Kami berpelukan dan
akhirnya terlelap. Kulihat senyum tersungging di bibir Mbak Lalaku
tersayang..
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar