HOROR DI UKS
I. Berawal Dari Sakit Perut
Namaku Eliza. Cerita ini
terjadi saat usiaku masih 17 tahun. Waktu itu, aku masih duduk di kelas 2
SMA swasta yang amat terkenal di Surabaya. Sekilas tentang diriku, aku
seorang gadis Chinese dengan tinggi badan 157 cm dan berat 45 kg.
Rambutku hitam panjang sepunggung. Kata orang orang, wajahku cantik dan
bentuk tubuhku sangat ideal. Namun entah apa aku harus bersyukur atau
menyesalinya. Mungkin karena inilah aku mengalami malapetaka di hari
Sabtu, tanggal 18 Desember 2004.
Seminggu setelah perayaan
ultahku yang ke 17 ini, dimana aku akhirnya mendapatkan SIM karena
sudah cukup umur, maka aku ke sekolah dengan mengendarai mobilku
sendiri, mobil hadiah ultahku. Sepulang sekolah, jam menunjukkan waktu
18:30. Aku sekolah siang, jadi pulangnya sampai begitu malam. Dan saat
itu tiba tiba aku merasa perutku sakit dan mulas, jadi aku memutuskan
buang air di WC sekolah.
Karena aku bawa mobil sendiri,
jadi dengan santai aku buang air di WC sekolah, tanpa harus kuatir
merasa sungkan dengan adanya seorang sopir yang menungguku. Yang
mengherankan dan sekaligus menjengkelkan, aku harus bolak balik ke WC
sampai 5 kali. Mungkin setelah tak ada lagi yang bisa dikeluarkan, baru
akhirnya aku berhenti buang air.
Namun perutku masih
terasa mulas. Maka aku memutuskan untuk mampir ke UKS sebentar dan
mencari minyak putih. Aku masuk ke ruang UKS, menyalakan lampunya dan
menaruh tas sekolahku di meja yang ada di sana, lalu mencari cari minyak
putih di kotak obat. Setelah ketemu, aku membuka kancing baju seragamku
di bagian perut ke bawah, dan mulai mengoleskan minyak putih itu untuk
meredakan rasa sakit perutku.
Aku amat terkejut ketika
tiba tiba pintu ruang UKS ini terbuka, dan ternyata yang membuka adalah
tukang sapu di sekolahku yang bernama Hadi. Aku yang sedang mengolesi
perutku dengan minyak putih, terkesiap melihat dia menyeringai, dan aku
menyadari 3 kancing baju seragamku dari bawah terbuka, memperlihatkan
perutku yang rata dan putih mulus ini padanya.
Belum
sempat aku berpikir tentang apa yang harus aku lakukan, Hadi sudah
mendekatiku, menyergapku, menelikung tangan kananku ke belakang
punggungku dengan tangan kanannya, dan ia segera membekap mulutku erat
erat dengan tangan kirinya.
“Eeemph… eeemph…”, aku meronta ronta, dan berusaha menjerit.
Dengan
panik aku berusaha melepaskan bekapan pada mulutku dengan tangan kiriku
yang masih bebas. Namun apa arti tenaga seorang gadis yang mungil
sepertiku menghadapi seorang lelaki yang tinggi besar seperti Hadi ini?
Aku benar benar dalam keadaan tak berdaya.
Mataku terbelalak ketika masuk lagi seorang tukang sapu yang lain, yang bernama bernama Yoyok.
“Girnooo”, Yoyok melongok keluar pintu dan berteriak memanggil satpam di sekolahku.
Aku
sempat merasa lega, kukira aku akan selamat dari cengkeraman Hadi. Tapi
ternyata Yoyok yang mendekati kami bukannya menolongku, malah memegang
pergelangan tangan kiriku dengan tangan kanannya, sementara tangan
kirinya mulai meremasi payudaraku. Kembali aku berusaha meronta.
“Wah
baru kali ini ada kesempatan pegang pegang susu amoy.. ini non Eliza
yang sering kamu bilang itu kan Had?” tanya Yoyok pada Hadi.
“Iya Yok, amoy tercantik di sekolah ini. Betul gak?” kata Hadi.
Sambil
tertawa Yoyok makin keras meremasi kedua payudaraku. Aku menggeliat
kesakitan dan terus meronta mencoba melepaskan diri, sambil berharap
semoga Girno yang sering mendapat uang tips dariku untuk kesediaannya
mengantrikan aku bakso kesukaanku tiap istirahat sekolah, tidak setega
mereka berdua yang sudah seperti kerasukan iblis ini.
Tapi
aku langsung sadar kalau aku dalam bahaya besar. Yang memanggil Girno
tadi itu kan Yoyok. Jadi sungguh bodoh bila aku berharap banyak pada
Girno yang kalau tidak salah memang pernah aku temukan sedang mencuri
pandang padaku. Ataukah… ?
Beberapa saat kemudian Girno
datang, dan melihatku diperlakukan seperti itu, Girno malah menyeringai
dan aku merasa mimpi burukku akan segera menjadi kenyatan.
“Dengar,
kalian jangan gegabah… non Eliza ini kita ikat dulu di ranjang UKS ini.
Setelah jam 8 malam, gedung sekolah ini pasti sudah kosong. Itulah
saatnya kita berpesta kawan kawan!”, kata Girno.
Maka
lemaslah tubuhku setelah aku tahu Girno ada di pihak mereka. Dengan
mudah mereka membaringkan tubuhku di atas ranjang UKS. Kedua tangan dan
kakiku sudah direntangkan, dan diikat erat pada sudut sudut ranjang ini.
Berikutnya, dua kancing bajuku yang belum lepas, dilepaskan oleh Hadi,
hingga terlihat kulit tubuhku yang putih mulus, serta bra warna pink
yang menutupi payudaraku.
“Pak Girno.. tolong jangan begini pak..”, aku memohon dan rasa putus asa mulai menghinggapiku.
Ratapanku
ini dibalas ciuman Girno pada bibirku. Ia melumat bibirku dengan penuh
nafsu, sampai aku megap megap kehabisan nafas, lalu ia menyumpal mulutku
supaya aku tak bisa berteriak minta tolong.
“Non Eliza, tenang saja. Nanti juga non bakalan merasakan surga dunia kok”, kata Girno sambil tersenyum memuakkan.
Kemudian
Girno memerintahkan mereka semua untuk kembali melanjutkan
pekerjaannya, dan mereka meninggalkanku sendirian di ruang UKS sialan
ini. Girno kembali ke posnya, Hadi dan Yoyok berkata mau meneruskan
pekerjaannya menyapu beberapa ruangan kelas yang belum disapu. Dan kini
aku yang ditinggal sendiri hanya bisa pasrah menunggu nasib.
Aku
bergidik membayangkan apa yang akan mereka lakukan terhadapku. Dari
berbagai macam cerita kejahatan yang aku dengar, aku mengerti mereka
pasti akan memperkosaku ramai ramai. Sakit perutku sudah hilang berkat
khasiat minyak putih tadi, tapi aku sama sekali tidak sedang bahagia.
-x-
II. Pembantaian Dimulai
Detik
demi detik berlalu begitu cepat, tak terasa setengah jam sudah berlalu.
Jam di ruang UKS sudah menunjukkan pukul 20:00. tibalah saatnya aku
dibantai oleh mereka. Hadi masuk, diikuti Yoyok, Girno, dan celakanya
ternyata mereka mengajak dua orang satpam yang lain, Urip dan Soleh. Aku
menggigil ketakutan, entah seperti apa keadaanku nanti setelah
diperkosa oleh lima orang ini.
“Hai amoy cantik.. sudah nggak sabar menunggu kami ya?”, kata Hadi.
Dengan
mulut yang tersumpal sementara tangan dan kakiku terikat, aku hanya
bisa menggeleng nggelengkan kepala, dengan air mata yang mengalir deras
pada kedua pipiku, aku memandang mereka memohon belas kasihan, walaupun
aku sadar hal ini tak akan ada gunanya.
Mereka hanya
tertawa dan dengan santai mereka membuka ikatan ikatan pada kedua
pergelangan tangan dan kakiku, lalu tanpa mendapatkan perlawanan
sedikitpun dariku, mereka melepaskan baju dan rok seragam sekolahku,
hingga aku tinggal mengenakan bra dan celana dalam yang warnanya sedikit
pink.
Melihat diriku yang sudah pasrah tak berdaya, mereka bersorak gembira, mengerubutiku dan mulai menggerayangi tubuhku.
Aku
masih sempat memperhatikan, betapa kulit mereka itu hitam legam dan
kasar dibandingkan kulitku yang putih mulus dah halus, membuatku merasa
ngeri juga ketika memikirkan tubuhku akan segera dijarah habis oleh
mereka.
Aku kembali meronta, tidak rela menerima nasib
yang buruk ini. Tapi tiba tiba perasaanku tersengat ketika jari-jari
Girno menyentuh selangkanganku, menekan nekan vaginaku yang masih
terlindung celana dalamku. Aku tak tau sejak kapan, tapi bra yang aku
pakai sudah lenyap entah kemana, dan payudaraku diremas remas dengan
brutal oleh Hadi dan Yoyok, membuat tubuhku rasanya panas dingin. Belum
lagi mereka akhirnya mengikatku lagi dalam posisi seperti tadi, mungkin
karena aku terlalu banyak meronta.
Selagi aku masih
kebingungan karena baru pertama kalinya ini aku merasakan sensasi
sentuhan lelaki yang melanda tubuhku, Urip mendekatiku, melepas sumpalan
pada mulutku, dan melumat bibirku habis habisan. Aku semakin gelagapan,
apalagi kemudian Soleh meraba dan membelai kedua pahaku.
Dikerubuti
dan dirangsang sedemikan rupa oleh 5 orang sekaligus tanpa bisa berbuat
apa apa karena kedua tangan dan kakiku terikat erat di empat sudut
ranjang ini, aku merasakan gejolak luar biasa melanda tubuhku yang tanpa
bisa kukendalikan.
Aku merasakan betapa tubuhku
berkelojotan dan mengejang hebat. Berulang kali tubuhku terlonjak lonjak
sampai beberapa saat lamanya, dan kakiku melejang lejang, rasanya
seluruh tubuhku bergetar.
“Oh.. augh.. ngggg.. aaaagh…” aku mengerang dan menjerit keenakan dan keringatku membanjir deras.
Aku
merasa seperti buang air kecil, tapi yang keluar hanya sedikit, dan
baru kali ini aku merasakan kenikmatan yang amat sangat seperti ini. Aku
mengerti sekali bahwa tadi itu aku baru saja mengeluarkan cairan
cintaku, karena aku mengalami orgasme.
Aku memang pernah
bermasturbasi walaupun hanya menggesek gesekkan jariku pada bibir liang
vaginaku sampai akhirnya aku mengeluarkan cairan cintaku. Tapi aku
merasa kalau yang keluar itu tak sebanyak yang tadi, dan semua yang
kurasakan tadi jauh lebih nikmat dibandingkan ketika aku mencapai
orgasme saat bermasturbasi. Aku merasakan sensasi yang luar biasa dengan
adanya sentuhan lelaki, yang baru pertama kali kurasakan.
Tadi
itu cairan cintaku keluar banyak sekali, dan aku merasa kelelahan dan
lemas sekali. Kini aku hanya diam pasrah terbaring di tengah kerumunan
para pemerkosaku ini.
“Enak ya non? Hahaha… nanti non pasti minta tambah”.
Aku
tak melihat siapa yang bicara, tapi aku tahu itu suara Yoyok, dan aku
malas menanggapi ucapan yang amat kurang ajar dan merendahkanku itu.
“Non
Eliza, kami akan melepaskan ikatanmu. Jika non Eliza tidak macam macam,
kami akan melepaskan non setelah kami puas. Tapi jika non Eliza macam
macam, non akan kami seret ke mess kami. Dan non tahu kan apa akibatnya?
Di situ non tidak hanya harus melayani kami berlima, tapi seluruh
penghuni mess kami. Mengerti ya non?”, kata Girno kepadaku.
Mendengar hal itu, aku merasa ngeri dan hanya bisa mengangguk pasrah, berharap aku cukup kuat untuk melalui ini semua.
“Jangan
bawa saya ke sana pak. Saya akan menuruti kemauan bapak bapak. Tapi
tolong, jangan lukai saya dan jangan hamili saya. Dan lagi, saya masih
perawan pak. Tolong jangan kasar… tolong jangan keluarkan di dalam ya?”
aku memohon dengan sungguh sungguh dalam rasa ngeri membayangkan aku
harus dibawa ke mess mereka, juga rasa ngeri akan kemungkinan hamil
akibat diperkosa ramai ramai ini.
Aku pernah mendengar
jumlah penghuni mess itu ada sekitar 60 orang. Mereka yang tinggal di
sana adalah gabungan satpam, tukang sapu dan tukang kebun dari SMA
tempat aku sekolah ini, ditambah dari SMP dan SD yang memang masih
sekomplek, maklum satu yayasan. Daripada aku akan lebih menderita
diperkosa oleh sekitar 60 orang, lebih baik aku menuruti apa mau mereka
yang ‘cuma’ berlima ini.
Dan aku benar benar berharap agar
tak ada yang melukaiku, berharap mereka tidak segila itu untuk menindik
tubuhku, trend yang kudengar sering dilakukan oleh pemerkosanya…
menindik puting susu korbannya. Aku benar benar takut kalau aku harus
mengalami semua itu.
“Hahaha, non Eliza, sudah kami duga
non memang masih perawan. Nona masih polos, dan tidak mengerti kalo kami
suka memandangi tubuh nona yang sexy. Kami selalu memimpikan
memperawani non Eliza yang cantik ini sejak non masih kelas 1 SMA.
Minggu lalu, ketika non ulang tahun ke 17 dan merayakannya di kelas,
bahkan memberi kami hadiah makanan. Maka kami sepakat untuk membalas
kebaikan non dengan memberi non kenikmatan surga dunia.”, kata Girno.
“Tenang
saja non. Kami memang menginginkan tubuh non, tapi kami tak sekejam itu
untuk melukai tubuh non yang indah ini. Dan kalo tentang hamil, non
Eliza tenang saja. Kami sudah mempersiapkan semua itu. Seminggu terakhir
ini, aqua botol yang non titip ke saya, saya campurin obat anti hamil.
Sedangkan yang tadi, saya campurin obat anti hamil sekaligus obat cuci
perut. Non Eliza tadi sakit perut kan? Hahaha…” jelas Girno sambil
tertawa, tertawa yang memuakkan.
Jadi memang ini semua
sudah direncanakannya! Kurang ajar betul mereka ini. Aku memberi mereka
makanan hanya karena ingin berbagi, tanpa memandang status mereka. Tapi
kini balasannya aku harus melayani mereka berlima. Apa salahku terhadap
mereka?
Hari ini aku akan diperkosa ramai ramai oleh
mereka, dan mereka akan mengeluarkan sperma mereka di dalam rahimku
sepuasnya tanpa kuatir menghamiliku. Lebih tepatnya, tanpa aku kuatir
harus hamil oleh mereka.
Membayangkan hal ini, entah
kenapa tiba tiba aku terangsang hebat, dan birahiku naik tak terkendali.
Aku tanpa sadar menanti dan berharap mereka akan memberikanku
kenikmatan lagi seperti yang tadi baru melandaku.
Mereka
semua mulai melepas semua pakaian mereka, dan ternyata penis penis
mereka sudah ereksi dengan gagahnya, membuat jantungku berdegup semakin
kencang melihat ukuran penis penis itu yang begitu besar. Dan penis
penis itu, akan memasuki tubuhku, bergantian menyiksa liang vaginaku.
Girno
mengambil posisi di tengah selangkanganku, sementara yang lain
melepaskan ikatan pada kedua pergelangan tangan dan kakiku. Girno
menarik lepas celana dalamku. Kini aku sudah telanjang bulat dan tubuhku
yang putih mulus terpampang di depan mereka yang terlihat semakin
bernafsu.
“Indah sekali non Eliza, memeknya non. Rambutnya jarang, halus, tapi indah sekali”, puji Girno.
Memang
rambut yang tumbuh di atas vaginaku amat jarang dan halus. Semakin
jelas aku melihat penis Girno, dengan diameter sekitar 5 cm dan panjang
yang sekitar 16 cm.
“Pak, pelan pelan pak ya…” aku mencoba mengingatkan Girno.
Ia
yang hanya menganguk sambil tersenyum memandangi diriku, membuatku
merasa jengah dan memalingkan mukaku, tak ingin memandang orang yang
akan merenggut keperawananku ini. Girno menggesek gesekkannya kepala
penisnya yang sudah menempel pada bibir vaginaku, membuatku semakin
terangsang.
Aku menyadari bahwa mereka sudah tidak lagi
memegangi pergelangan tangan dan kakiku yang sudah tidak terikat.
Mungkin karena mereka sudah yakin, aku yang telah mereka taklukkan ini
tak akan melawan atau mencoba melarikan diri, dan memang aku tak berani
melakukan hal itu. Kini mereka sudah mengerubutiku kembali, seperti
segerombolan serigala memperebutkan seekor kelinci putih yang manis.
-x-
III. Terenggutnya Keperawananku
Kedua
payudaraku kembali diremas remas oleh Hadi dan Yoyok, sementara Urip
dan Soleh bergantian melumat bibirku. Rangsangan demi rangsangan yang
kuterima ini, membuat aku orgasme untuk yang ke dua kalinya. Kembali
tubuhku berkelojotan dan kakiku melejang lejang, bahkan kali ini aku
meraskan cairan cintaku sepertinya menyembur keluar.
“Eh…
non Eliza ini… belum apa apa sudah keluar dua kali, pake muncrat lagi.
Sabar non, kenikmatan yang sesungguhnya akan segera non rasakan. Tapi
ada bagusnya juga lho, memek non pasti jadi lebih licin, nanti pasti
lebih gampang ditembus ya”, ejek Girno sambil mulai melesakkan penisnya
ke vaginaku.
“Aduh… sakit pak” erangku.
“Tenang non, nanti juga enak”, kata Girno.
Kemudian
ia menarik penisnya sedikit, dan melesakkannya sedikit lebih dalam dari
yang tadi. Rasa pedih yang amat sangat melanda vaginaku, yang meskipun
sudah begitu licin, tapi tetap saja karena penis itu terlalu besar,
Girno kesulitan untuk menancapkan penisnya ke vaginaku. Namun dengan
penuh kesabaran, Girno terus memompa masuk penisnya dengan lembut hingga
tak terlalu menyakitiku.
Lambat laun, ternyata memang
rasa sakit di vaginaku mulai bercampur rasa nikmat yang luar biasa. Dan
Girno terus melakukannya, menarik sedikit, dan menusukkan lebih dalam
lagi, sementara yang lain terus melanjutkan aktivitasnya sambil
menikmati tontonan proses penetrasi penis Girno ke dalam vaginaku.
Hadi
dan Yoyok mulai menyusu pada kedua puting payudaraku yang kurasakan
sudah mengeras karena terus menerus dirangsang sejak tadi.
Tak
lama kemudian, aku merasakan selangkanganku sakit sekali menghapus
semua nikmat yang sempat kuterima tadi. Entahlah, rupanya akhirnya
selaput daraku robek.
“Ooh… aauugggh… hngggkk… aaaaagh…”,
aku menjerit kesakitan, seluruh tubuhku mengejang, dan air mataku
kembali mengalir tanpa bisa kutahan. Keringatku juga mengucur deras.
Aku
ingin meronta, tapi rasa sesak dan sakit di liang vaginaku membatalkan
niatku. Aku hanya bisa mengerang, dan gairahku pun padam dihempas rasa
sakit yang nyaris tak tertahankan ini.
“Aduh.. sakit pak Girno.. ampun”, aku mengerang dan memohon pada pak Girno.
Namun
Girno hanya tertawa tawa, mungkin karena ia puas telah berhasil
memperawaniku, dan yang lain malah bersorak, “terus.. terus..”.
Aku
menggeleng gelengkan kepalaku ke kanan dan ke kiri menahan sakit,
sementara bagian bawah tubuhku mengejang hebat, tapi aku tak berani
terlalu banyak bergerak, dan berusaha menahan lejangan tubuhku supaya
vaginaku yang penuh sesak itu tak semakin didera rasa sakit. Lumatan
penuh nafsu pada bibirku oleh Urip menahan gerakan kepalaku, dan
ditambah belaian pada rambutku serta dua orang lelaki yang menyusu
seperti anak kecil pada kedua payudaraku ini membuat gairahku yang
sempat dipadamkan oleh rasa sakit tadi kembali menyala.
Tanpa
sadar, dalam kepasrahan aku mulai membalas lumatan pada bibirku. Girno
terus memperdalam tusukannya penisnya yang sudah menancap setengahnya
pada vaginaku. Dan Girno memang pandai memainkan vaginaku, kini rasa
sakit itu sudah tak begitu kurasakan lagi, yang lebih kurasakan adalah
rasa ngilu yang amat nikmat yang melanda selangkanganku. Penis itu
begitu sesaknya walaupun baru menancap setengahnya, dan urat urat yang
berdenyut di penis itu menambah sensasi yang kurasakan.
“Oh sempitnya non. Enaknya… ah…”, Girno mulai meracau sambil terus memompa penisnya sampai akhirnya amblas sepenuhnya.
Penis
itu terasa seperti sedang menyodok bagian terdalam dari vaginaku,
mungkin itu rahimku. Aku hanya bisa mengerang tanpa berani menggeliat,
walaupun aku merasakan sakit yang bercampur nikmat.
Mulutku
ternganga, kedua tanganku mencengkeram sprei berusaha mencari sesuatu
yang bisa kupegang, sementara kakiku terasa mengejang tapi kutahan. Aku
benar benar tak berani banyak bergerak dengan penis raksasa yang sedang
menancap begitu dalam di vaginaku.
Dan setelah diam untuk
memberiku kesempatan beradaptasi, akhirnya Girno memulai pompaanya. Aku
mengerang dan mengerang, mengikuti irama pompaan si Girno. Dan
erangangku kembali tertahan ketika kali ini dengan gemas Urip memasukkan
penisnya ke dalam mulutku yang sedang ternganga ini.
Aku gelagapan, dan Urip berkata “Isep non. Awas, jangan digigit ya!”
Aku
hanya pasrah, dan mulai mengulum penis yang baunya tidak enak ini, tapi
lama kelamaan aku jadi terbiasa juga dengan bau itu. Penis itu panjang
juga, tapi diameternya tak terlalu besar dibanding dengan penisnya
Girno. Tapi mulutku terasa penuh, dan ketika aku mengulum ngulum penis
itu, Urip memompa penisnya dalam mulutku, sampai berulang kali melesak
ke dalam tenggorokanku. Aku berusaha supaya tidak muntah, meskupun
berulang kali aku tersedak.
Selagi aku berjuang
beradaptasi terhadap sodokan penis si Urip ini, Soleh meraih tangan
kananku, menggengamkan tanganku ke penisnya.
“Non, ayo dikocok!”, perintahnya.
Penis
itu tak hampir tak muat di genggaman telapak tanganku yang mungil, dan
aku tak sempat memperhatikan seberapa panjang penis itu, walaupun dari
kocokan tanganku, aku sadar penis itu panjang.
-x-
IV. Kedatangan Pak Edy Wali Kelasku
Aku
menuruti semuanya dengan pasrah, ketika tiba tiba pintu terbuka, dan
pak Edy, guru wali kelasku masuk, dan semua yang mengerubutiku
menghentikan aktivitasnya, tentu saja penis Girno masih tetap bersarang
dalam liang vaginaku.
Melihat semuanya ini, pak Edy membentak, “Apa apaan ini? Apa yang kalian lakukan pada Eliza?”.
Aku
merasa ada harapan, segera melepaskan kulumanku pada penis Urip, dan
sedikit berteriak “Pak Edy, tolong saya pak. Lepaskan saya dari mereka”.
Pak
Edy seolah tak mendengarku, dan berkata pada Girno, “Kalian ini.. ada
pesta kok tidak ngajak saya? Untung saya mau mencari bon pembelian kotak
P3K tadi. Kalo begini sih, itu bon tidak ketemu juga tidak apa apa…
hahaha…”.
Aku yang sempat kembali merasa ada harapan untuk keluar dari acara gangbang ini langsung lemas dalam keputus asaan.
Dengan
kesal aku melanjutkan kocokan tanganku pada penis Soleh juga kulumanku
pada penis Urip. Memang aku harus mengakui, aku menikmati perlakuan
mereka, tapi kalau bisa aku juga ingin semua ini berakhir.
Setelah sadar bahwa pak Edy juga sebejat mereka, semuanya tertawa lega.
Sambil
mulai melanjutkan pompaan penisnya pada vaginaku, Girno berkata, “Pak
Edy tenang saja, masih kebagian kok. Itu tangan kiri non Eliza masih
nganggur, kan bisa buat ngocok punya pak Edy dulu. Tapi kalo soal
memeknya, ngantri yo pak. Abisnya, salome sih”.
“Yah gak
masalah lah. Ini kan malam minggu, pulang malam juga wajar kan?” katanya
tertawa mengiyakan sambil melepas pakaiannya dan ternyata (untungnya)
penisnya tidak terlalu besar, bahkan ternyata paling pendek di antara
mereka.
Tapi aku sudah tak perduli lagi. Vaginaku yang serasa diaduk aduk mengantarku orgasme yang ke tiga kalinya.
“Aaaaagh…”,
erangku yang tanpa sadar mulai menggenggam penis pak Edy yang
disodorkan di dekat tangan kiriku yang memang menganggur.
Pinggangku
terangkat sedikit ke atas, kembali tubuhku terlonjak lonjak, entah ada
berapa lamanya tersentak sentak, namun kini cairanku tak keluar karena
vaginaku yang masih sangat sempit ini seolah dibuntu oleh penis Girno
yang berukuran raksasa ini.
Dalam kelelahan ini, aku harus
melayani 6 orang sekaligus. Sodokan sodokan yang dilakukan Girno
membuat gairahku cepat naik walaupun aku baru saja orgasme hebat. Tapi
aku tak tahu, kapan Girno akan orgasme, ia begitu perkasa. Sudah 15
menit berlalu, dan ia masih menyiksaku, memompa liang vaginaku dengan
garangnya.
Desahan kami bersahut sahutan memenuhi ruangan
yang kecil ini. Kedua tanganku mengocok penis dari Soleh dan pak Edy,
wali kelasku yang ternyata bejat, membuatku agak bingung memikirkan apa
yang harus kulakukan jika bertemu dengannya mulai Senin besok dan
seterusnya saat dia mengajar di kelasku.
-x-
V. Pembantaian Berlanjut
Urip
mengingatkanku untuk kembali mengulum penisnya yang kembali
disodokkannya ke tenggorokanku, membuat aku tak sempat terlalu lama
memikirkan hal itu. Kini aku sudah mulai terbiasa, bahkan sejujurnya aku
mulai menikmati saat saat tenggorokanku diterjang penis si Urip ini,
menikmati rasa tercekik yang enak ini.
Tiba tiba Girno
menarikku hingga aku terduduk, lalu dia tiduran di ranjang, hingga
sekarang aku berada dalam posisi woman on top, dan penis itu terasa
semakin dalam menancap dalam vaginaku. Aku masih tak tahu apa yang ia
inginkan, tiba tiba aku ditariknya lagi hingga rebah dan kedua
payudaraku menindih tubuhnya. Urat penisnya terasa mengorek ngorek
dinding vaginaku.
Aku hanya pasrah menunggu, entah permainan apa lagi yang harus kujalani bersama Girno dan yang lainnya ini.
“Eh,
daripada satu lubang rame rame, kan lebih nikmat kalo dua, eh, tiga
sekalian, tiga lubang rame rame?” tanya Girno pada yang lain.
“Akuuur…”, seru mereka segera menyetujui sambil tertawa tawa.
Berikutnya
Urip segera ke belakangku, dan kurasakan ia sedang meludahi anusku.
Kengerian kembali melandaku, membayangkan aku akan dijadikan sandwich
oleh Girno dan Urip
“Jangan…. jangan di situ…” desisku ketakutan.
Namun
seperti yang aku duga, Urip sama sekali tidak perduli. Aku memejamkan
mata ketika Urip menempelkan kepala penisnya ke anusku, dan yang lain
bersorak kegirangan dan beberapa dari mereka memuji ide Girno.
“Aaaaaagh…” aku mengerang ketika penis Urip mulai melesak ke dalam liang anusku.
Mataku
terbeliak, tanganku menggenggam erat sprei kasur tempat aku aku
diperkosa ramai ramai ini. Tubuhku terutama pahaku bergetar hebat
menahan sakit yang luar biasa. Ludah Urip yang bercampur dengan air
ludahku di penis Urip yang baru kukulum tadi, tak membantu sama sekali.
“Aaaaaagh…. sakiiiiiit…. Jangaaaaan…..”, erangku tanpa daya ketika akhirnya penis itu amblas seluruhnya dalam liang anusku.
Selagi
aku mengerang dan mulutku ternganga, Soleh mengambil kesempatan itu
untuk membenamkan penisnya dalam mulutku, hingga eranganku teredam.
Sial, ternyata penis Soleh ini agak mirip punya Urip yang sedang
menyodomiku. Begitu panjang, walaupun diameternya tidak terlalu besar,
tapi penis itu cukup panjang untuk menyodok nyodok tenggorokanku.
Kini
tubuhku benar benar bukan milikku lagi, dijarah habis oleh mereka
semua. Rasa sakit yang hampir tak tertahankan melandaku saat Urip mulai
memompa liang anusku. Setiap ia mendorongkan penisnya, penis Soleh
menancap semakin dalam ke tenggorokanku, sementara penis Girno sedikit
tertarik keluar.
Tapi sebaliknya, saat Urip memundurkan
penisnya, penis Soleh juga sedikit tertarik keluar dari kerongkonganku.
Akibatnya tubuhku yang turun membuat penis Girno kembali menancap dalam
dalam pada liang vaginaku, ditambah lagi Girno sedikit menambah tenaga
tusukannnya, hingga rasanya penisnya seperti menggedor rahimku.
Rasanya
tubuhku seperti sedang dirobek robek ke berbagai arah. Belum lagi liang
anusku yang kemasukan benda asing ini membuatku jadi ingin mengejan,
perutku mulas sekali.
Setelah beberapa saat aku harus
berjuang menahan keinginanku untuk mengejan, perlahan rasa sakit pada
liang anusku sudah berkurang banyak. Dan ketika rasa sakit itu reda, aku
sudah kembali harus melayang dalam kenikmatan.
Hanya 2
menit dalam posisi ini, aku sudah orgasme hebat, namun aku hanya bisa
pasrah. Tubuhku hanya bisa bergetar, aku tak bisa bergerak banyak karena
semua bagian tubuhku yang harusnya bisa kugerakkan ini semuanya ditahan
oleh para pemerkosaku.
Dalam keadaan orgasme seperti ini,
mereka tanpa ampun terus bergantian memompaku, membuat orgasmeku tak
kunjung reda bahkan akhirnya aku mengalami multi orgasme! Tanpa
terkendali lagi, aku mengejang hebat susul menyusul, dan cairan cintaku
keluar berulang ulang, sangat banyak mengiringi multi orgasmeku yang
sampai lebih dari 2 menit. Namun semua cairan cintaku yang aku yakin
sudah bercampur darah perawanku, sepertinya tak bisa mengalir keluar,
terhambat oleh penis Girno.
Tanganku yang menumpu pada
genggaman tangan Girno bergetar getar. Sementara Soleh membelai rambutku
dan Urip meremas remas payudaraku dari belakang. Sungguh, aku tak kuasa
menyangkal, kenikmatan yang aku alami sekarang ini benar benar dahsyat,
belum pernah sebelumnya aku merasakan yang seperti ini. Aku memang
pernah bermasturbasi sampai merasakan orgasme yang nikmat. Namun orgasme
dalam keadaan liang vagina tertancap penis seperti ini benar benar
membuatku melayang.
Mereka terus menggenjot tubuhku.
Desahan yang terdengar hanya desahan mereka, karena aku tak mampu
mengeluarkan suara selama penis Soleh mengaduk aduk tenggorokanku. Entah
sudah berapa kali aku mengalami orgasme, sampai akhirnya kurasakan
tubuh Girno bergetar dan menggigil
“Hegh… hu…
huoooooooh…”, Girno melenguh, penisnya berkedut, kemudian spermanya yang
hangat menyemprot berulang ulang dalam liang vaginaku, diiringi dengan
keluarnya cairan cintaku untuk yang ke sekian kalinya.
Akhirnya
Girno orgasme juga bersamaan denganku, dan penisnya sedikit melembek,
dan terus melembek sampai akhirnya cukup untuk membuat cairan merah muda
meluber keluar dengan deras dari sela sela mulut vaginaku, yang
merupakan campuran darah perawanku, cairan cintaku dan sperma Girno.
“Oh..
enake rek, memek amoy seng sek perawan…” kata Girno, yang tampak amat
puas, entah puas karena berhasil memperawaniku, atau puas menikmati
sempitnya liang vaginaku.
Nafasku sudah tersengal sengal.
Untungnya, Urip dan Soleh cukup pengertian. Urip mencabut penisnya dari
liang anusku, dan Soleh tak memaksaku mengulum penisnya yang terlepas
ketika aku yang sudah begitu lemas karena kelelahan, ambruk menindih
Girno yang masih belum juga melepaskan penisnya yang masih terasa begitu
besar untukku.
-x-
VI. Tenggelam Dalam Nikmat Pesta Seks
Kini
aku mulai sadar dari gairah nafsu birahi yang menghantamku selama
hampir satu jam ini. Namun aku tidak menangis. Tak ada keinginan untuk
itu, karena sejujurnya aku tadi amat menikmati perlakuan mereka, bahkan
gilanya, aku menginginkan diriku dijadikan obyek pesta seks lagi seperti
tadi. Apalagi mereka cukup lembut dan pengertian, tidak sekasar yang
aku bayangkan.
Mereka benar benar menepati janji untuk
tidak melukaiku dan menyakitiku seperti menampar pipiku ataupun
menjambak rambutku. Bahkan Girno memelukku dan membelai rambutku dengan
mesra dan penuh kasih sayang, setidaknya menurut perasaanku, sehingga
membuatku semakin pasrah dan hanyut dalam pelukannya. Apalagi yang lain
kembali mengerubutiku, membelai sekujur tubuhku seolah ingin menikmati
tiap senti kulit tubuhku yang putih mulis ini. Entah kenapa aku merasa
aku rela melayani mereka berenam ini untuk seterusnya, membuatku
terkejut dalam hati.
Hah? Apa yang baru saja aku pikirkan?
Aku ini kan diperkosa, kok aku malah berpikir seperti itu? Tapi tak
bisa kupungkiri, tadi itu benar benar nikmat, belum pernah aku merasakan
orgasme yang senikmat itu ketika aku bermasturbasi.
Lagian,
apakah ini masih bisa disebut perkosaan? Selain aku pasrah melayani apa
mau mereka, aku juga menikmatinya, bahkan sampai orgasme berkali kali.
Lamunanku
terputus saat Girno mengangkat tubuhku hingga penisnya yang sudah
mengecil terlepas dari vaginaku, dan ia menyingkir membiarkan Soleh
mengambil gilirannya.
“Non, kita lanjutin ya”, kata Soleh yang sudah tiduran di sela kakiku yang sedikit mengkangkang.
Aku
hanya menurut saja dan menaiki penisnya yang tegak mengacung itu. Soleh
memegang dan membimbing penis itu menempel pada bibir vaginaku. Sekali
ini, tanpa paksaan sedikitpun, malah aku yang berinisiatif menurunkan
badanku, hingga perlahan penis itu tertelan dalam liang vaginaku.
“Ooh… aaah….”, erang Soleh ketika penisnya mulai melesak ke dalam vaginaku.
Memang
lebih mudah dari punya Girno tadi, karena diameter penis si Soleh lebih
kecil. Namun tetap saja, panjangnya yang tidak selisih banyak dengan
milik Girno tadi membuatku kelabakan.
“Ooh.. aduuuuh… “, erangku panjang seiring makin menancapnya penis Soleh hingga amblas sepenuhnya dalam vaginaku.
Penisnya
terasa hangat, lebih hangat dari punya si Girno yang kini duduk di
kursi tengah ruang ini sambil merokok. Mereka memberiku kesempatan untuk
bernafas sejenak, kemudian Urip mendorongku hingga aku kembali
telungkup, kali ini menindih Soleh yang langsung mengambil kesempatan
itu untuk melumat bibirku. Baru aku sadar, Soleh ini pasti tinggi
sekali.
Rupanya si Urip belum puas dan ingin melanjutkan
aksi sodominya terhadapku. Kembali aku disandwich seperti tadi. Namun
kali ini aku lebih siap. Aku melebarkan kakiku hingga semakin
mengkangkang seperti kodok, dan… perlahan tapi pasti, liang anusku
kembali ditembus penis Urip yang amat keras ini, membuat bagian bawah
tubuhku kembali terasa sesak.
Walaupun memang tidak
sesesak tadi, rasa mulas dan ingin mengejan itu langsung kembali lagi
menyiksa tubuhku, membuatku merintih dan mengerang, antara pedih dan
nikmat. Beberapa kali aku harus menahan nafas karena kesakitan.
Kini
Hadi dan Yoyok ikut mengepungku. Mereka masing masing memegang tangan
kiri dan kananku, mengarahkanku untuk menggenggam penis mereka dan
mengocoknya. Selagi aku mulai mengocok dua buah penis itu, wali kelasku
yang ternyata bejat ini mengambil posisi di depanku, kelihatannya akan
memintaku untuk mengoral penisnya.
“Dioral sekalian Eliza, daripada nganggur nih”, katanya dengan senyum yang memuakkan.
Tapi
aku terpaksa menurutinya daripada nanti ia berbuat atau mengancam yang
macam macam. Kubuka mulutku walaupun dengan setengah hati, membiarkan
penis pak Edy yang berukuran kecil ini masuk dalam kulumanku.
Jadi
kini aku digempur 5 orang sekaligus, yang mana justru membuat gairahku
naik tak karuan. Apalagi Soleh dan Urip makin bersemangat menggenjot
selangkanganku, benar benar dengan cepat membawaku orgasme lagi.
“Eemmph….”, erangku keenakan.
Tubuhku
mengejang, dan kurasakan cairan cintaku keluar, melumasi vaginaku yang
terus dipompa Soleh yang kulihat sedang merem melek keenakan. Tiba tiba
penis pak Edy berkedut dalam mulutku, dan tanpa ampun spermanya muncrat
membasahi kerongkonganku.
Baru kali ini aku merasakan
sperma dalam mulutku, rasanya aneh, asin dan asam. Mungkin karena sudah
beberapa kali melihat film biru, tanpa disuruh aku sudah tahu tugasku.
Kubersihkan penis pak Edy dengan kukulum, kujilati, dan kusedot sedot
sampai tidak ada sperma yang tertinggal di penis yang kecil itu,
sementara itu pak Edy melolong lolong keenakan.
“Lho pak,
kok sudah keluar? Masa kalah sama sepongannya non Eliza? Bagaimana nanti
sama memeknya? Seret banget lho pak”, kata Soleh dengan nada sedikit
mengejek, yang disambung tawa yang lain.
Pak Edy terlihat
tersenyum malu, dan tak berkata apa apa, hanya duduk di sebelah si
Girno. Aku juga tertawa dalam hati, namun ada bagusnya juga, kini
tugasku menjadi sedikit lebih ringan.
Hadi yang juga ingin
merasakan penisnya kuoral, pindah posisi ke depanku, dan mengarahkan
penisnya ke mulutku. Aku mengulum penis itu tanpa penolakan, dan kocokan
tangan kananku pada penis Yoyok kupercepat, aku seakan sedang berlomba
mengimbangi cepatnya sodokan demi sodokan penis Soleh dan Urip yang
semakin gencar menghajar vagina dan anusku.
“Ouuggghh….”, Urip tiba tiba mendengus dengus dan melolong panjang seiring berkedutnya penisnya dalam liang anusku.
Penis
Urip menyemprotkan spermanya berulang ulang di dalam liang anusku
hingga terasa hangat sekali pada liang anusku di bagian terdalam.
Perutku kembali sedikit mulas, tapi mulas yang enak sekali.
Kini
aku tinggal melayani 3 orang saja, namun entah aku sudah orgasme berapa
kali. Aku amat lelah untuk menghitungnya. Dan Yoyok berniat
menggantikan Urip membobol anusku. Baru aku sadar, dari genggaman
tanganku tadi pada penis Yoyok, aku tahu penis Yoyok tidak panjang,
tapi… diameternya itu.. rasanya seukuran dengan punya si Girno. Dan
celaka… penis itu akan segera menghajar anusku.
“Oooh… ooogh… sakiiiit…”, erangku ketika Yoyok memaksakan penisnya sampai akhirnya masuk.
Namun
seperti yang tadi tadi, rasa sakit yang menderaku hanya berlangsung
sebentar, dan berganti rasa nikmat luar biasa yang tak bisa dilukiskan
dengan kata kata. Aku melenguh lenguh menikmati mulasnya perutku, juga
rasa ingin mengejan yang mendera liang anusku. Apalagi liang vaginaku
ini semakin ngilu seperti akan copot saja, karena Soleh terus memompa
liang vaginaku tanpa ampun.
Aku semakin tersengat birahi
ketika Soleh yang ada di bawahku meremas remas payudaraku yang
tergantung di depan matanya, sementara Hadi menekan nekankan kepalaku
untuk lebih melesakkan penisnya ke kerongkonganku. Di sini aku bisa
mengira ngira, ternyata penis si Hadi ini mirip dengan punya Urip dan
Soleh.
Dengan pasrah aku terus melayani mereka satu per
satu sampai akhirnya mereka orgasme bersamaan. Dimulai dari kedutan
penis Soleh dalam vaginaku, tapi tiba tiba penis Hadi berkedut lebih
keras dan langsung menyemburkan spermanya yang amat banyak dalam rongga
mulutku. Aku gelagapan dan nyaris tersedak, namun aku usahakan semuanya
tertelan masuk dalam kerongkonganku.
Selagi aku berusaha
menelan semuanya, tiba tiba dari belakang Yoyok menggeram, penisnya juga
berkedut, kemudian menyemprotkan sperma berulang ulang dalam liang
anusku, diikuti Soleh yang menghunjamkan penisnya dalam dalam sambil
berteriak penuh kenikmatan.
“Ooohh… aanggh…”, aku sendiri juga mengerang panjang.
Bersamaan
dengan berulang kali menyemprotnya sperma Soleh di dalam vaginaku, aku
juga mengalami orgasme hebat. Hadi jatuh terduduk lemas setelah penisnya
kubersihkan tuntas seperti punya pak Edy tadi. Lalu Soleh yang penisnya
masih menancap di dalam vaginaku memelukku erat dan kembali melumat
bibirku dengan ganas, sampai aku tersengal sengal kehabisan nafas.
Yoyok
yang penisnya tak terlalu panjang hingga sudah terlepas dari anusku,
juga duduk bersandar di dinding. Liang anusku langsung terasa lega dan
nyaman, dan sekarang ini tinggal aku dan Soleh yang ada di atas ranjang.
Kami
terus bergumul dengan panas. Soleh membalik posisi kami hingga aku
telentang di ranjang ditindihnya, dan penisnya tetap masih menancap
dalam vaginaku meskipun mulai lembek, mungkin dikarenakan penis Soleh
yang panjang.
Tanpa sadar, kakiku melingkari pinggangnya Soleh, seakan tak ingin penisnya terlepas, dan aku balas melumat bibir si Soleh ini.
Mungkin
pergumulan kami yang panas menyebabkan birahi Girno terbakar. Aku
sempat melihat penis raksasa itu mengacung kembali, seolah menandakan
tenaganya yang sudah pulih setelah tadi sudah sempat berejakulasi.
Namun
ia dengan sabar membiarkan aku dan Soleh yang bergumul dengan penuh
nafsu. Namun penis Soleh yang semakin mengecil itu akhirnya tidak lagi
tertahan erat dalam vaginaku, dan Soleh pun tampaknya tahu diri untuk
memberikanku kepada yang lain yang sudah siap kembali untuk
menggenjotku.
Girno segera menyergap dan menindihku, tanpa
memberiku kesempatan bernafas, dengan penuh nafsu ia segera menjejalkan
penisnya yang amat besar itu ke dalam vaginaku. Aku terbeliak,
merasakan kembali sesaknya vaginaku.
Girno yang sudah
terbakar nafsu ini mulai memompa vaginaku dengan ganas, membuat tubuhku
kembali bergetar getar sementara aku mendesah dan merintih merasakan
nikmat berkepanjangan ini.
Gilanya, aku ingin Girno
bersikap lebih liar. Aku malah mencoba menggoda Girno dengan pura pura
ingin menahan sodokan penisnya dengan cara menahan bagian bawah
tubuhnya. Benar saja, dengan tatapan garang ia mencengkram kedua
pergelangan tanganku dan menelentangkannya di atas ranjang tempat aku
dibantai ini, membuatku tak berdaya. Dan sodokan demi sodokan penis
Girno yang menghajar vaginaku terasa semakin keras.
Aku
bahkan nekat menatap Girno dengan pandangan sayu memelas untuk lebih
menggodanya lagi, dan ternyata memang berhasil. Dengan nafas memburu,
Girno melumat bibirku seolah tak ingin bibirku terlepas dari pagutannya.
sambil terus memompa vaginaku.
Kini aku yang gelagapan.
Orgasme yang menderaku membuat tubuhku bergetar hebat, tapi aku tak
berdaya melepaskan ledakan birahiku karena seluruh gerakan tubuhku
terkunci. Bahkan untuk melenguh pun aku tidak bisa karena Girno masih
saja melmat bibirku. Aku hanya bisa diam dan pasrah hingga akhirnya
Girno menggeram nggeram, semprotan sperma yang cukup banyak kembali
membasahi liang vaginaku.
Girno melepaskan cengkramannya
pada kedua pergelangan tanganku, namun aku sudah terlalu lelah dan lemas
untuk menggerakkannya. Ia turun dari ranjang, setelah melumat bibirku
dengan ganas, lalu memberi kesempatan pada pak Edy yang penisnya sudah
ereksi kembali.
Kali ini, ia terlihat lebih gembira,
karena mendapatkan jatah liang vaginaku, yang kelihatannya sudah
ditunggunya sejak tadi. Dengan tersenyum senang, yang bagiku memuakkan,
ia mulai menggesekkan kepala penisnya ke vaginaku yang sudah banjir
cairan sperma bercampur cairan cintaku. Tanpa kesulitan yang berarti, ia
sudah melesakkan penisnya seluruhnya membelah dinding liang vaginaku
yang licin ini.
Aku sedikit mendesah ketika ia mulai
memompa vaginaku. Namun lagi lagi seperti tadi, belum ada 3 menit, pak
Edy sudah mulai menggeram, kemudian tanpa mampu menahan lagi ia
menyemprotkan spermanya ke dalam liang vaginaku.
Yang lain
kembali tertawa, sedangkan aku yang belum terpuaskan dalam ‘sesi’ ini,
memandang yang lain, terutama Hadi yang belum sempat merasakan
selangkanganku. Hadi yang seolah mengerti, segera mendekatiku. Terlebih
dulu ia mencium bibirku dengan gaya yang dimesra mesrakan, membuatku
sedikit geli namun cukup terangsang juga.
Tak lama
kemudian, Hadi sudah siap dengan kepala penis yang menempel di vaginaku,
lalu mulai melesakkan penisnya dalam dalam. Ia terlihat menikmati hal
ini, sementara aku sedikit mengejang menahan sakit karena Hadi cukup
terburu buru dalam proses penetrasi ini.
Selagi kami dalam
proses menyatu, yang lain sedang mengejek pak Edy yang terlalu cepat
keluar. Ingin aku menambahkan, penisnya agak sedikit lembek. Tapi aku
menahan diri dan diam saja, karena aku tak ingin terlihat murahan di
depan mereka.
Hadi mulai memompa vaginaku. Rasa nikmat
kembali menjalari tubuhku. Pinggangku bergerak gerak dan pantatku
sedikit terangkat, seolah menggambarkan aku yang sedang mencari
kenikmatan. Selagi aku dan Hadi sudah mulai menemukan ritme yang pas,
aku melihat yang lain yaitu Yoyok dan Urip akan pergi ke wc, katanya
untuk mencuci penis mereka yang tadi sempat terbenam dalam liang anusku.
Sambil keluar Urip berkata, “Nanti kasihan non Eliza, kalo memeknya yang bersih jadi kotor kalo kontolku tidak aku cuci”.
“Iya, juga, kan kasihan, amoy cakep cakep gini harus ngemut kontol yang kotor seperti ini”, sambung Yoyok.
Oh..
ternyata mereka begitu pengertian padaku. Aku jadi semakin senang, dan
menyerahkan tubuhku ini seutuhnya pada mereka. Kulayani Hadi dengan
sepenuh hati, setiap tusukan penisnya kusambut dengan menaikkan pantatku
hingga penis itu bersarang semakin dalam, memberikan nikmat yang amat
sangat.
Tanpa ampun lagi, tak 5 menit kemudian aku orgasme
disusul Hadi yang menembakkan spermanya dalam liang vaginaku, bersamaan
dengan kembalinya Yoyok dan Urip. Namun mereka berdua ini tak langsung
menggarapku. Setelah Hadi kembali terduduk lemas di bawah, mereka berdua
mengerubutiku, tapi hanya membelai sekujur tubuhku, memberiku
kesempatan untuk beristirahat setelah orgasme barusan.
Mereka
berdua menyusu pada payudaraku, sambil meremas kecil, membuatku
mendesah tak karuan. Kini jam sudah menunjukkan pukul 21:00 malam. Tak
terasa sudah satu jam aku melayani mereka semua.
Dalam
keadaan lelah, aku minta waktu sebentar pada Urip dan Yoyok untuk minum.
Keringat yang mengucur deras sejak tadi membuatku haus. “Sebentar bapak
bapak, saya mau minum dulu ya”, kataku. Kebetulan di tasku ada sekitar
setengah botol air Aqua, sisa minuman yang tadi sore, tapi aku langsung
teringat, minuman itu dicampur obat cuci perut yang mengantarku ke horor
di ruang UKS ini.
“Pak Girno. Itu air sudah bapak
campurin obat cuci perut kan? Tolong pak, belikan saya minuman dulu.
Tapi jangan dicampurin apa apa lagi ya pak”, kataku sambil akan turun
dari ranjang untuk mencari uang dalam dompet yang ada di dalam tas
sekolahku.
Tapi Girno berkata, “Tidak usah non. Saya belikan saja, sekalian sebagai hadiah untuk non”.
Dalam hati aku menggerutu, air aqua sebotol saja dikatakan hadiah. Tapi aku diam saja.
Girno
pergi ke WC sebentar untuk mencuci penisnya, kemudian kembali dan
mengenakan celana dalam dan celana panjangnya saja. Lalu ia keluar untuk
membeli air minum untukku.
Sambil menunggu, yang lain
menggodaku, merayuku betapa cantiknya aku, betapa putih mulusnya kulit
tiubuhku yang indah dan sebagainya. Aku hanya tersenyum kecil menanggapi
itu semua.
Tak lama kemudian, Girno kembali sambil membawa sebotol Aqua, yang segelnya sudah terbuka.
Aku
menatapnya curiga, dan bertanya dengan ketus. “Pak, masa bapak tega
mencampuri air minum ini lagi? Nanti kan saya mulas mulas lagi?”.
Girno
dengan tersenyum menjawab, “Nggak non. Masa lagi enak enak gini saya
pingin non bolak balik ke WC lagi. Ini cuma supaya non Eliza gak terlalu
capek. Buat tambah tenaga non”.
Yah.. pokoknya bukan obat
cuci perut, aku akhirnya meminumnya sampai setengahnya, karena aku
sudah semakin kehausan. Tak lupa aku mengambil botol sisa air minum yang
tadi di dalam tasku, dan membuangnya ke tong sampah di ruang ini. Aku
tak mau sampai salah minum dan kemudian menderita seperti tadi.
-x-
VII. Diperparah Obat Perangsang
Kemudian
aku kembali ke ranjang, menuntaskan tugasku melayani Urip dan Yoyok.
Tiba tiba aku merasa aneh, tubuhku terasa panas terutama wajahku,
keringat kembali bercucuran di sekujur tubuhku.Padahal mereka belum
menyentuhku.
Aku langsung tersadar, ini pasti ada obat perangsang yang dicampurkan dalam minuman yang tadi dibelikan oleh Girno.
Sialan
deh, aku kini semakin terperangkap dalam cengkeraman mereka. Urip dan
Yoyok bergantian memompa vagina dan mulutku. Permainan ini dilanjutkan
kembali. Urip melesakkan penisnya dalam vaginaku, sementara Yoyok
memintaku mengoral penisnya.
Mungkin karena obat
perangsang itu, aku sendiri menginginkan kenikmatan ini tidak pernah
berhenti menghinggapiku, bahkan sebentar sebentar aku mengalami orgasme.
Dan gilanya, tiap aku orgasme mereka berdua bertukar posisi, membuatku
semakin larut dalam permainan ini.
Rasa sperma dari banyak
orang, bercampur cairan cintaku, kurasakan ketika mengoral penis
mereka, membuatku semakin liar. Aku menggeliat keenakan saat mereka
berejakulasi bersamaan, Yoyok di vaginaku dan Urip di tenggorokanku.
Sedangkan aku sendiri kembali harus menyerah diantar menuju orgasmeku.
Ada
satu menit lamanya, tubuhku terlonjak lonjak hingga pantatku terangkat
angkat, kakiku melejang lejang sementara tanganku menggengam sprei yang
sudah basah dan awut awutan. Aku melenguh panjang, kemudian roboh
telentang pasrah, dalam keadaan masih terbakar nafsu birahi. Tapi
kelelahan dan nafasku yang tersengal sengal membuatku hanya bisa
memejamkan mata menikmati sisa getaran pada sekujur tubuhku. Kemudian
bergantian mereka terus menikmati tubuhku.
Aku sudah
setengah tak sadar kerena terbakar nafsu birahi yang amat hebat,
melayani dan melayani mereka semua tanpa bisa mengontrol diriku.
Akhirnya mereka sudah selesai menikmati tubuhku ketika jam menunjukan
pukul 21:45.
-x-
VIII. Pulang Dari Pesta Seks
Mereka
membiarkanku istirahat hingga staminaku sedikit pulih. Aku bangkit
berdiri dan melap tubuhku yang basah kuyup oleh keringat ini dengan
sehelai handuk yang mereka berikan, sekaligus membersihkan selangkangan
dan pahaku yang belepotan sperma.
Aku tertegun melihat
Girno sudah membawa sebuah roti hot dong yang panjang. Dengan nakal
Girno melesakkan roti hot dog itu ke dalam vaginaku. Aku mendesah dan
memandangnya dengan memelas sekaligus penuh tanda tanya.
Tapi
Girno hanya cengengesan sambil terus melesakkan roti itu sedalam
dalamnya, sedangkan aku menggeliat perlahan ketika roti itu menbuat
liang vaginaku terasa sesak. Lalu ia memakaikan celana dalamku, hingga
roti itu semakin tertekan oleh celana dalamku yang cukup ketat.
Aku
melenguh nikmat, dan mereka berebut memakaikan braku. Tanganku
direntangkan, dan mereka menutup kedua payudaraku dengan cup bra-ku,
memasang kaitannya di belakang punggungku. Lalu setelah memakaikan
seragam sekolah dan rokku, mereka melingkariku yang duduk di atas
ranjang dan sedang mengenakan kaus kaki dan sepatu sekolahku.
Kemudian
aku menatap mereka semua, siap mendengarkan ancaman kalo tidak boleh
bilang siapa siapa lah.. ah, kalo itu sih nggak usah mereka mengancam,
memangnya aku sampai tak punya malu sehingga menceritakan bagaimana aku
yang asalnya diperkosa kemudian melayani mereka sepenuh hati seperti
yang tadi aku lakukan?? Dan tentang kalo mereka ingin memperkosaku lagi
di lain waktu, aku juga sudah pasrah, bahkan hati kecilku seperti
mengatakan aku suka dan rela diperkosa habis habisan seperti tadi.
“Non
Eliza, kami puas dengan pelayanan non barusan. Tapi tentu saja kami
masih menginginkan non melayani kami untuk berikut berikutnya”, kata
Girno.
“Apa maksud bapak?”, tanyaku pura pura tak mengerti.
“Non
tentu sudah mengerti, kami masih inginkan servis non di lain hari.
Kebetulan, di minggu depan hari kamis tu kan hari terima rapor semester
3. Dan sejak tanggal 24 kan sekolah libur, maka kami ingin hari itu non
Eliza datang ke sini, jam 7 malam, untuk melayani kami lagi. Seperti
hari ini, non cukup melayani kami 2 jam saja”, jelas Girno.
Aku memandang Girno dengan perasaan yang campur aduk, menyadari aku akan jadi budak seksnya.
“Soal
pertemuan berikutnya, kita bisa atur lagi nanti tanggal 24 itu. Yang
pasti non Eliza harus datang, karena kalo tidak wali kelas non bisa
memberikan sanksi tegas. Iya kan pak Edy?” tambah Girno, dengan nada
yang sangat mengintimidasi diriku.
“Benar Eliza. Saya bisa
membuatmu tidak naik kelas, dengan alasan yang bisa saya cari cari.
Jadi sebaiknya kamu jangan macam macam, apalagi sampai melaporkan hal
ini ke orang lain. Lagipula, saya yakin kamu cukup cerdas untuk tidak
melakukan hal bodoh seperti itu” kata pak Edy mendukung ucapan Girno.
Mendengar
semuanya ini, aku hanya bisa mengangguk pasrah. Oh Tuhan, setelah
menerima raport minggu depan, aku harus bermain sex dengan enam lelaki
yang ada di sekitarku ini. Dan aku tak bisa menolak sama sekali. Setelah
semua beres, aku diijinkan pulang.
Dalam keadaan loyo,
aku berjalan tertatih tatih ke arah mobilku. Selain sakit yang mendera
selangkanganku akibat baru saja diperawani dan diperkosa ramai ramai,
roti yang menancap pada vaginaku sekarang ini membuat aku tak bisa
berjalan dengan wajar. Untungnya tak ada orang yang melihatku dalam
keadaan seperti ini.
Kalau saja ada gerombolan lelaki yang
melihatku dengan penampilan seperti ini dimana rambutku kusut masai
menghiasi wajahku yang sayu kelelahan setelah ngeseks dua jam dengan
enam lelaki, serta cara berjalanku yang terlihat menahan sakit, bisa
bisa aku harus pasrah jadi obyek pesta seks lagi.
Akhirnya
aku sampai ke dalam mobil. Sebenarnya aku ingin melepaskan roti yang
sedang memperkosaku ini, tapi harus kuakui rasanya enak juga kalau
vaginaku terganjal roti itu sepanjang perjalanan pulang nanti. Dan aku
pikir lebih baik aku cepat pulang saja daripada aku harus mengalami
kejadian yang tak kuinginkan.
Aku menyetir sampai ke rumah
dengan selamat, sekitar pukul 22:30. Aku memencet remote pintu pagar
untuk membuka, lalu aku memasukkan mobilku halaman rumah. Setelah
memencet remote untuk menutup pintu pagar, aku masuk ke dalam rumah,
langsung menuju kamarku.
Sejak aku menyetir tadi, aku
terus memikirkan roti yang sedang asyik menancap di liang vaginaku. Rasa
ngilu yang nikmat terus mendera liang vaginaku tak henti hentinya,
karena setiap kaki kiriku menginjak kopling mobil, roti ini rasanya
mengganjal dan menggesek dinding liang vaginaku.
Kini hal
yang sama juga terjadi setiap aku melangkahkan kakiku. Rasanya kamarku
begitu jauh, apalagi aku harus naik tangga, karena kamarku memang ada di
lantai 2. Tiap anak tangga yang kudaki menambah siksaaan kenikmatan
yang kurasakan pada liang vaginaku.
Akhirnya aku sampai ke
kamarku. Di sana aku buka semua bajuku, lalu pergi ke kamar mandi yang
ada di dalam kamarku, mencabut roti yang ternyata sudah sedikit hancur,
mungkin karena sudah terlalu lama menyerap campuran sperma para
pemerkosaku dan tentunya cairan cintaku sendiri yang memang rasanya tak
berhenti keluar sejak roti itu mengisi liang vaginaku.
Aku
menyemprotkan air shower ke vaginaku untuk membersihkan sisa roti yang
tertinggal di dalamnya, sambil sedikit mengorek ngorek vaginaku untuk
lebih cepat membersihkan semuanya. Rasa nikmat kembali menjalari
tubuhku, namun aku tahu aku harus segera beristirahat.
Maka
aku segera mandi keramas sebersih bersihnya, kemudian setelah
mengeringkan tubuhku aku memakai daster tidur satin yang nyaman, dan
merebahkan tubuhku yang sudah amat kelelahan ini di ranjangku yang
empuk. Tak lama kemudian aku sudah tertidur pulas, setelah berhasil
mengusir bayangan wajah puas orang orang yang tadi memperkosaku ramai
ramai di UKS
SOLUSI DIRUMAH.
Hari ini, di luar kebiasaanku, aku bangun agak telat, sekitar jam
7:30. Itu pun karena sinar matahari yang terang menerpaku dari kaca
jendela, yang gordennya lupa kututup tadi malam. Saat ini rumahku pasti
sedang sepi, tinggal Siti dan Sulikah, 2 pembantu wanita di rumahku.
Keduanya berumur 20 tahun. Juga Suwito yang berumur 25 tahun, dan Wawan
yang berumur 24 tahun, 2 pembantu laki laki di rumahku. Juga ada pak
Arifin yang berumur 45 tahun, sopir yang setia mengantarku sejak aku
masih kecil. Kedua ortuku masih ada di luar negeri. Dan aku ingat,
kakakku menginap di rumah temannya, mengerjakan tugas kelompok kuliahnya
yang harus menggunakan komputer. Juga aku baru ingat, Siti sedang
pulang kampung, untuk mengurus KTPnya yang sudah hampir habis masa
berlakunya. Dengan malas aku bangkit menuju kamar mandi, menyalakan
shower dan mandi sambil mengingat ingat kegilaanku kemarin, membuatku
sedikit tersenyum malu saat aku menyikat gigiku. Setelah selesai aku
mengeringkan tubuhku dan mengenakan baju santai. Karena bangun
kesiangan, aku yang biasanya ke gereja jam 8 pagi, terpaksa datang ke
sesi 9:30 nanti karena sekarang sudah jam 8 lebih dan masih ada waktu
sekitar satu jam buatku sebelum pergi. Setelah itu, jadwal kegiatanku
adalah latihan balet di ******* jam 5 nanti, dan aku harus berangkat
setengah jam sebelumnya. Demikian rutinitas kegiatanku tiap minggu.
Kadang memang di siang hari setelah pulang gereja, aku jalan jalan ke
mall, tapi hari ini rasanya aku amat lelah, membuat aku malas keluar,
dan memutuskan untuk istirahat saja sepulang gereja sampai saat ke
sekolah balet nanti . Selain itu selangkanganku masih agak ngilu akibat
digangbang sekitar dua jam kemarin.
Setelah merapikan
penampilanku dengan menyisir rambutku supaya tak awut awutan, aku keluar
ke ruang makan. Setelah mengambil nasi dan lauk yang tersedia, aku
berniat membuat susu kesukaanku, tapi aku lihat toples gula di meja
pinggir sudah kosong, jadi aku ke dapur sebentar untuk mengambil gula.
Di sana aku disuguhi pemandangan yang membuatku terbelalak. Sulikah yang
menurutku berwajah cantik ini sedang mencuci peralatan masak, dan
disetubuhi dari belakang oleh Wawan yang menurutku tampangnya amburadul
dengan ganas. Pakaiannya sudah tak karuan, tubuhnya yang mungil seukuran
denganku terlihat mengejang sexy setiap penis Wawan menyodok vaginanya
dalam dalam. Mereka mendesah bersahut sahutan, tanpa menyadari
keberadaanku kini yang terpaku melihat adegan itu. Tepat saat Wawan
berorgasme, tiba tiba Suwito masuk dari pintu belakang, gilanya, dengan
telanjang bulat, membuatku memekik kaget. Hal ini menyebabkan Sulikah
dan Wawan menoleh ke arahku dengan wajah seperti orang yang baru melihat
setan, dan mereka segera saling melepaskan diri dari persetubuhan yang
amat hot itu. Mereka terlihat gugup dan bingung, demikian juga Suwito
yang kelihatan panik bertanya dengan tergagap gagap, “Lho…. Non Eliza…
kok belum… berangkat ke gereja?”. Ditanya demikian aku menjawab, “Iya,
saya tadi bangunnya kesiangan. Maaf mengganggu, saya cuma mau ambil gula
di dapur”. Mereka masih diam tertunduk saat aku mengambil gula di rak
dapur, dan aku bergegas kembali ke meja makan dengan berusaha tak
memikirkan hal yang baru saja terjadi. Waktu jadi terasa berjalan lambat
ketika aku sarapan pagi, dan setelah selesai aku berniat kembali ke
kamarku.
Aku berdiri dari kursi, tapi baru aku akan
melangkah, tiba tiba Sulikah, Wawan dan Suwito muncul dan menghadapku
dengan takut takut. “Non Eliza, kami minta maaf. Tolong jangan bilang ke
orang tua non atau kakak non ya.. kami tak tahu harus gimana kalau
sampai kami dipecat”, kata Wawan mewakili mereka. Aku terdiam beberapa
saat. Melihat mereka semua begitu tegang, aku merasa iba. “Kalian tenang
saja. Saya memang gak ada niat sama sekali untuk melaporkan hal tadi.
Cuma saya pesan, lain kali kalian hati hati ya, jangan kelihatan kakak
saya, apalagi orang tua saya. Nanti urusannya bisa panjang”, kataku
sambil tersenyum. Aku memang tak ada niatan sedikitpun untuk melaporkan
hal ini pada siapapun. Mereka terlihat begitu lega dan mengucap terima
kasih berulang ulang. Lalu setelah semuanya tenang kutinggalkan mereka
kembali ke kamarku. Sampai di dalam kamar, teringat apa yang mereka
perbuat tadi membuat aku kembali membayangkan saat saat aku digangbang
kemarin, membuat nafasku sedikit memburu karena tiba tiba saja gairahku
naik. Aku mulai melamun tentang keadaanku. Aku masih belum punya pacar.
Memang ada banyak cowok di sekolahku yang mendekatiku, tapi semuanya
kutolak dengan halus, karena berulang kali ortuku mewanti wanti aku
supaya tidak pacaran waktu masih sekolah. Walau begitu, aku sebenarnya
tertarik pada seorang dari mereka yang bernama Andi. Tapi, kini aku
sudah tidak perawan lagi, satu satunya yang sedikit aku sesali setelah
acara gangbang itu, membuatku murung membayangkan bagaimana pandangan
Andi terhadap diriku kelak kalau dia tahu.
Jam dinding di
kamarku berbunyi, menunjukkan pukul 9. Oh, saat aku berangkat nih. Aku
segera bangkit dan berganti pakaian, lalu turun menuju garasi. Pak
Arifin seperti biasa menawariku “Non mau saya antar ke mana?”. Ia lupa
kalau aku sudah bisa membawa mobil sendiri, tapi kali ini aku pikir ada
baiknya juga kalo aku tidak menyetir sendiri. Rasa pegal pegal pada
tubuhku masih belum hilang seluruhnya, padahal nanti sore masih ada
balet. “Ke gereja ******** pak”, kataku. Ia membukakan pintu belakang
mobil yang biasa dipakainya untuk mengantarku. Sepanjang perjalanan, aku
hanya melamun, membayangkan apa yang kira kira terjadi sekarang. Apakah
Sulikah kembali bermain sex dengan Wawan dan Suwito? Tak terasa, aku
sudah sampai di gereja. Setelah melakukan kebaktian rutin yang lamanya
sekitar satu setengah jam dengan pikiran yang melayang kemana mana, aku
segera pulang. Di dalam mobil, aku yang sejak di dalam gereja tadi sudah
mulai mengantuk, kini kantukku semakin menjadi, sehingga aku tertidur
di kursi belakang mobil. Entah apa yang terjadi, saat aku bangun aku
sudah di ranjang kamar tidurku, membuatku tersentak kaget. Aku memeriksa
keadaanku, yah, bajuku masih lengkap, bra dan celana dalamku masih
melekat dengan baik. Tapi celana dalamku terlihat amat basah,
kelihatannya oleh cairan cintaku. Bajuku juga kusut sekali. Sialan,
siapa ya yang mempermainkan tubuhku selagi aku tidur? Dan ketika aku
berdiri, kedua betisku terasa pegal seperti kemarin. Duh, sore ini aku
harus latihan balet…
Jam menunjukkan pukul 2 siang. Berarti aku
tidur sekitar 3 jam. Mengingat aku tadi diantar pulang pak Arifin,
kecurigaanku mengarah kepadanya. Hmm sialan tuh orang, cari kesempatan
dalam kesempitan, pikirku. Dengan sedikit kesal aku turun mencarinya.
Tapi aku berpikir, bagaimana kalo pak Arifin menanyakan apa bukti kalo
tadi itu perbuatan dia? Akhirnya aku memutuskan untuk mendiamkan hal
ini, dan aku pun ke ruang makan karena merasa lapar. Terlihat sudah ada
masakan untukku, pasti Sulikah yang masak. Masakannya memang selalu
lumayan enak sesuai dengan seleraku, membuatku makan sedikit lebih
banyak dari biasanya, dan seperti biasa aku selalu minum susu, tapi kali
ini tanpa gula. Selagi makan, aku mendapat ide. Nanti aku minta pak
Arifin kembali mengantarku, lalu aku pura pura tertidur. Jadi aku bisa
mengetahui, siapa yang tadi berbuat iseng padaku. Aku tersenyum senang
karena merasa dengan begitu aku bisa menemukan pelakunya. Selesai makan
aku kembali ke kamarku, menyetel musik kesukaanku, dan mandi busa untuk
menyegarkan tubuhku. Selesai aku puas mandi memanjakan tubuhku, jam
menunjukkan pukul 4 sore. Wah, setengah jam lagi harus berangkat nih.
Aku pun mengeringkan tubuhku dan rambutku. Setelah itu, aku mengenakan
kostum baletku setelah memakai bra dan celana dalam ketat yang berwarna
putih serta stocking ketat model jaring berwarna hitam, yang aku bisa
pastikan aku terlihat amat sexy dan menggairahkan jika memakainya. Lalu
aku mengenakan blus terusan berwarna biru, jadi nanti di sana aku tak
perlu ganti lagi di ruang ganti, tinggal melepas blus biru yang cukup
ketat ini dan hanya mengganti sepatuku yang kupakai sekarang dengan
sepatu balet.
Setelah selesai aku segera menuju garasi,
dan seperti yang aku harapkan, pak Arifin seperti biasa menunggu di
samping mobil yang tadi itu. Sebelum dia menawari aku sudah berkata
“pak, tolong ke sekolah balet *******”. Dan setelah membuka pintu mobil
untukku, ia segera melajukan mobil ini ke tempat tujuan. Aku
memperhatikan pandangan matanya, kalau kalau ia mencuri pandang ke arah
tubuhku. Namun tak kutemukan tanda tanda itu sampai akhirnya kami sampai
ke tujuan. Aku mengangkat bahu, dan kemudian masuk seperti biasa, untuk
berlatih tari balet. Kami akan show di akhir tahun nanti, dan aku
adalah penari utamanya, mungkin selain wajahku yang cantik dan tubuhku
yang indah, aku juga dinilai oleh guru balet kami sebagai yang paling
lentur dan indah gerakannya. Namun hari itu, aku hampir tak bisa
menunjukkan performa terbaikku, selain karena pikiranku yang melayang,
tubuhku juga tak mau diajak kompromi, terutama selangkanganku yang masih
terasa sedikit ngilu dan betisku yang terasa pegal pegal. Akibatnya
hari itu aku lumayan bad mood, dan berlatih ala kadarnya. Untung saja,
guru balet kami merasa itu sudah cukup, dan setelah selesai, aku segera
pulang. Dan seperti yang sudah kurencanakan tadi, aku di mobil pura pura
mengeluh, “Aduh.. hari ini kenapa ya.. dari tadi ngantuk terus…”
seperti mengguman pada diri sendiri, namun aku yakin cukup keras untuk
terdengar oleh pak Arifin. Lalu untuk lebih meyakinkan, aku menguap
berulang kali seperti tadi siang, dan pura pura bersandar tertidur. Aku
benar benar penasaran, apa yang akan terjadi.
Akhirnya
kami sampai di rumah. Aku membuka mata sedikit untuk memastikan,
kemudian aku kembali memejamkan mata dan berusaha bersikap sewajarnya
seperti orang tidur. Setelah mobil ini masuk garasi, pak Arifin
memanggil Sulikah, yang segera datang, membantu mengangkatku ke atas,
karena kamarku memang di lantai 2. Sampai di atas, aku mendengar suara
Wawan dan Suwito yang bertanya, “Lho pak, ketiduran lagi seperti tadi
siang?”. “Iya, rupanya kecapaian nih non Eliza setelah berlatih balet”,
kata pak Arifin. Setelah aku rasakan tubuhku terbaring di ranjang,
jantungku makin berdebar, menunggu apa yang akan terjadi. Sulikah
menyelimutiku, lalu berkata,”Ya sudah, ayo kita turun”. Dan mereka semua
keluar dari kamarku, meninggalkanku yang semakin bingung dan penasaran.
Namun naluriku berkata, aku harus tetap pura pura tertidur. Ternyata
dugaanku benar, beberapa menit kemudian pintu kamarku kembali terbuka,
dengan suara yang sangat pelan. Namun aku bisa mendengarnya, karena aku
memang tidak tidur. Dengan jantung berdebar aku menunggu untuk
mengetahui siapa yang akan berbuat iseng ini. Aku sedikit membuka mataku
dengan amat hati hati, dan segera memejamkan mataku lagi. Ya ampun, aku
melihat Wawan dan Suwito berjalan mengendap endap ke arahku yang
tergolek di ranjang. Ternyata merekalah pelakunya! Kurang ajar betul
mereka ini, sudah untung aku tadi pagi cuek dengan kelakuan mereka
terhadap Sulikah, tapi kini mereka malah ngelunjak, hendak mengisengi
anak majikan mereka. Sementara kudengar di bawah, Sulikah dan pak Arifin
sedang bercanda, terdengar dari tawa Sulikah yang renyah, membuatku
menduga duga, apakah Sulikah juga ada main dengan pak Arifin…
Tapi,
tak ada waktu untuk memikirkan orang lain, karena tubuhku sedang
dijahili kedua pembantuku ini. Kurasakan mereka menyingkap selimutku,
kemudian mulai meremasi payudaraku, membuatku hampir tak tahan untuk
mendesah. Aku bertahan berpura pura tidur, selain takut mereka akan
berbuat yang lebih jauh jika aku `terbangun’, aku hanya berharap mereka
akan menghentikan aktivitas mereka setelah membuat cairan cintaku
membanjir keluar, seperti tadi siang. Duh, mana aku masih memakai
stocking dan celana dalam yang ketat lagi. Mereka terus meremasi
payudaraku dan nafas mereka semakin memburu, tampaknya mereka sudah
terbakar nafsu. Sementara aku berusaha keras meredam gairahku yang mulai
naik, dengan cara membayangkan wajah orang yang sangat jelek.
Celakanya, mereka melanjutkan remasan di payudaraku dengan rabaan pada
perutku, kemudian dengan nakal mereka bergantian menekan nekan vaginaku
yang masih tertutup 4 lapis pakaian, celana dalam, stocking, gaun
baletku serta blus biru terusan yang sampai ke lutut. Lalu mereka
menarik blusku sampai ke pinggangku. Agak kesulitan juga mereka, karena
blusku yang memang agak ketat, juga posisiku yang tiduran. Kemudian gaun
baletku juga mereka singkapkan, sehingga pertahanan vaginaku tinggal
stocking dan celana dalamku. Dalam hati aku berkata, awas saja kalau
mereka berani menyobek stockingku, gaji mereka akan kupotong! Stockingku
ini mahal harganya, dan aku Cuma punya sedikit. Tiba tiba aku
mengejang, menahan geli saat vaginaku kembali ditekan tekan. Kini
tekanan itu lebih terasa, karena tinggal stocking dan celana dalam ketat
saja yang melindungi vaginaku dari tangan jahil mereka.
Kudengar
nafas mereka yang makin memburu, dan Suwito bertanya pada Wawan, “Wan,
gimana nih, kali ini ribet nih pakaian si non ini. Apa jangan jangan ia
tahu akan dikerjain lagi?”. Wawan tertawa kecil. “Aku rasa tidak mungkin
To. Kalo nona kita ini tahu tadi ada yang ngerjain dia, pasti dia
marah. Tenang saja To, gula yang non Eliza ambil tadi itu kan gula buat
aku, yang sudah aku campurin obat tidur dosis tinggi. Tahu kan aku susah
tidur, dan suka minum yang manis? Tapi nona kita yang ayu ini lagi sial
kali. Sesuai kebiasaannya, non Eliza ini kan suka minum susu. Dan gula
tadi itu membuat dia sekarang dia pasti sedang dalam pengaruh obat tidur
seperti tadi siang. Dan, sekarang waktunya non Eliza untuk menyusui
kita berdua nih” katanya sok yakin sambil meremas payudaraku dengan
keras, membuat aku sedikit mengerutkan mukaku menahan sakit. Hmm, untung
aku tadi minum susu tanpa gula sebelum balet. Ternyata kantukku tadi
siang yang sudah kuduga tidak sewajarnya ini, gara gara gula yang
bercampur obat tidur itu. Sekarang keputusan ada di tanganku. Aku bangun
untuk menghentikan kekurang ajaran mereka berdua ini, atau meneruskan
aksi pura pura tidurku sampai mereka puas. Setelah berpikir sambil
menahan gairahku yang semakin naik, aku putuskan aku harus bangun, tanpa
memberitahukan kalau tadi aku minum susu tanpa gula. Aku pikir jika
gairahku sudah tak tertahankan dan aku mulai melenguh, gawat juga.
Maka
perlahan aku menggeliat pura pura akan terbangun, berharap mereka
terkejut dan kabur. Tapi mereka masih dengan penuh percaya diri
menganggap aksi mereka aman aman saja karena aku masih dalam pengaruh
obat tidur, meneruskan aktifitas mereka meraba raba dan menekan nekan
vaginaku serta meremasi payudaraku. Kelihatannya tak ada pilihan lain,
aku harus bangun dan `memergoki’ mereka menjahiliku. Maka aku pura pura
baru tersadar dan merintih pelan, “oh.. siapa kalian… apa yang
kalian
lakukan di kamarku? Kalian.. emmmph… emmmph…” Wawan yang panic membekap
mulutku dengan telapak tangannya yang lebar, sementara Suwito yang juga
panik memandangku dan Wawan bergantian. Wawan membentak kecil, “To!
Goblok! Bantu aku cepat!!”. Sama seperti aku, Suwito juga terlihat
bingung dan bertanya “Bantu apanya Wan?”. “Cepat ikat non Eliza, dasar
goblok! Lu mau kita celaka?” bentak Wawan lagi walaupun suaranya
dipelankan, pasti karena takut kedengaran Sulikah dan pak Arifin. Suwito
cepat cepat keluar mengambil tali jemuran, kemudian segera kembali. Aku
yang mulai meronta ronta menyadari bahaya ini, ditindih oleh Wawan yang
memang badannya besar sekali hingga ku tak berkutik. Bau keringatnya
membuatku mual, mengendurkan rontaan kakiku dan memudahkan Suwito
merentangkan kakiku lalu mengikat kedua pergelangan kakiku pada ujung
ujung ranjangku. Kemudian tangan kananku ditariknya kuat dan diikat ke
ujung ranjang. Aku sudah hampir tak berdaya, tangan kiriku menggapai
gapai namun segera ditangkap dan seperti tangan kananku, ditarik dan
diikat erat di ujung kepala ranjangku satunya.
Kini
keadaanku sudah mirip seperti saat pertama aku ditangkap di UKS kemarin.
Bedanya, kini mereka cuma berdua, dan aku masih menebak nebak, ancaman
apa yang akan mereka turunkan padaku. Dengan cekatan Wawan melepaskan
bekapannya pada mulutku, tapi langsung menyumpal mulutku dengan sapu
tangannya. Aduh, rasanya benar benar tak karuan, membuatku ingin muntah,
tapi kutahan sekuatnya. Kini aku hanya bisa menatap Wawan penuh
kemarahan namun juga ada rasa takut yang menghinggapiku ketika ia
mengancamku. “Non Eliza, jangan memaksa kami untuk melakukan hal yang
tidak tidak. Kalo non Eliza berteriak hingga mengundang Sulikah dan pak
Arifin ke sini, kami bisa membuat mereka berdua pingsan, lalu menculik
non dan menjadikan non budak seks kami untuk selamanya. Non Eliza
mengerti?” bentak Wawan, lagi lagi dengan suara pelan. Dengan pasrah aku
mengangguk. Kemudian Wawan dengan kasar melepaskan sumpalan pada
mulutku, membuatku terbatuk batuk, hampir saja bibirku yang bawah
terluka karena terhantam gigiku sendiri. “Duh Wan, jangan kasar dong”,
aku sedikit membentak karena jengkel sekali. Belum pernah sebelumnya aku
membentak para pembantuku. “Kalian ini kurang ajar betul ya. Aku ini
sudah berbaik hati tidak akan memperpanjang kalian berbuat mesum di
dalam rumah ini, tapi sekarang kalian malah berbuat mesum terhadapku. Ya
sudah, mulai hari ini kalian bisa menikmati tubuhku kalau di rumah
tidak ada papa mama dan kakakku, saat aku tidak sedang mens, dan aku
sedang senggang, yaitu waktu aku tak ada PR, tugas, maupun ujian. tapi
jangan kasar kasar. Juga jangan sampai kalian melukai aku ya. Awas kalau
kalian berani menyakitiku!”, aku mengancam balik.
Mereka
saling pandang, kemudian seolah tak percaya dengan pendengaran mereka,
mereka bertanya dengan ragu, “mulai hari ini?”. Dengan ketus aku
menjawab, “Iya. Mulai hari ini! Kalian ini munafik ya. Aku tahu kalian
pasti akan berusaha memperkosaku lagi di lain waktu. Daripada nanti
kalian mengikatku, membekapku dan lain lain, itu tidak perlu. Sekarang
lepaskan ikatanku. Sangat tidak nyaman tau!”. Mereka terlihat ragu ragu.
Wawan berkata “Wah gimana ya, kalo non kami lepaskan, apa jaminan …”,
yang langung kupotong “Aku janji aku akan layani kalian. Toh aku sudah
tidak perawan lagi, jadi buatku tidak ada ruginya. Asal kalian juga
berjanji, tak akan main di kompleks pelacuran. Aku takut terkena
penyakit kelamin menular. Kalian mengerti? Sekarang lekas, buka ikatan
ini. Aku mau mandi dulu!”. Mereka melepaskan ikatanku, dan memandangiku
dengan ragu ragu. Dengan kesal aku membuka semua pakaianku di depan
mereka. “Nih. Kalo gak percaya, main aja denganku sekarang!” tantangku.
Mereka meneguk ludah melihat tubuh indahku yang terpampang polos di
hadapan mereka, kemudian mereka saling mengangguk, dan Wawan berkata,
“baik non, kami percaya. Sekarang bagaimana?”. Aku berkata, “Aku mau
mandi dulu, gerah nih abis latihan balet. Kalian juga, mandi semua sana.
Baunya gak enak tau! Oh iya, ajak pak Arifin sekalian, biar adil. Terus
minta Sulikah supaya berjaga, kalau kalau kakakku pulang”. Aku masuk ke
kamar mandi, dan menyemprot tubuhku dengan air hangat, mempersiapkan
diriku yang akan segera digangbang lagi hari ini. Sebenarnya solusi ini
menyebalkan juga, tapi aku pikir lebih baik aku mengalah. Seperti yang
sudah kukatakan tadi, toh aku sudah tak perawan lagi, dan aku tak ingin
tiba tiba disergap, diikat tak karuan, bajuku terobek, disakiti dan
merasa diperkosa.
Tiba tiba pintu kamar mandiku terbuka,
dan masuk Suwito, Wawan dan pak Arifin yang sudah telanjang bulat. “Non
Eliza, kita mandi sama sama saja ya”, kata Wawan. “Aduh, masa sudah
segitu tak sabar sih? Ya sudah cepat. Nanti keburu kokoku pulang”,
kataku. Mereka bersorak gembira, mengerubutiku dan memandikanku. Kedua
tanganku diangkat oleh Wawan yang memang jauh lebih tinggi dariku. Yang
lain menyabuni tubuhku dengan penuh semangat, terutama di bagian
payudara dan vaginaku. Setelah selesai menyabuniku, mereka membilas
tubuhku sampai bersih, dan menggiringku ke ranjang. Aku berkata,
“Tunggu, aku keringkan badanku dulu. Dan kalian, mandi dulu sana! Supaya
tak terlalu bau nanti waktu main!”. Mereka menuruti permintaanku, mandi
sebersih bersihnya dengan sabunku. Untung saja, sebab aku teringat
waktu di UKS kemarin sebenarnya aku tak tahan dengan bau mereka berenam,
tapi nafsu birahi yang menguasaiku membuatku mampu bertahan. Dan kini
mereka tak lagi berbau tak enak seperti tadi, dan aku yang sudah selesai
mencuci mukaku di wastafel kamarku, dan mengeringkan tubuhku, tidur
telentang di ranjangku dalam keadaan telanjang bulat, Aku sempat melihat
jam, pukul 19:00. Mereka langsung mengeringkan tubuh ala kadarnya, dan
menyerbuku yang sudah tersaji polos di atas ranjangku. Wawan mendapat
jatah vaginaku, sementara Suwito dan pak Arifin mendapat jatah kedua
payudaraku. Wawan menjilati vaginaku yang katanya wangi, sementara
Suwito dan Pak Arifin menyusu pada kedua payudaraku sambil meremas remas
cukup keras. Dan aku? Tentu saja birahi yang hebat segera melandaku,
aku mengerang, mendesah dan menggeliat keenakan.
Dengan
penuh nafsu Wawan terus menjilat bahkan mencucup vaginaku. Perlahan tapi
pasti, cairan cinta mulai mengalir membasahi dinding vaginaku, yang
segera diseruput oleh Wawan dengan rakusnya. Aku sampai menggelinjang
kegelian, tanpa sadar kedua tanganku menggenggam sprei menahan nikmat
yang kurasakan sekarang ini. Desahan nafasku semakin hebat ketika Wawan
menusukkan lidahnya ke dalam vaginaku. Sedangkan pak Arifin dan Suwito
semakin bernafsu menyusu ke payudaraku, akhirnya setelah 5 menit aku
menggeliat dan mengejang, orgasme melandaku. Cairan cintaku mengalir
banyak keluar, sehingga Wawan kelabakan tak mampu membendung Walaupun
tak sedahsyat kemarin, tapi sudah cukup untuk membuat nafasku tersengal
sengal, seluruh tubuhku berkeringat dan terasa semakin lelah, terutama
betisku yang terasa semakin pegal, mungkin karena terlalu sering
mengejang dua hari ini, reaksi saat orgasme melandaku. Kini Wawan sudah
mengambil posisi di selangkanganku, membuat aku memperhatikan, penis
seperti apa yang akan segera memompa vaginaku ini. ternyata penis Wawan
tak sebesar dugaanku, paling tak sampai 20 cm, mungkin sekitar 18 cm.
Dan diameternya pun mungkin hanya sekecil penis pak Edy, wali kelasku
yang aku duga hampir impoten itu. Aku jadi sedikit tenang dan tidak
kuatir mengalami sakit yang berlebihan seperti ketika aku dipompa Girno
kemarin. Namun aku sedikit bertanya tanya, apa kenikmatan yang aku dapat
hari ini akan setara dengan yang aku dapat kemarin? Aku jadi ingin
tahu, penis siapa di antara mereka bertiga ini yang paling besar. “He,
kalian diam dulu, jangan membuat non Eliza mulet mulet, aku mau
memasukkan punyaku dulu”, seru Wawan yang kesulitan menusukkan penisnya
karena dari tadi aku menggeliat keenakan saat putingku disedot sedot
oleh mereka berdua ini.
Mereka berdua pun diam, ikut
memperhatikan proses penetrasi penis Wawan ke anak majikannya ini. Clep,
demikian bunyi tusukan yang menenggelamkan kepala penis itu dalam liang
vaginaku, membuatku sedikit mengejang saat menerima tusukan itu. Penis
ini terasa begitu keras, dan terus menusuk dalam, tapi rasanya tak akan
sampai menyentuh dinding rahimku. Wawan melenguh kencang, “ooouuuugh…
heeeeghh…”, sementara aku menggigit bibir merasakan sedikit sakit yang
bercampur sedikit nikmat. kemudian Wawan mulai bergerak memompa
vaginaku, membuat rasa nikmat menjalari sekujur tubuhku. Aku menggeliat
pasrah, sementara kedua rekannya yang ikut terbakar nafsu, meminta
pelayanan yang lebih dariku. Suwito menaiki perutku, dan meletakkan
penisnya di tengah payudaraku. Aku dipaksa merapatkan kedua susuku
dengan kedua tanganku hingga menjepit penis itu, lalu ia mulai menggesek
gesekkan penisnya yang juga tak terlalu panjang, dan tak terlalu lebar
juga diameternya, di antara lipatan buah dadaku. Lalu pak Arifin
menyodorkan penisnya ke wajahku, yang membuatku tertegun. Nyaris sebesar
punya Girno, hanya yang ini lebih berurat. Dengan ragu aku mengulum
penis pak Arifin, yang tentu saja tak muat dalam mulutku yang mungil
ini. Tiba tiba telepon di kamarku berdering, dan pak Arifin melepaskan
penisnya dari mulutku, mengambil telepon itu dan mendekatkan padaku.
Sementara Wawan dan Suwito dengan cueknya meneruskan aktivitasnya. Wawan
terus memompa vaginaku dan Suwito terus menikmati jepitan payudaraku
pada penisnya.
Pak Arifin mengangkat telepon itu, dan
memegangkan gagang telepon untukku, karena kedua tanganku sibuk menahan
payudaraku menjepit penis si Suwito. “Me, ini aku. Aku pulangnya masih
ntar malaman lagi, soalnya tugasnya belum selesai nih”, terdengar suara
yang ternyata kakakku. Dalam keadaan sedang disetubuhi, aku harus
menjawab dengan nada yang sewajarnya supaya ia tak curiga yang macam
macam, “Iya ko… jadi… koko.. pulang jam berapa.. nanti”, tanyaku sedikit
terputus putus karena Wawan terus menggenjotku tanpa ampun. “Yaa,
bentar lagi sih keliatannya sudah selesai, tapi setelah selesai aku dan
yang lain mau pergi dulu, minum es bareng bareng. Yaa, anggap saja
merayakan kecil kecilan. Sulit lho ini tugasnya Kamu mau aku bawakan es
juga me? Aku bungkuskan buat kamu ya?” tanya kakakku. “Iya.. boleh ko…
Jangan… terlalu malam… ya… hati hati.. ko”, kataku, semakin terputus
putus karena si Wawan dengan kurang ajar meningkatkan kecepatannya dalam
memompa vaginaku, bahkan saat menancap dalam ia sengaja membiarkan
penisnya tertanam sedikit lebih lama, membuat gairah tubuhku semakin
bergolak. Celaka, jangan sampai aku orgasme selagi telepon dengan
kakakku nih. “Ya, mungkin aku sampai rumah jam setengah 12 malam. Me,
kamu kenapa? Sakit ta? Kok seperti ngos ngosan gitu?” tanya kakakku.
“Nggak… ko… Cuma… ingin… ke wc… sudah dulu.. ya ko”, kataku sambil
menyuruh pak Arifin meletakkan gagang telepon dengan bahasa isyarat,
sementara nafasku makin memburu.
Begitu telepon tertutup,
aku segera melepaskan lenguhan yang sejak tadi kutahan tahan, dan aku
langsung orgasme, kali ini lebih hebat dari yang pertama tadi. Tubuhku
sedikit terlonjak lonjak, kedua kakiku melejang lejang dan cairan
cintaku keluar banyak sekali hingga membanjir membasahi penis Wawan. Aku
memandangnya dengan jengkel sekaligus penuh gairah, apalagi Wawan terus
memompaku dengan kecepatan yang makin tinggi, membuat gairahku langsung
bangkit walau baru orgasme hebat. Pak Arifin bertanya, “non, kakaknya
non pulang jam berapa?”. Aku berkata tetap dengan suara yang terputus
putus, “Setengah..dua..belas.. pak”. Pak Arifin lalu keluar entah
kemana, aku juga sudah tak perduli. Gila, stamina Wawan benar benar luar
biasa, aku dibuatnya kewalahan. Sodokan demi sodokan seolah memompa
gairahku meuju orgasme, dan luar biasa, aku sudah orgasme yang ketiga
saat ini, dua kali akibat dipompa Wawan dengan ganas, sementara dia tak
ada tanda tanda keluar. Jam sudah menunjuk waktu 19:35, sudah setengah
jam aku dipompa Wawan, dan ia belum menunjukkan tanda tanda akan
orgasme. Bahkan milik Suwito sudah berkedut, ia buru buru memasukkan
penisnya ke dalam mulutku yang langsung mengulum rapat dan menyedot
nyedot penisnya, membuat Suwito mengerang dan melenguh, spermanya
menyemprot deras ke dalam kerongkonganku. Rasanya sedikt lebih gurih
dari 6 orang kemarin, atau aku yang sudah mulai menikmati minum sperma,
aku juga tak tahu pasti. Penis Suwito terus kusedot sampai mengecil dan
tak ada sisa sperma yang menempel sedikitpun.
Kini
sementara aku tinggal menghadapi Wawan satu lawan satu. Tiba tiba Wawan
dengan perkasa menarikku bangun, dan ia turun dari ranjang berdiri,
dengan tetap memeluk pinggangku dan penis yang masih terus menancap erat
dalam vaginaku, membuat aku takut terjatuh hingga melingkarkan betisku
ke pinggangnya dan merangkul lehernya erat. Wawan menggunakan kesempatan
itu untuk melumat bibirku, sementara sodokan penisnya yang begitu kokoh
bagaikan sebatang besi, terasa makin dalam menancap di vaginaku,
membuatku semakin melayang layang, mengantarku mengalami multi orgasme
di pelukan Wawan. “Oooooh…. Waaaaan…. aaaa…duuuuh… e….naaaaak”, erangku,
tanpa terkendali aku mengejang ngejang susul menyusul di pelukan Wawan.
Kepalaku menengadah, pantatku terasa kejang tersentak sentak ke depan,
cairan cintaku membanjir membasahi lantai kamarku, nafasku seperti orang
yang habis lari berkilo kilo. Nikmat yang melandaku ini entahlah,
mungkin setara dengan nikmat kemarin saat aku digangbang Girno, Urip dan
Soleh. Namun Wawan melakukannya sendirian, membuatku kini memandangnya
agak lain. Wajahnya memang tak karuan, penisnya juga tak terlalu besar
dan tak terlalu panjang, tapi, penisnya memang luar biasa keras, dan
kalo staminanya seperti ini, aku berpikir bisa bisa kelak aku yang
mencarinya untuk memuaskanku. Aku benar benar sudah larut dalam
permainan seks ini, rasanya aku sudah berubah dari cewek yang alim dan
terpelajar, menjadi cewek bispak!
Lamunanku buyar saat
Wawan tiba tiba memelukku makin erat, sodokannya makin bertenaga,
sementara tubuhnya terasa bergetar getar. Oh.. apakah akhirnya ia akan
orgasme? Ia mulai melenguh, “heeegh.. non… E…..li……zaaaaaaa…..”, sambil
menjepit tubuhku dengan pelukan yang menyesakkan dadaku, namun membuatku
kembali orgasme kecil, menngiringi semprotan spermanya yang amat banyak
di dalam vaginaku. Wawan menaruhku di ranjangku, dan aku agak
terbanting, untungnya ranjangku empuk. Ia terus menanamkan penisnya di
dalam liang vaginaku, lalu menindih tubuhku hingga kakiku makin
terkangkang lebar. Ia memagut bibirku dengan buas, membuat aku megap
megap. Untungnya penisnya semakin mengecil, dan dengan posisi tubuhku
yang terlipat iini penisnya dengan cepat terlepas dari vaginaku. Cairan
cintaku menghambur keluar cukup banyak bercampur spermanya dan membasahi
kedua pahaku ketika aku ditariknya berdiri. Ia memelukku dengan erat
dan kembali memagut bibirku seolah aku ini kekasih yang sudah lama
dirindukannya. Saat itu aku melihat jam sudah menunjuk pukul 20:10.
Edan. Ini berarti Wawan menggenjotku selama satu jam. Benar benar lelaki
yang perkasa. Tiba tiba entah sejak kapan, aku melihat Sulikah dan pak
Arifin sudah ada di kamarku, kelihatannya sejak lama, cukup lama untuk
melihat aku menyerah dalam pelukan Wawan. Pak Arifin mendekat mengambil
giliran. Aku masih tersengal sengal, ketika pak Arifin yang biasanya
kalem ini dengan buas penisnya yang berukuran raksasa langsung
diterjangkan ke vaginaku yang untungnya masih basah kuyup oleh campuran
sperma Wawan dan cairan cintaku tadi, sehingga masih sangat licin.
“aaagh…aduh…oooh…
heeegh…auuuh…nngggh “, erangku berulang ulang tanpa daya ketika pak
Arifin dengan bersemangat sekali memompa vaginaku yang langsung terasa
amat sakit seperti saat pertama Girno memompa vaginaku. Urat urat itu
terasa begitu menggerinjal mengaduk aduk vaginaku. Rasa sakit yang
nyaris tak tertahankan ini membuatku teringat sisa obat perangsang di
tas sekolahku. Aku meminta pak Arifin berhenti sebentar, dan minta
tolong pada Sulikah untuk mengambilkan botol aqua yang isinya tinggal
separuh itu di dalam tasku, yang langsung kuteguk habis begitu Sulikah
memberikan padaku. Aku sempat melihat sekelilingku, Wawan duduk di sofa
kamarku, sementara Suwito tiduran di lantai. Dan Sulikah kembali duduk
di kursi meja riasku. Lalu aku mempersilakan pak Arifin untuk mulai
memompa vaginaku begitu aku mulai merasa panas yang tak wajar menjalari
tubuhku. Ya, obat perangsang itu mulai bekerja. Tanpa mampu
mengendalikan diri, aku melayani pak Arifin dengan penuh nafsu, sakit
yang tadinya melanda vaginaku sudah lenyap sama sekali berganti
kenikmatan yang luar biasa dahsyat. Lenguhan, desahan dan erangan kami
berdua memenuhi kamarku, membuat siapa saja yang mendengar pasti bangkit
gairahnya, termasuk Wawan dan Sulikah, yang aku lihat sudah saling
memagut bibir dengan serunya, membuatku tak mau kalah dan menarik leher
pak Arifin untuk kemudian kupagut bibirnya dengan ganas. Sudah 15 menit
pak Arifin memompaku, entah aku sudah berapa kali melayang dalam
orgasme, akhirnya pak Arifin melenguh panjang, menyemprotkan spermanya
dalam liang vaginaku. Semprotan itu terasa begitu banyak dan kencang,
rasanya mengenai bagian terdalam di liang vaginaku, mungkin menembus
rahimku. Aku tergolek lemas dalam keadaan penuh nafsu, memandang Suwito
yang harusnya sudah pulih karena ia yang pertama keluar tadi.
Suwito
langsung tanggap dan mendekatiku. Ia segera menusukkan penisnya ke
dalam vaginaku, dan mulai memompa vagina yang sudah kehausan penis
lelaki. Obat perangsang itu benar benar dahsyat, aku mencumbu Suwito
dengan buas, membuat Wawan yang sudah bergairah tak tahan lagi dan
mendekatiku. Suwito mengerti dan mendekapku erat lalu berbaring
telentang hingga aku kini menindihnya. Dan Wawan menjilati anusku,
mendatangkan sensasi aneh dan luar biasa bagiku. Lidahnya terus mengorek
ngorek anusku yang semakin lebar, kemudian ia menyuruhku meludahi
penisnya yang disodorkan ke wajahku. Dalam kepasrahan kuturuti
kemauannya, aku tahu ia akan segera membobol anusku. Tapi aku yang sudah
terangsang hebat ini tak perduli. Dengan beberapa kali dorongan,
akhirnya penis Wawan yang sudah amat licin itu menembus anusku,
membuatku melolong panjang karena kesakitan. Bagaimanapun, aku belum
terbiasa anusku dibobol. Kini dalam keadaan disandwich, aku disodok
sodok bergantian dari atas dan bawah, hingga akhirnya tak sampai 10
menit kemudian aku sudah orgasme, bersamaan dengan menyemprotnya sperma
Suwito dalam liang vaginaku. Dalam keadaan anusku masih tertancap penis
Wawan, pak Arifin menggantikan posisi Suwito. Penisnya yang raksasa itu
sudah menegang tegak, siap untuk kembali menyodok vaginaku dengan buas.
Suwito menyodorkan penisnya ke wajahku dan aku tak perlu disuruh, segera
kubersihkan sperma yang tertinggal di penis itu dengan mengulum ngulum
dan menyedot nyedot penis itu hingga bersih, sementara pemiliknya
melenguh lenguh keenakan, lalu roboh di depanku.
Birahiku
yang semakin tinggi membuatku antara sadar dan tidak, dengan penuh nafsu
melayani sodokan dua penis sekaligus di selangkanganku. Kugerakkan
tubuhku mengikuti irama sodokan itu, berulang ulang aku mencapai
klimaks, sampai akhirnya pak Arifin orgasme duluan. Kini tinggal Wawan
yang menyodomi aku dengan gencar, memang Wawan luar biasa. Pak Arifin
menyodorkan penisnya untuk kubersihkan, dan aku dengan semangat mulai
mengulum dan menyedot nyedot penis itu sampai mengecil, sementara Suwito
sudah berada di bawahku, namun bukan untuk menikmati vaginaku,
melainkan menyedot susuku yang tergantung karena kini aku dalam keadaan
doggie style. Pak Arifin duduk dan melumat bibirku dengan bernafsu.
Sulikah kulihat mulai bermasturbasi dengan mengaduk vaginanya dengan
jarinya sendiri. Ia pasti terangsang hebat melihatku begitu pasrah
dikeroyok oleh 2 orang rekannya ditambah sopirku. setengah jam kemudian
Suwito sudah pulih, dan menusukkan penisnya ke vaginaku, membuat
selangkanganku kembali terasa sesak membangkitkan gairahku, dan tak lama
kemudian aku langsung orgasme hebat. Seolah bekerja sama dengan Wawan,
mereka menusukkan senjatanya dalam dalam bersamaan dan berlama lama
menahan penis mereka di sana, membuat aku melenguh lenguh tak kuasa
menahan nikmat. Aku sudah setengah sadar saat jam menunjuk pukul 22:15.
Entah sudah berapa puluh atau berapa ratus mili liter cairan cinta yang
sudah diproduksi tubuhku selama 3 jam ini. Mereka bertiga bergantian
memuaskanku, sampai akhirnya ambruk satu per satu di sekelilingku.
Kondisiku sendiri tak lebih baik, tenagaku terasa terkuras habis.
Untungnya aku besok masih sekolah siang. Ya, semester depan aku akan
sekolah pagi. Yang jelas besok aku masih ada kesempatan bangun agak
siang.
Deru nafas yang memburu bersahut sahutan di
kamarku. Aku mulai sadar dari pengaruh obat perangsang tadi, dan bangkit
menuju kamar mandiku dengan sempoyongan. Kukeluarkan sperma yang bisa
aku keluarkan dari vaginaku dengan bantuan tangan dan siraman air
shower. Aku mandi keramas menghapus sisa keringatku dan keringat mereka
yang menempel di sekujur tubuhku, lalu mengeringkan tubuhku serta
rambutku. Kemudian, masih telanjang bulat, aku kembali ke ranjangku yang
masih awut awutan akibat `perang’ yang baru terjadi. Wawan masih
tergeletak di ranjangku, aku memintanya turun, karena aku harus
mengganti sprei ranjangku. Aku tak mau tidur dengan bau keringat, sperma
dan cairan cinta di sekitarku. Dibantu Sulikah aku memasang sprei yang
baru, sementara sprei tadi dibawanya turun ke tempat cucian setelah ia
pamit padaku untuk tidur. Sementara 3 begundal ini, aku masih ada urusan
yang harus kubicarakan dengan mereka semua. “Pak Arifin, Wawan dan
Suwito. Sekali lagi, aku ingatkan, hal barusan ini hanya bisa terjadi
jika kedua ortuku dan kakakku tidak ada di rumah, juga jika aku tidak
ada PR atau tugas ataupun ujian, juga pada saat aku tidak sedang mens.
Di luar itu, jangan coba coba memaksaku. Kalo ketahuan, selain kalian
dipecat, aku sendiri juga bakal susah. Daripada hal yang sama sama
merugikan kita semua terjadi, tolong kalian jangan berlaku ngawur.
Kalian juga bisa menikmatiku, tapi kalian harus janji tak akan jajan di
luar. Aku tak ingin kena penyakit kelamin yang menular. Apa kalian
mengerti?” tanyaku panjang lebar, yang dijawab mereka semua, “akuuuur…”.
Lalu
dengan langkah gontai karena sama sama kehabisan tenaga, mereka bertiga
keluar dari kamarku menuju ke kamar masing masing. Tinggal aku sendiri
yang menunggu kakakku pulang sambil merenung. Masih ada sejam lagi
sebelum kakakku pulang, aku berpikir aku lebih baik tidur saja, toh
kakakku bawa kunci pintu depan. Aku mengenakan baju tidur satin yang
nyaman seperti kemarin, lalu mengistirahatkan tubuhku yang sudah amat
kepayahan ini di atas ranjangku yang empuk. Aku membayangkan, Jumat
depan aku harus melayani 6 begundal kemarin. Apa lokasinya tetap di
ruang UKS itu? Apa yang harus kulakukan? Bagaimana jika mereka gelap
mata menyeretku ke mess yang dihuni sekitar 60 orang itu? Aku bisa apa?
Apa mereka tetap mau melepaskan diriku seperti kemarin? Lalu, sampai
kapan aku akan jadi budak seks kedua pembantu dan sopirku ini?
Pertanyaan demi pertanyaan menghiasi pikiranku, mengantarku tidur yang
kali ini tak begitu nyenyak. Beberapa jam sekali aku mengalami mimpi
buruk, dimana aku berada di tengah kerumunan 60 orang yang mengepung
diriku hingga aku panik dan terbangun. Oh.. apakah ini tanda bahwa nanti
aku benar benar harus melayani penghuni mess dimana Girno dan yang lain
tinggal itu?
SARAPAN SEX SEBELUM SEKOLAH
Tidurku yang tak nyaman karena dilanda mimpi buruk, terasa makin tak
nyaman karena nafasku tiba tiba terasa sesak, dan tubuhku seperti
terhimpit sesuatu. Rasanya aku tidak mengidap penyakit asma. Namun
selangkanganku terasa enak dan nikmat, seperti ada penis yang mengaduk
vaginaku. Belum lagi rasanya payudaraku diremas lembut, membuatku
perlahan tersadar dari tidurku, untuk kemudian mendapati ternyata Wawan
yang membuatku terbangun dengan menyetubuhiku. Aku yang masih belum
sadar betul, terkejut melihatnya ada di kamarku, apalagi sedang
menyetubuhiku, membuatku menjerit ketakutan dan mendorongnya, namun ia
terlalu berat buat cewek mungil sepertiku. “Lho Non Eliza, katanya mulai
kemarin saya boleh menikmati Non?” tanya Wawan memprotesku. Aku
langsung sadar, teringat kemarin memang aku menjanjikan hal ini. “Tapi
bukan gini caranya Wan! Masa aku lagi tidur kamu ajak beginian. Nggak
sopan tahu! Lagian aku tadi masih belum sadar benar, bangun bangun ada
orang lain di kamarku, kukira aku sedang diperkosa rampok tau!”, kataku
ketus. Sedikit jual mahal boleh dong? Mendengar omelanku, Wawan terdiam.
Tapi penisnya yang menancap di vaginaku tidak mengendur sedikitpun. Aku
menghela nafas panjang, lalu berkata “Ya sudah, cepat lanjutkan. Mana
kamu ini lama lagi kalau main. Oh tunggu!!”, tiba tiba aku teringat dan
menurunkan volume suaraku, “Gila kamu ya Wan, kakakku mana??”. Wawan
cengengesan dan berkata, “tenang Non, liat ini jam berapa? Kakak non
sudah pergi setengah jam yang lalu kok. Dan saya sudah tidak tahan untuk
bermain lagi dengan non nih”. Oh.. aku sedikit lega, dan melihat jam,
yang ternyata sudah jam 08:15 pagi. “Lalu, sejak jam berapa kamu nggghh…
” belum selesai aku bertanya, Wawan sudah mulai menggenjotku dengan tak
sabar, hingga aku melenguh, keenakan.
“Oh..Wan… kamu…”, desahku
nikmat. Wawan tersenyum penuh kemenangan, membuatku sedikit jengkel
juga, tapi hanya sebentar, karena rasa nikmat langsung melandaku ketika
Wawan mengulangi gayanya kemarin, ia memeluk pinggangku, dan menarikku
berdiri. Penis yang amat kokoh itu langsung terbenam begitu dalam,
membuatku melenguh lenguh. Bukan hanya karena takut, tapi juga tak ingin
penis itu lepas dari vaginaku, membuatku tanpa sadar kembali
melingkarkan kakiku ke pinggangnya. Rasanya tusukan penis itu semakin
dalam, dan aku yang sudah melingkarkan tanganku ke lehernya supaya
tubuhku tidak terjatuh ke belakang, memagut bibirnya penuh nafsu tak
perduli dengan wajahnya yang amburadul. Terakhir aku minum obat anti
hamil adalah ketika aku digangbang di ruang UKS 2 hari yang lalu, tapi
aku tak kuatir hamil, sebab kini aku sedang bukan dalam masa subur. Aku
sudah tak lagi punya niat untuk jual mahal, karena rasa nikmat yang
sudah menjalar ke seluruh tubuhku benar benar menghancurkan akal
sehatku. Wawan terus memompa vaginaku sambil berjalan, rasanya nikmat
sekali. Aku heran dan menduga duga ke mana ia mau membawaku, sambil
mulai memperhatikan keadaanku. Bajuku masih melekat, walaupun tanpa bra.
Aku memang tak pernah tidur dengan memakai bra. Tapi celana panjangku
dan celana dalamku tidak ada, dan sempat aku melihat dari pintu kamarku
ketika Wawan membawa tubuhku keluar, kutemukan kedua benda itu
tergeletak di lantai kamarku. Kini Wawan menuruni tangga, rupanya hendak
mengajak rekannya kemarin untuk bersama sama menikmati tubuhku.
Gawat
juga nih. Kalau tiap pagi sarapan sex seperti ini, bagaimana aku
konsentrasi di sekolah? Tapi aku tak kuasa menolak kenikmatan ini, dan
pasrah saja mengikuti kemauan Wawan. Setiap langkahnya di tangga membuat
penisnya memompa vaginaku, dan aku orgasme ringan hingga cairan cintaku
mengalir semakin banyak, seharusnya membasahi paha Wawan, yang terlihat
senang senang saja. Akhirnya ia membawaku ke kamar tidur pembantu laki
laki di rumahku, dimana pak Arifin dan Suwito sudah menunggu. Dengan
nafas tersengal sengal karena sodokan Wawan yang semakin gencar, aku
yang menyadari akan segera digangbang lagi, mencoba mengingatkan mereka
dengan terputus putus bercampur desahan dan lenguhan, “kalian… harus
inghh… ingat… yaaah…. ngggh…. aku nantiiii…. harus… sekolah….”. Mereka
tertawa, dan Suwito berkata, “Tenang non Eliza, cuma satu ronde kok.
Kami kan juga harus kerja membersihkan bagian luar rumah Non…”. Suwito
membelai pantatku dan melanjutkan “aduh non, kalau begini non cantik
banget lho non, mana ada bintang film porno yang secantik nona kita ini
ya?”. Pak Arifin menyibakkan rambutku yang terurai ke belakang telingaku
dan menimpali, “Kita ini benar benar beruntung bisa kerja di sini. Di
mana lagi kita dapat menikmati nona amoy secantik non Eliza ini..
seterusnya lagi. Non Eliza sendiri kan yang minta? Kalau begini mah,
bayaran gak naik juga kita betah lho Non kerja sampai tua di sini”.
Mereka
tertawa senang sementara aku yang antara malu bercampur terangsang, tak
bisa menanggapi gurauan mereka, karena Wawan sudah melanjutkan pompaan
penisnya yang sekeras batangan besi itu, membuatku menggeliat dan
melenguh dalam pelukannya. “Nggggh.. Waaan….aduuuh….emmpph”, Wawan
memagutku dengan buas, hingga aku tak bisa lagi bebas melenguh. Yang
lain sabar menanti gilirannya dengan caranya masing masing, Suwito
membelai dan meremas pantat dan payudaraku, sementara pak Arifin
membelai belai rambutku yang panjang sampai sepunggung ini, sambil
menghirup bau harum rambutku. Dengan tubuh yang dirangsang 3 orang
sekaligus seperti ini, membuat orgasme demi orgasme meluluh lantakkan
tubuhku, sampai akhirnya datanglah saat saat yang paling nikmat itu, aku
kembali mendapatkan multi orgasme. “Mmmmmph… hnngggh.. oooohhhh…
aaa….duuuuuh….” erangku saat tubuhku terlonjak lonjak tak karuan, cairan
cintaku membanjir dan membanjir. Betisku melejang lejang, pinggangku
tertekuk ke belakang ketika aku menikmati orgasmeku dengan total.
Tubuhku pasti sudah jatuh kalau tak ditahan Suwito dan pak Arifin, yang
memanfaatkan kesempatan itu untuk menyusu pada payudaraku sambil meremas
remas dengan gemas, membuat orgasmeku yang susul menyusul ini makin
terasa nikmat. Dentang grandfather clock dari dalam ruang tamu di
rumahku menunjukkan sekarang ini adalah jam 09:00!
Oh…
entahlah, mungkin sudah sejam kali aku digenjot Wawan, kalau ditambah
dengan waktu aku masih tertidur. Ia memang perkasa untuk urusan sex,
membuatku semakin kagum padanya. Beberapa menit setelah aku orgasme,
Wawan tak tahan lagi. “Oooh… memeknya non Eliza ini…. rasanya kontolku
kayak diurut urut… sudah 3 menit… aaah… “, erangnya sambil menembakkan
spermanya di dalam liang vaginaku. Aku memejamkan mata ingin menikmati
sepuas puasnya rasa hangat yang memenuhi relung relung vaginaku.
Kurasakan tubuhku dibaringkan di salah satu ranjang mereka, dan penis
Wawan sudah terlepas dari vaginaku. Aku membuka mataku, untuk melihat
giliran siapa berikutnya. Sedikit beda dari kemarin, sekarang gilirannya
Suwito, yang sudah mengambil posisi di selangkanganku, dan segera
membenamkan penisnya ke dalam vaginaku yang masih sangat basah oleh
cairan cintaku dan sperma Wawan.Aku hanya bisa menggeliat pasrah dibawah
tindihan Suwito, yang dengan penuh semangat menggenjotku sepuas
puasnya. Pak Arifin masih memainkan rambutku, yang menurutnya sangat
indah. Tiba tiba aku teringat penis Wawan yang pasti masih belepotan
sperma yang bercampur cairan cintaku. Entah apa yang mendorongku, tapi
aku hampir tak bisa mempercayai bahwa itu adalah suaraku sendiri ketika
aku memanggil Wawan, “Wan, sini aku oralin bentar”.
Wawan
yang sedang duduk di lantai beristirahat, tentu saja tak perlu kuminta
dua kali, ia segera bangkit mendekatiku dan menyodorkan penisnya untuk
kuoral, dan tanpa malu malu aku memegang penis yang sudah mengendur itu,
kukulum kulum dan kuseruput hingga pipiku terlihat kempot, sampai tak
ada sperma yang tersisa, sementara Wawan melenguh lenguh keenakan. Benar
benar edan! Bagaimana mungkin aku bisa seliar ini? Bahkan aku merasa
sperma itu begitu enak dan gurih, apakah ini karena aku mulai ketagihan
minum sperma? Mungkin saja, karena kini aku sudah tak sabar lagi
menunggu Suwito orgasme, karena aku ingin segera menjilati dan menyedot
sperma lagi. Maka setelah penis Wawan selesai kuoral sampai bersih, aku
segera menggerakkan pinggulku menyambut tusukan demi tusukan Suwito, dan
benar saja, tak sampai 10 menit Suwito sudah menggeram. Ingin aku
memintanya keluar di mulutku, namun aku takut dianggap tidak adil karena
tadi Wawan sudah keluar di dalam. Maka aku diam saja, membiarkan Suwito
memuaskan hasratnya untuk menyemprotkan spermanya dalam liang vaginaku.
Setelah kurasakan tak ada semprotan lagi, aku segera mendorong tubuhnya
sampai penisnya terlepas dari jepitan liang vaginaku, dan buru buru aku
berkata, “To, cepat sini…”. Suwito pun segera menghampiriku,
membenamkan penisnya ke mulutku, dan aku segera menyedot nyedot dengan
memejamkan mataku, merasakan tetes demi tetes sperma yang teroleskan di
lidahku. Rasanya nikmat sekali, asin dan begitu gurih.
Pak
Arifin yang sempat tak kulihat batang hidungnya, kulihat kembali,
sambil membawa sebuah sendok teh dan piring kecil. Aku tak terlalu
memperdulikan hal itu, dan terus mengulum penis Suwito. Tiba tiba, aku
melepaskan kulumanku, sambil melenguh pelan karena merasakan nikmat pada
selangkanganku. Tak apa apa, toh penis Suwito sudah bersih. Tapi bukan
itu yang harus kupikirkan, maka aku melihat ada apa dengan
selangkanganku. Ternyata pak Arifin sedang menyendoki lelehan sperma
yang bercampur cairan cinta yang mengalir keluar dari vaginaku, dan
ditadahi dengan piring kecil tadi. Aku hanya diam menahan nikmat, ketika
sendok kecil itu mengorek ngorek vaginaku dengan lembut, seolah
menyendoki cairan cintaku dan sperma sperma dari Wawan dan Suwito.
Setelah cukup lama, mungkin setelah vaginaku sudah tak terlalu becek
lagi, pak Arifin berkata, “Non Eliza, non suka peju ya? Saya suapin peju
mau ya?”. Aku dengan sedikit malu, mengangguk pelan, dan pak Arifin
mulai menyuapiku dengan lembut seperti menyuapi anaknya yang sedang
sakit. Kembali aku merasakan sperma yang bercampur cairan cinta. Suapan
demi suapan cairan yang gurih dan nikmat ini membuat aku tak begitu
lapar lagi meskipun aku ingat aku belum makan pagi. Setelah jatahku
habis, pak Arifin mulai bersiap menggenjotku, sambil bertanya, “Non
Eliza, non mau nggak kalau nanti saya mengeluarkan peju dalam mulut
non?”. Aku mengangguk senang, kemudian melebarkan selangkanganku selebar
lebarnya, karena aku ingat penis pak Arifin ini berukuran raksasa.
Kurasakan penis itu sudah mulai melesak sedikit, dan gairahku langsung
naik cepat. Apalagi Wawan dan Suwito ikut menyusu pada payudaraku dengan
remasan remasan kecil.
“Aduh… oooh…”, erangku antara
sakit dan nikmat. Tetap saja ada rasa sakit yang melanda vaginaku,
karena ukuran penis pak Arifin sangat besar. Tapi kini aku bisa lebih
cepat beradaptasi, dan mulai mengimbangi genjotan sopirku ini. setelah
rasa sakit itu lenyap, aku mulai mendesah dan melenguh keenakan. Penis
itu seolah menancap begitu erat, sehingga ketika pak Arifin menarik
penisnya, seolah vaginaku yang menjepit penisnya ikut tertarik, dan
tubuhku terangkat sedikit. Namun ketika penis itu menghunjam, rasanya
vaginaku serasa sedang dimasuki daging keras yang besar hingga sesak
sekali. Tak sekeras punya Wawan memang, tapi masih keras untuk ukuran
orang seumur pak Arifin. Dan cukup keras untuk membuat aku serasa
melayang ke awang awing. Rasa nikmat ini akhirnya membuat aku orgasme,
kembali kakiku melejang lejang membuat jepitan vaginaku pada penis pak
Arifin makin erat, dan ini membuat pak Arifin kelabakan, penisnya
berkedut kedut. Ia segera menarik penisnya lepas dari vaginaku dengan
tergesa gesa, dan segera membenamkan penisnya dalam mulutku. Segera
semprotan spermanya yang juga terasa asin dan gurih, membasahi
kerongkonganku. Aku terus melahap sperma itu, menjilati dan mengulum
penis itu hingga bersih. Aku sudah tak merasa lapar lagi setelah sarapan
sperma dan cairan cintaku sendiri. Mereka bertiga akhirnya duduk
mengatur nafas mereka yang masih memburu. Wawan yang paling duluan
pulih, namun sesuai janji mereka, ini hanya satu ronde. Tiba tiba
Sulikah datang terburu buru sambil membawa celana dalam dan celana
panjang satin pasangan baju tidurku. “Non, kakaknya non sudah pulang.
Cepetan non, pakai ini dan kembali ke kamar non”, seru Sulikah agak
panik. Aku juga ikut panik, segera memakai celana dalam dan celana
panjang ini, kemudian berlari kembali ke kamarku. Yang lain juga segera
memakai bajunya masing masing, kemudian segera keluar dari kamar tempat
kami pesta sex barusan, seolah olah sedang bekerja seperti biasa.
Untung
Sulikah memberitahu tepat pada waktunya, aku sudah di dalam ruang makan
ketika kudengar deru mesin mobil kokokku di garasi. Rupanya dosen yang
mengajar mata kuliahnya pagi ini tidak datang. Aku naik tangga dengan
jantung berdegup kencang, akhirnya sampai juga aku ke dalam kamarku yang
kulihat sudah rapi, pasti Sulikah yang merapikan. Sempat kulihat jam,
ternyata sudah jam 09:30. Dan aku segera masuk ke kamar mandi,
membersihkan tubuhku dari keringatku dan keringat 3 orang tadi, juga
vaginaku kucuci bersih, hingga terasa kesat. Mungkin karena cuma 1
ronde, tubuhku tak terlalu lelah. Selesai mandi, aku mengeringkan
tubuhku sambil memastikan tak ada tanda tanda aku baru saja bermain sex
dengan mereka. Lalu aku memakai baju santai, dan turun ke ruang makan.
Di sana sudah menunggu kokoku, yang membawakan aku nasi campur di dekat
sekolahnya, kesukaanku. Yah, kebetulan deh. Aku kan belum makan pagi,
cuma sarapan sperma dari mereka bertiga tadi. Aku memeluk kokoku senang,
dan berkata, “thank you ya kokoku yang baik”. Kokoku tertawa dan
menggodaku, “Iya me. Tapi baik kalau bawain makanan aja ya? Kalau nggak
jadi nggak baik?”. Aku memukul lengannya manja, lalu kami makan bersama.
Kami ngobrol kesana kemari, dan tak terasa akhirnya selesai juga kami
makan.
Kokoku kembali ke kamarnya, mungkin main komputer.
Aku juga kembali ke kamarku, mempersiapkan diri ke sekolah. Sekarang
sudah jam 10, aku biasanya berangkat jam 11:30. masih ada satu setengah
jam lagi, aku menyiapkan seragamku, putih abu abu. Juga tas sekolahku,
yang membuatku teringat tentang obat perangsang itu. Lalu aku menyisir
rambutku rapi, dan duduk manis di ranjangku. Sambil menunggu, aku
menelepon temanku, dan kami ngobrol sampai tak terasa sudah waktunya aku
harus berangkat. Setelah berpamitan, aku mengenakan seragam sekolahku,
lalu berpamitan pada kokoku, dan turun ke garasi. Seperti biasanya, pak
Arifin menawarkan diri untuk mengantarku, tapi kutolak halus karena aku
ingin menyetir mobil sendiri. Dalam perjalanan, aku mengingat ingat
kejadian pagi ini, dan membayangkan besok aku harus melayani mereka
bertiga lagi karena kokoku kuliah pagi sampai siang. Hmm, sarapan sex
tiap pagi sebelum ke sekolah? aku menggelengkan kepala tak habis pikir,
bisa bisanya ada pembantu plus sopir yang memakai tubuh anak majikannya.
Entahlah, yang lebih gila lagi, anak majikannya ini tak merasa
keberatan alias bispak gitu loh…
TAMAT
Tidak ada komentar:
Posting Komentar